Surabaya (Antara Bengkulu) - Peneliti herbal dan obat tradisional dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mangestuti Apt MS menyarankan pemerintah agar meningkatkan penyediaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka (obat herbal yang melalui serangkaian uji klinis pada manusia).

"Kedua jenis obat yang berbahan baku tanaman obat itu sudah melalui serangkaian penelitian yang memberikan landasan ilmiah pada pemakaiannya untuk tujuan kesehatan," katanya kepada Antara di Surabaya, Sabtu.

Menanggapi tren pemanfaatan herbal di masyarakat, ia berpendapat pemakaian herbal yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dalam bentuk ramuan obat tradisional Indonesia, itu memang secara empiris terbukti dapat membantu mencapai kondisi sehat.

"Oleh karena itu, seorang guru besar dari Jepang pernah mengatakan bahwa seharusnya bangsa Indonesia tidak perlu mencari obat tradisional negara lain, karena sudah mempunyai kekayaan ramuan dan herbal yang tumbuh subur," ungkapnya.

Menurut dia, pendapat profesor Jepang itu sangat tepat dan perlu menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah maupun peneliti Indonesia untuk berkomitmen menyelenggarakan pengobatan yang dapat dipertanggungjawabkan mutu dan khasiatnya secara ilmiah melalui pengadaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka di pasaran.

"Berbagai penelitian menunjukkan obat-obatan yang berasal dari alam, yaitu tanaman obat atau yang populer dengan sebutan herbal itu secara turun temurun terbukti bisa membantu mencegah penyakit dan mengatasi penyakit ringan," ucapnya.

Peneliti tanaman obat-obatan itu menilai pemerintah memang masih memasukkan jamu ke dalam sistem pengobatan tradisional yang boleh diramu dan dikonsumsi, tanpa bukti penelitian ilmiah.

Namun, ia mengharapkan bahwa pembuatan dan pemakaian jamu tetap mengikuti kaidah kefarmasian, seperti pemilihan bahan baku, cara pembuatan, aturan pemakaian dan peringatan efek samping yang mungkin timbul.

"Kita harus tetap waspada bahwa obat dari bahan alam itu bukannya tanpa efek samping, misalnya, apabila dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui," tutur Kepala Perpustakaan Unair Surabaya itu.

Baginya, pengembangan obat herbal yang sangat potensial itu perlu satu syarat yakni penataan menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, sehingga obat herbal akan semakin banyak yang teruji dan masyarakat pun aman.

"Kalau pemerintah mengembangkan penataan obat herbal menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, maka penyediaan obat herbal terstandar dan fitofarmaka di apotik dan toko obat pun akan semakin berkembang," ujarnya.

Selain itu, penataan penyediaan bahan herbal terstandar di tempat penjualan umum juga diperlukan untuk menghasilkan jamu yang makin berkualitas.

Contohnya adalah berbagai jenis empon-empon yang banyak dipakai sebagai bahan baku ramuan jamu Madura. Penelitian membuktikan khasiat empon-empon yang luar biasa. Misalnya, kunyit sebagai antiradang dan analgesik.

Bahkan hasil penelitian juga menunjukkan kandungan zat empon-empon yang berkhasiat sebagai antioksidan yang bisa mencegah kerusakan sel.

Keseriusan pihak pemerintah dalam menyelenggarakan obat herbal terstandar dan fitofarmaka dapat dibandingkan dengan langkah Pemerintah Jepang dalam mengembangkan obat tradisional mereka.

"Peran serta pemerintah Jepang itu membuat industri obat tradisional Jepang berkembang dengan dukungan dokter. Peran Kementerian Kesehatan sudah sangat serius, antara lain melalui berbagai penelitian yang dikembangan di pusat penelitian di Tawangmangu dan institusi penelitian di perguruan tinggi," tukasnya.

Namun, anggaran pemerintah perlu senantiasa ditingkatkan untuk mendukung penelitian tanaman obat sebagai bahan obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Pewarta: Oleh Edy M Ya'kub

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013