Bukittinggi (Antara Bengkulu) - Ruas jalan Aek Latong, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang selama bertahun-tahun mencemaskan banyak pengendara yang melintasi ruas Tarutung-Sipirok di Jalur Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera, kini tak lagi bak jalur neraka bagi mereka.

Jalan yang rawan longsor dan selama bertahun-tahun dianggap banyak orang sebagai jalur tengkorak itu -- terlebih lagi setelah sebuah bus Antar Lintas Sumatera (ALS) mengalami kecelakaan yang menewaskan 19 orang penumpangnya akibat tak mampu melewati tanjakan pada 2011 -- kini telah beraspal mulus.

Realitas itulah yang dilihat Antara saat melintasi jalan baru pengganti jalan lama Desa Aek Latong sepanjang lebih dari tiga kilometer tersebut pada Rabu malam (14/8) dalam perjalanan Parapat-Bukittinggi sepanjang 463 kilometer.

Kondisi jalan beraspal mulus yang dilengkapi marka, rambu-rambu dan lampu penerangan itu pun diakui Gems Hasibuan, pemudik asal Gunung Sindur, Bogor, dan Pane, warga Simangumban yang tinggal sekitar tujuh kilometer dari Aek Latong.

"Jalannya sudah bagus," kata Hasibuan dan Pane yang ditemui Antara dalam kesempatan terpisah.

Apa yang dirasakan warga setempat dan pengendara di Jalinteng Sumatera dalam beberapa bulan terakhir ini, termasuk selama masa arus mudik dan balik Lebaran 2013, kontras dengan kondisi di jalan lama yang tidak saja terjal tetapi juga, selama bertahun-tahun, tak beraspal dan hanya bertahan keras yang berlumpur dan licin saat hujan.

Kondisi di jalan lama Aek Latong itu pun menjadi bahan perbincangan banyak orang yang pernah melintasinya.

Maridup Hutauruk, warga Kalisari Jakarta Timur, misalnya berbagi pengalaman di blog pribadinya saat melintasi Aek Latong pada 25 Juni 2011 dalam perjalanan bersama istri dan dua anaknya ke Medan.

Hutauruk menyebut pengalaman berkendaraan melintasi jalan Desa Aek Latong yang berjarak 385 kilometer dari arah Medan itu sebagai "perjalanan menyabung nyawa".

Betapa tidak, saat tiba di Aek Latong, hari sudah sore dengan kondisi jalan berlumpur dan licin akibat diguyur hujan. Di tengah jalan berbatu yang permukaannya tidak rata dan berkubang itu, Hutauruk mengendalikan laju mobil Kia Pregio 2005nya dengan hati-hati.

"Sesekali harus berhenti untuk saling memberi jalan kepada kendaraan dari arah berlawanan. Tiba pada posisi kecuraman 45 derajat sepanjang seratus meter, (para pengemudi-red.) harus ekstra hati-hati kalau tak mau nyawa melayang," tulis ayah dua anak ini.

Tak hendak terburu-buru, Hutauruk pun membiarkan sebuah truk yang berada di depan mobilnya untuk turun terlebih dahulu.

Supir truk tersebut berhasil mencapai dasar kecuraman jalan setelah memilih kondisi terbaik di antara kubungan batu namun berulang kali gagal membawa truknya mendaki jalan yang diperkirakan Hutauruk memiliki kemiringan sekitar 35 derajat.

Setelah berulang kali melorot ke dasar kecuraman jalan dan mengambil ancang-ancang untuk kembali mendaki, baru pada upaya yang ketujuh, supir truk tersebut berhasil mendaki dan melalui jalan terjal dengan kemiringan 35 derajat itu.

Hutauruk sendiri berhasil mengendalikan mobilnya di lintasan jalan menanjak, licin, berbatu dan berkubang di Desa Aek Latong itu dengan menggunakan "persnelling satu" dan berjalan perlahan dan berzik-zak.

Pengalaman yang tak jauh berbeda dengan Hutauruk pun dialami Sonda Siregar saat melintasi Aek Latong pada Juli 2008. Siregar menuliskan pengalaman di blog pribadinya itu dalam tulisan berjudul "Berlumpur di Aek Latong".

