Bengkulu (Antara) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu mendesak pemerintah dan pengusaha memulihkan ekosistem perairan Pulau Tikus, Kota Bengkulu, yang rusak akibat aktivitas bongkar muat batu bara beberapa waktu lalu.
"Bongkar muat batu bara sudah dihentikan, tetapi kerusakannya semakin terlihat. Para pengusaha dan pemerintah yang memberikan izin harus bertanggung jawab," kata Ketua Divisi Jaringan dan Organisasi Walhi Bengkulu Fery Vandalis di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan, hasil analisa Walhi Bengkulu, aktivitas bongkar muat atau "transhipment" batu bara di perairan Pulau Tikus telah menyebabkan terumbu karang di pulau itu mati.
Batu bara yang mencemari perairan saat aktivitas bongkar muat dari kapal tongkang ke kapal induk diyakini menjadi penyebab terumbu karang di perairan itu mati akibat tertutup batu bara.
"Kami akan menyampaikan langsung permasalahan ini ke Gubernur," katanya.
Ia mengatakan surat permintaan dengar pendapat dengan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah dijadwalkan pada Senin (8/7).
Selain mendesak pemulihan ekosistem, Walhi juga mempertanyakan pengelolaan Pulau Tikus oleh Kementerian Perhubungan.
"Sebenarnya Kementerian Perhubungan juga hanya memperhatikan kondisi menara suar yang fungsinya vital, tetapi tidak pada ekosistemnya," katanya.
Dengan kondisi ini menurutnya Pemprov Bengkulu sebagai pemilik wilayah, seharusnya meningkatkan pengawasan dan perlindungan sebab perairan Pulau Tikus sangat vital bagi kehidupan nelayan.
"Termasuk untuk keselamatan warga Kota Bengkulu, karena Pulau Tikus berfungsi memecah ombak," katanya.
Kerusakan terumbu karang menurutnya akan berdampak langsung karena perairan itu akan kehilangan fungsinya.
"Perairan yang memiliki potensi wisata bawah laut itu ikut rusak. Terumbu karang yang merupakan rumah bagi ikan tersebut juga rusak, perkembangbiakan ikan terganggu yang secara langsung merugikan nelayan," tambahnya.
Menurut Feri, pengusaha batu bara yang dalam beberapa tahun terakhir memanfaatkan perairan Pulau Tikus untuk bongkar muat batu bara harus turut bertanggung jawab.
Pemulihan terumbu karang Pulau Tikus menurutnya wajib dilakukan sebab kondisi kerusakan cukup parah sehingga membutuhkan intervensi manusia dalam pemulihannya.
Selain itu, menurut Feri, abrasi di sisi timur Pulau Tikus mengancam daratan pulau itu, yang saat ini luas daratan terus menyusut.
"Luas daratan menyusut dari 2 hektare menjadi 0,8 hektare, bisa-bisa hilang daratan Pulau Tikus kalau tidak ada upaya mencegah laju abrasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Bongkar muat batu bara sudah dihentikan, tetapi kerusakannya semakin terlihat. Para pengusaha dan pemerintah yang memberikan izin harus bertanggung jawab," kata Ketua Divisi Jaringan dan Organisasi Walhi Bengkulu Fery Vandalis di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan, hasil analisa Walhi Bengkulu, aktivitas bongkar muat atau "transhipment" batu bara di perairan Pulau Tikus telah menyebabkan terumbu karang di pulau itu mati.
Batu bara yang mencemari perairan saat aktivitas bongkar muat dari kapal tongkang ke kapal induk diyakini menjadi penyebab terumbu karang di perairan itu mati akibat tertutup batu bara.
"Kami akan menyampaikan langsung permasalahan ini ke Gubernur," katanya.
Ia mengatakan surat permintaan dengar pendapat dengan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah dijadwalkan pada Senin (8/7).
Selain mendesak pemulihan ekosistem, Walhi juga mempertanyakan pengelolaan Pulau Tikus oleh Kementerian Perhubungan.
"Sebenarnya Kementerian Perhubungan juga hanya memperhatikan kondisi menara suar yang fungsinya vital, tetapi tidak pada ekosistemnya," katanya.
Dengan kondisi ini menurutnya Pemprov Bengkulu sebagai pemilik wilayah, seharusnya meningkatkan pengawasan dan perlindungan sebab perairan Pulau Tikus sangat vital bagi kehidupan nelayan.
"Termasuk untuk keselamatan warga Kota Bengkulu, karena Pulau Tikus berfungsi memecah ombak," katanya.
Kerusakan terumbu karang menurutnya akan berdampak langsung karena perairan itu akan kehilangan fungsinya.
"Perairan yang memiliki potensi wisata bawah laut itu ikut rusak. Terumbu karang yang merupakan rumah bagi ikan tersebut juga rusak, perkembangbiakan ikan terganggu yang secara langsung merugikan nelayan," tambahnya.
Menurut Feri, pengusaha batu bara yang dalam beberapa tahun terakhir memanfaatkan perairan Pulau Tikus untuk bongkar muat batu bara harus turut bertanggung jawab.
Pemulihan terumbu karang Pulau Tikus menurutnya wajib dilakukan sebab kondisi kerusakan cukup parah sehingga membutuhkan intervensi manusia dalam pemulihannya.
Selain itu, menurut Feri, abrasi di sisi timur Pulau Tikus mengancam daratan pulau itu, yang saat ini luas daratan terus menyusut.
"Luas daratan menyusut dari 2 hektare menjadi 0,8 hektare, bisa-bisa hilang daratan Pulau Tikus kalau tidak ada upaya mencegah laju abrasi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013