Bengkulu (Antara) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu menilai bahwa distribusi lahan ke masyarakat menjadi solusi penyelesaian konflik agraria di Tanah Air, termasuk di Provinsi Bengkulu.
"Distribusi lahan atau memperluas wilayah kelola masyarakat petani dan masyarakat adat di sekitar kawasan hutan menjadi solusi konflik agraria," kata Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah saat dihubungi dari Bengkulu, Jumat.
Beni yang mengikuti "Deklarasi Mataram", yakni percepatan distribusi lahan ke masyarakat petani seluas 9 hektare dan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare di Lombok, Nusa Tenggara Barat mengatakan penyelesaian konflik agraria harus segera.
Sebab ancaman konflik sosial akibat sengketa lahan di beberapa daerah semakin tinggi, bahkan di beberapa daerah memakan korban jiwa.
"Seperti baru-baru ini terjadi di Jambi, masyarakat yang bersengketa dengan perusahaan perkebunan menjadi korban," kata dia.
Bila tidak segera diselesaikan maka potensi konflik ini dikhawatirkan semakin membesar dan mengancam masyarakat yang berada di wilayah konflik.
Khusus di Bengkulu kata dia ada 21 titik konflik akibat sengketa lahan karena masuknya pertambangan dan perkebunan besar yang meminggirkan masyarakat.
"Distribusi lahan ini menjadi solusi nyata untuk menyelesaikan persoalan di lapangan dan kami mendorong pemerintah untuk segera mewujudkan program itu," kata dia.
Ia mengatakan bahwa dalam Program Pembangunan Nasional 2015-2019 pemerintah menarget alokasi kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare kepada masyarakat serta distribusi lahan pertanian seluas 9 juta hektare.
Tiga kelompok masyarakat sipil yakni Walhi, Epistema Institut dan HuMa serta Kemitraan menggelar "Deklarasi Mataram" untuk mempercepat pengakuan wilayah adat dan perluasan wilayah kelola rakyat.
Gubernur Bengkulu dan lima gubernur lainnya yakni Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sumatera Barat akan mendeklarasikan percepatan distribusi dan pengakuan wilayah adat itu di Lombok, NTB yang berlangsung 17-18 April 2015.***4***