  
                  Usik perhatian
Kondisi jalan lama Aek Latong yang rawan bencana longsor dan kecelakaan itu tidak hanya mengusik perhatian pihak terkait seperti Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan pengguna jalan seperti Maridup Hutauruk dan Sonda Siregar tetapi juga kalangan peneliti.

Di antara peneliti yang menaruh perhatian pada kondisi jalan lama Aek Latong itu adalah FX Hermawan K dan Yudha P.Heston dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Bandung.

Dalam laporan riset mereka berjudul "Penelitian Sosial Ekonomi Pemindahan Ruas Jalan Aek Latong (Tarutung-Sipirok), mereka memperkirakan total nilai kerugian akibat longsor di ruas jalan tersebut selama 2002-2008 mencapai Rp73 miliar.

Perhitungan total nilai kerugian jalan yang melintasi desa yang pada 2008-2009 berpenduduk 237 jiwa dimana 80 persen atau 41 kepala keluarga di antaranya bekerja sebagai petani tersebut merupakan akumulasi dari biaya operasional dan pemeliharaan jalan, ongkos kemacetan dan kehilangan pendapatan masyarakat, serta biaya jalur alternatif.

Potensi kerugian diperkirakan Hermawan dan Yudha akan bertambah sebesar Rp10 miliar per tahun kalau penanganan terhadap longsoran di ruas jalan Aek Latong itu tidak dilakukan.

Pembuatan jalan alternatif pengganti jalan lama Aek Latong itu baru rampung dan mulai dapat dilalui para pengendara dengan lancar sejak beberapa bulan terakhir tahun ini. Artinya, berdasarkan perhitungan Hermawan dan Yudha itu, total kerugian di ruas jalan lama Aek Latong tersebut mencapai sedikitnya Rp163 miliar (2002 - 2012).

Kondisi jalan lama Aek Latong yang rawan bencana longsor dan meningkatkan potensi kecelakaan itu juga diperkuat oleh laporan investigasi dan  penelitian kecelakaan bus PT ALS BK 7088 DL yang masuk ke telaga pada 26 Juni 2011.

KNKT berkesimpulan bahwa "kemungkinan penyebab terjadinya peristiwa kecelakaan (bus ALS) ini adalah geometri dan kondisi jalan yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan serta pengemudi mobil bus yang tidak cakap dalam menghadapi perubahan kondisi dan situasi mendadak dan kritis".  

Kondisi jalan lama Aek Latong yang telah menelan belasan korban jiwa dua tahun lalu itu kini tak lagi menghantui para pengendara yang melintasi ruas Tarutung-Sipirok setelah kehadiran jalan alternatif beraspal mulus sejak 2013.

Namun kerusakan jalan sepanjang belasan kilometer di berbagai titik dan setidaknya empat titik longsor yang parah di ruas Tarutung-Sipirok tetap menghadang para pengendara sehingga kehati-hatian dan kewaspadaan mereka tetap dituntut.

Kerusakan parah itu sudah dirasakan sejak memasuki daerah Pahae, Tarutung, dan tersebar di berbagai titik, seperti wilayah Kecamatan Siatas Barita, 61 dan 30 kilometer menjelang Sipirok serta Kecamatan Simangumban, sedangkan empat titik longsor parah di bahu jalan bertanah, bergelombang dan berlubang besar dijumpai menjelang Desa Aek Latong menuju Sipirok.

Kepala Pos Lantas Sipirok Brigadir Erwin Ritonga yang ditemui di Pos Pengamanan Aek Latong Rabu malam mengatakan empat titik longsor menjelang jalan baru Aek Latong itu sudah ada sejak April 2013 akibat hujan lebat dan saluran air di bahu jalan yang tak berfungsi.

Kendati, menurut Ritonga, saat ini perbaikan terhadap jalan bertanah yang tergerus longsor menjelang jalan baru Aek Latong sedang dilakukan, banyak pengendara yang melintasi ruas Tarutung-Sipirok di Jalinteng Sumatera yang berharap semua ruas jalan di Sumatera Utara berkondisi mulus dan terawat seperti di provinsi tetangganya, Sumatera Barat.

Harapan itu sejalan dengan realitas yang dilihat para pengendara mobil pribadi dan umum yang melintasi kota-kota di Sumatera Barat mulai dari Panti, Lubuk Sikaping, dan Bonjol hingga Bukittinggi. (Antara)

Pewarta: Oleh Rahmad Nasution

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013