Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi segera memanggil dan menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng pascapenyerahan perhitungan kerugian negara dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.

"Seseorang yang sudah menjadi tersangka dan hampir rampung penyidikannya maka pasti akan dilakukan penahanan jadi bisa saya pastikan bahwa dalam beberapa hari ke depan kita akan lakukan langkah-langkah progresif termasuk penahanan, selanjutnya kami akan panggil mantan Menpora Andi Mallarangeng," kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Rabu.

Pada Rabu, Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara dalam proyek Hambalang kepada KPK, yaitu senilai Rp463,66 miliar, sehingga unsur kerugian negara yang dibutuhkan KPK dalam sangkaan kepada para tersangka kasus Hambalang, termasuk Andi sudah tersedia.

"Perhitungan kerugian negara ini sudah sangat cukup dan memadai untuk menjadi alat bukti di persidangan," kata Abraham Samad saat menerima laporan kerugian negara tersebut.

Ketua BPK Hadi Poernomo juga membantah adanya dua versi laporan kerugian negara. Laporan audit yang bocor, mencantumkan 15 nama anggota DPR, sementara audit yang diterima DPR tidak mencantumkan nama-nama tersebut.

"BPK itu memiliki dua laporan, satu laporan investigatif untuk DPR dan satu laporan perhitungan kerugian negara untuk KPK," katanya.

Dalam laporan investigatif tersebut, katanya, diperlukan pembuatan berita acara permintaan keterangan.

"Itu (Pembuatan berita acara, red.)  yang lambat karena permintaan keterangan kepada pihak-pihak yaitu 166 orang dan 30 di antaranya dari DPR, dan pada 23 Agustus langsung kami serahkan ke KPK," kata Hadi.

Ia juga membantah ada hal yang sengaja dihilangkan dari berita acara permintaan keterangan saat dimasukkan ke laporan investigatif.

"Peraturan cuma membolehkan BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban kerugian negara, sedangkan (audit investigatif Hambalang, red.) ini adalah pengesahan Rancangan APBN menjadi APBN jadi bukan merupakan kewenangan pemeriksaan, data ini dimasukkan ke kertas kerja pemeriksaan (KKP), dan tidak terpisahkan," kata Hadi.

Artinya, katanya, memang ada nama-nama anggota DPR dalam Kertas Kerja Pemeriksaan BPK.

"Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK hanya satu, nama-nama (anggota DPR, red.) itu bukan 15 tapi 30 yang ada di KKP dan KKP satu kesatuan dengan LHP, jadi tidak ada yang hilang. Hanya saja undang-undang tidak memungkinkan nama-nama itu ditaruh di LHP tapi di KKP dan KKP hanya diberikan kepada penegak hukum," katanya.

Total kerugian negara dari proyek Hambalang yang mencapai Rp463,66 miliar tersebut, katanya, merupakan nilai yang ditimbulkan akibat gagalnya suatu pelaksanaan proyek yang direncanakan dari nilai kontrak keseluruhan Rp1,2 triliun.

"Tapi uang yang dikeluarkan baru Rp471 miliar, dan karena masih ada sisa Rp8 miliar sehingga 'total loss' menjadi Rp463 miliar, ini sudah semua untuk kasus Hambalang 2010-2011," kata Hadi.

Dalam korupsi pembangunan proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen, mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran, dan mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya berdasarkan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggara Negara yang Menerima Suap atau Gratifikasi.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013