Pep Guardiola mengakui skuadnya terus mengkerut akibat krisis cedera dan COVID-19, namun Manchester City malah kian kuat dan makin mengerikan saja.

Menang 2-0 dalam semifinal Piala Liga atas Manchester United dalam laga 7 Januari lalu dan menggulung Chelsea yang eksplosif dengan skor 3-1 dalam pertandingan liga 3 Januari silam, serta terakhir 3-0 melawan Birmingham dalam Piala FA, justru membuktikan kehilangan sebagian besar pemain inti tak membuat Manchester City rapuh.

Khususnya di bawah asuhan Guardiola, The Citizens adalah tim yang selalu ingin mendominasi dan menyerang. Musim lalu mereka menjadi tim paling subur selama satu musim kompetisi Liga Premier dengan memasukkan 102 gol.

Tetapi mereka tetap kalah bersaing dengan Liverpool yang salah satu faktornya adalah tidak cukup kuatnya pertahanan mereka saat itu.

Kini mereka berbeda setelah menjadi tim yang paling sedikit kebobolan. Belakangan, terutama setelah jenderal pertahanan mereka berganti dari Aymeric Laporte kepada John Stones, tim yang menduduki peringkat kelima klasemen liga dan menyimpan dua pertandingan lebih banyak itu menjadi tim yang sama mengerikannya pada kedua ujung lapangan.

Sukses City belakangan ini sebagian karena kebangkitan John Stones yang merupakan salah satu rekrutan pertama Guardiola saat pertama kali melatih City.

Stones dulunya dikritik sebagai titik lemah City terutama pada 2016. Namun belakangan menjadi salah satu kunci sukses City yang diakui sendiri oleh Guardiola.

Menyisihkan Laporte sebagai langganan bek tengah tim pertama Pep sejak pertandingan fase grup Liga Champions melawan Olympiacos 26 November tahun lalu, Stones menggalang kemitraan tangguh bersama pendatang baru Ruben Dias.

Walaupun baru belakangan ini saja diturunkan lagi sebagai starter, namun statistik Stones amat meyakinkan. Total Football Analysis menyebut catatan Stones dalam menggalang pertahanan lebih baik dibandingkan dengan Laporte, Nathan Ake dan Eric Garcia.

Stones memang bukan yang terbaik dalam mencegat bola dan tekel, tapi dalam soal bertahan, kemampuan fisik, duel, dan memenangkan bola atas, dia berada di atas bek-bek City lainnya.

Guardiola tentu saja senang melihat Stones bersinar kembali sekalipun itu harus melewati waktu yang begitu lama. Bek tengah itu sebelum ini dirundung cedera dan tampil buruk namun musim ini dia menemukan ritme dan jati dirinya, terutama setelah menemukan mitra paling pas dari diri Ruben Dias.


Kelas dunia

Stones bahkan sudah bisa mencetak gol saat melawan United dalam Piala Liga yang turut mengantarkan juara bertahan Piala Liga itu maju ke final untuk tahun keempat berturut-turut.

Stones yang masa depannya sempat tidak menentu musim lalu mengatakan bahwa kebangkitannya semata berkat kerja kerasnya. "Saya berusaha memainkan pertandingan sebanyak yang saya bisa," kata Stones seperti dikutip Reuters.

"Stones memiliki potensi menjadi pemain kelas dunia," kata mantan bek tengah Manchester United Rio Ferdinand ketika timnas Inggris bersiap menghadapi Piala Dunia 2018.

Saat itu Three Lions masuk gelanggang dengan optimisme membuncah karena diperkuat begitu banyak bintang, termasuk Stones yang masuk timnas setelah mengantarkan City juara liga dengan mengumpulkan 100 poin dan kebobolan paling sedikit berkat duetnya bersama Nicolas Otamendi.

Seharusnya itu menjadi awal karir cemerlang bagi Stones. Alih-alih, sekembalinya dari memperkuat Inggris pada Piala Dunia 2018, Stones malah menjadi pemain yang lain. Dia tak lagi memegang peran sentral di City, apalagi setelah Laporte datang. Dia makin meredup setelah Vincent Kompany mengukuhkan diri sebagai aktor sentral di barisan belakang City.

Derita itu berlanjut musim lalu. Cuma dimainkan 1.100 menit, dia terlihat rapuh sampai kemudian membuat masa depannya di Man City menjadi tidak menentu.

