Surabaya (Antara Bengkulu) - Ilmuwan Jepang dari Hiroshima University, Hidemi Kurihara, memberi kuliah tamu tentang hasil penelitiannya soal "stem cell" (sel punca) untuk pasien penyakit jaringan penyangga gigi di hadapan dokter gigi spesialis se-Surabaya.
"Ada 80 persen dari total populasi di Jepang terkena penyakit periodontal (jaringan penyangga gigi)," katanya dalam kuliah tamu yang juga diikuti sejumlah kepala program studi dan alumni FKG Unair di aula Fakultas Kedokteran Gigi Unair Surabaya, Sabtu.
Akibat penyakit itu, katanya, banyak pasien yang mengeluhkan gigi goyah hingga gusi yang turun akibat jaringan penyangga gigi mengalami kerusakan.
Untuk itu, Hidemi melakukan penelitian tentang transplantasi sel punca yang hasilnya merupakan terobosan terbaru dalam perawatan pasien penyakit jaringan penyangga gigi.
"Stem cell transplantation ini gunanya untuk menumbuhkan sel dari bagian tubuh untuk regenerasi jaringan periodontal," ujar Hidemi yang mengaplikasikan transplantasi sel punca pada orang dewasa berumur 32 tahun yang mengalami kerusakan pada tulang penyangga gigi.
Dalam penelitian itu, ia melakukan observasi selama empat tahun. "Hasilnya, sel punca bisa meregenerasi tulang penyangga gigi," tegasnya.
Sel punca yang ia ambil berasal dari bagian sumsum tulang belakang pasiennya sendiri, lalu diproses dan diaplikasikan untuk menumbuhkan tulang penyangga gigi.
Sel punca di Jepang sudah banyak digunakan sebagai cara perawatan untuk menangani pasien. "Yang menarik adalah transplantasi sel punca tidak memiliki efek samping pada pasien. Tentunya saya berharap perawatan ini juga bisa dikembangkan di Indonesia," katanya.
Pandangan itu "diamini" drg Irma Josefina Savitri Sp.Perio PhD yang dulu pernah belajar pada Hidemi Kurihara.
"Diharapkan, sel punca juga menjadi titik terang untuk pasien periodontal, karena penanganannya di Indonesia masih merupakan perawatan yang radikal seperti gigi harus dicabut atau dioperasi, sehingga banyak pasien yang menolak cara itu," tuturnya.
Menurut dia, penyakit penyangga gigi merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dikeluhkan orang Indonesia, selain karies atau gigi berlubang.
"Keluhan gigi goyang, gigi tanggal tanpa rasa sakit, gusi yang turun, karang gigi hingga bau mulut merupakan ragam penyakit jaringan penyangga gigi," katanya.
Oleh karena itu, jika di Jepang ada 80 persen penderita, maka dirinya yakin di Indonesia bisa lebih tinggi dari itu, bahkan bisa sekitar 80-90 persen.
Ia berharap sel punca bisa menjadi salah satu inovasi yang menjajikan untuk pasien muda maupun dewasa usia produktif yang mengalami keluhan gigi goyah atau tanggal.
"Memang, di Indonesia belum digunakan sel punca, tapi Tim FKG Unair sudah mulai mengembangkan sel punca untuk bioengineering. Tentu 'larinya' tidak akan secepat seperti di Jepang tapi ini merupakan cikal bakal perawatan serupa, tapi FKG Unair sudah bisa," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Dekan I FKG Unair Dr drg R Darmawan Setijanto M.Kes menjelaskan kuliah tamu itu merupakan rangkaian acara menyambut 85 tahun pendidikan dokter gigi di Surabaya.
"Kuliah tamu itu juga merupakan bentuk kerja sama dengan Hiroshima University Jepang, sedangkan bentuk kerja sama lainnya adalah pertukaran pelajar mulai dari joint degree maupun short term. Bulan ini juga akan datang lima orang mahasiswa Jepang untuk studi di kampus kami (FKG) selama seminggu," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Ada 80 persen dari total populasi di Jepang terkena penyakit periodontal (jaringan penyangga gigi)," katanya dalam kuliah tamu yang juga diikuti sejumlah kepala program studi dan alumni FKG Unair di aula Fakultas Kedokteran Gigi Unair Surabaya, Sabtu.
Akibat penyakit itu, katanya, banyak pasien yang mengeluhkan gigi goyah hingga gusi yang turun akibat jaringan penyangga gigi mengalami kerusakan.
Untuk itu, Hidemi melakukan penelitian tentang transplantasi sel punca yang hasilnya merupakan terobosan terbaru dalam perawatan pasien penyakit jaringan penyangga gigi.
"Stem cell transplantation ini gunanya untuk menumbuhkan sel dari bagian tubuh untuk regenerasi jaringan periodontal," ujar Hidemi yang mengaplikasikan transplantasi sel punca pada orang dewasa berumur 32 tahun yang mengalami kerusakan pada tulang penyangga gigi.
Dalam penelitian itu, ia melakukan observasi selama empat tahun. "Hasilnya, sel punca bisa meregenerasi tulang penyangga gigi," tegasnya.
Sel punca yang ia ambil berasal dari bagian sumsum tulang belakang pasiennya sendiri, lalu diproses dan diaplikasikan untuk menumbuhkan tulang penyangga gigi.
Sel punca di Jepang sudah banyak digunakan sebagai cara perawatan untuk menangani pasien. "Yang menarik adalah transplantasi sel punca tidak memiliki efek samping pada pasien. Tentunya saya berharap perawatan ini juga bisa dikembangkan di Indonesia," katanya.
Pandangan itu "diamini" drg Irma Josefina Savitri Sp.Perio PhD yang dulu pernah belajar pada Hidemi Kurihara.
"Diharapkan, sel punca juga menjadi titik terang untuk pasien periodontal, karena penanganannya di Indonesia masih merupakan perawatan yang radikal seperti gigi harus dicabut atau dioperasi, sehingga banyak pasien yang menolak cara itu," tuturnya.
Menurut dia, penyakit penyangga gigi merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dikeluhkan orang Indonesia, selain karies atau gigi berlubang.
"Keluhan gigi goyang, gigi tanggal tanpa rasa sakit, gusi yang turun, karang gigi hingga bau mulut merupakan ragam penyakit jaringan penyangga gigi," katanya.
Oleh karena itu, jika di Jepang ada 80 persen penderita, maka dirinya yakin di Indonesia bisa lebih tinggi dari itu, bahkan bisa sekitar 80-90 persen.
Ia berharap sel punca bisa menjadi salah satu inovasi yang menjajikan untuk pasien muda maupun dewasa usia produktif yang mengalami keluhan gigi goyah atau tanggal.
"Memang, di Indonesia belum digunakan sel punca, tapi Tim FKG Unair sudah mulai mengembangkan sel punca untuk bioengineering. Tentu 'larinya' tidak akan secepat seperti di Jepang tapi ini merupakan cikal bakal perawatan serupa, tapi FKG Unair sudah bisa," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Dekan I FKG Unair Dr drg R Darmawan Setijanto M.Kes menjelaskan kuliah tamu itu merupakan rangkaian acara menyambut 85 tahun pendidikan dokter gigi di Surabaya.
"Kuliah tamu itu juga merupakan bentuk kerja sama dengan Hiroshima University Jepang, sedangkan bentuk kerja sama lainnya adalah pertukaran pelajar mulai dari joint degree maupun short term. Bulan ini juga akan datang lima orang mahasiswa Jepang untuk studi di kampus kami (FKG) selama seminggu," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013