Bojonegoro (Antara) - Ratusan perajin tahu dan tempe di Bojonegoro, Jawa Timur, mengurangi produksi mereka, menyusul kenaikan harga kedelai impor yang semula antara Rp7.400 hingga Rp7.500 per kilogram menjadi Rp8.700 per kilogram sejak lima hari lalu.

"Perajin tahu dan tempe mulai mengurangi produksinya, ya sejak kedelai naik," kata Ketua Paguyuban Tahu dan Tempe Bojonegoro Arifin, Sabtu.

Ia menjelaskan pengurangan produksi dilakukan sebagai usaha menyesuaikan dengan modal. Ia mencontohkan, dirinya hanya memproduksi tahu dengan bahan kedelai 1,2 kuintal/hari yang biasanya mencapai 2 kuintal/hari.

Begitu pula, katanya, produksi tempenya juga dikurangi hanya dengan bahan kedelai 25 kilogram/hari yang biasanya bisa mencapai 1 kuintal/hari.

"Di Desa Ledokkulon, Kecamatan Kota ada sekitar 320 perajin tahu dan tempe. Hampir semuanya mengurangi produksinya," katanya, menegaskan.

Namun, menurut dia, para perajin tahu dan tempe yang menjadi anggotanya di Desa Ledokkulon itu tidak ada yang mengurangi porsi penjualan tahu dan tempe ke konsumen, karena takut diprotes.

"Terutama konsumen tahu. Porsinya berkurang sedikit saja mereka tidak mau membeli," ujarnya.

Ia mengharapkan Pemerintah turun tangan dengan memberikan subsidi dalam membeli kedelai kepada perajin tahu dan tempe paling tidak Rp1.000/kilogram seperti yang pernah dilakukan beberapa tahun lalu.

"Kalau tidak ada subsidi kedelai besar kemungkinan perajin tahu dan tempe tidak akan mampu bertahan berproduksi," tandasnya.

Sementara itu, seorang perajin tempe di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota Bojonegoro Muawanah mengaku lebih memilih mengurangi porsi penjualan tempe produksinya ke konsumen.

Alasannya, katanya, dirinya sudah memiliki pelanggan tetap yang fanatik, sehingga ketika datang membeli diberi tahu kalau harga kedelai naik.  

"Usaha mengurangi porsi penjualan agar keuntungan tidak berkurang. Rata-rata pembeli tidak ada yang protes," jelasnya.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013