Cedera kian memperparah nasibnya dan bahkan saat dia bugar pun Guardiola lebih memilih memainkan Fernandinho yang berposisi gelandang ketimbang dia. Stones pun kehilangan tempatnya di timnas Inggris. Eksistensinya kian meredup untuk kemudian hilang terpupus pamor Virgil van Dijk di Liverpool.

Lalu musim 2020/2021 pun mulai. Stones awalnya tak masuk hitungan Guardiola. Dia dimainkan pada hari pembuka yang berujung kemenangan dan tampil dalam Liga Champions ketika City lolos dari fase grup.

Tujuh laga berturut-turut dia tak masuk tim. Tapi selama itu pula City cuma memenangkan dua pertandingan, tiga seri dan dua kekalahan. Sungguh awal yang buru bagi City. Guardiola banting setir. Stones dimainkan kembali untuk dipasang bersama rekrutan anyar dari Portugal, Ruben Dias. Ternyata, hasilnya luar biasa.

Stones kembali perkasa dan sejak pemain asli Inggris itu kembali masuk tim, City memenangkan lima dari tujuh laga terakhirnya dan hanya kebobolan dua gol. Dan salah satu gol kebobolan itu tercipta ketika Stones absen saat seri 1-1 melawan West Brom.

Solidnya pertahanan City di bawah Stones ini pun menguatkan asa The Citizen untuk menjuarai lagi Liga Premier.


Bagai Ferdinand-Vidic

City kini merasa nyaman memiliki barisan pertahanan yang sulit ditembus sehingga bisa anteng dan fokus meneror lawan.

Bagaimana tidak, Chelsea yang memiliki penyerang kelas dunia seperti Timo Werner atau United yang memiliki pemain eksplosif seperti Bruno Fernandes dibuat mati kutu oleh duet Stones - Dias yang tak saja tangguh dalam bertahan namun juga sigap mencegat sebelum lawan bisa menyerang.

Kemitraan Stones dan Dias bahkan disamakan dengan duet legendaris Nemanja Vidic dan Rio Ferdinand di Manchester United.

"Luar biasa," kata mantan pemain sayap Manchester City Trevor Sinclair kepada talkSPORT. "Ini mengingatkan saya kepada saat Vidic dan Rio bersama. Mereka (Stones dan Dias) memiliki hubungan dan chemistry semacam itu di mana mereka saling menaruh respek."

"Dia memiliki akurasi umpan 93,4 persen, itu nomor satu di liga, dan musim ini dia sudah memainkan 10 pertandingan, menang sembilan kali, seri sekali dan tak pernah kalah. Ketika dia tak masuk starting XI, mereka (City) memainkan 15 laga, menang delapan kali, seri lima kali, kalah dua kali," jabar Sinclair.

Perbandingan dengan duet Vidic-Ferdinand tak berlebihan karena kedua pasangan ini memiliki kesamaan, salah satunya racikan padu antara seorang bek tengah yang senang memainkan bola dan seorang bek tengah yang cuma senang bertahan. Dan itu menunjang tim. Vidic-Ferdinand adalah bagian instrumental dalam sukses bertahun-tahun Manchester United. Stones-Dias pun sepertinya juga sedang ke arah itu.

Lihat saja pertandingan-pertandingan terakhir City, khususnya saat melawan Chelsea dan MU. Mereka kompak sekali, saling menunjang, saling melapis, sigap menutup pergerakan lawan dan mematikan penyerang-penyerang lawan jauh sebelum mereka bisa menyerang.

“Kedua pemain ini telah menciptakan kemitraan yang tangguh,” kata mantan bek kanan City Micah Richards kepada Sky Sports. “Mereka seperti membaca segalanya, dalam mengambil posisi, dalam mengorganisasikan pertahanan. City pun makin kuat saja.”

Stones sungguh terlihat kian matang dan berkelas. Namun dia punya penyakit lama, yakni konsistensi.

Sebenarnya tak mengejutkan Stones bisa tampil seelok belakangan ini karena dia pernah melakukannya pada musim 2017/2018. Namun begitu dihadapkan kepada masalah cedera dan kebugaran, dia kerap lambat kembali ke levelnya.

Namun untuk saat ini, kematangannya dan kelasnya yang telah dan akan terus dia tunjukkan, telah membantu meyakinkan Guardiola dan pendukung City bahwa mereka bisa lagi menduduki aras tertinggi Liga Premier.
 

Pewarta: Jafar M Sidik

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021