Jakarta (Antara) - Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober menjadi momentum setiap warga negara untuk introspeksi terkait dengan keseriusan menjalankan falsafah bangsa itu dalam kehidupan sehari-hari, kata pengamat politik Yudi Latif.
"Pada masa sekarang, Hari Kesaktian Pancasila harus dijadikan tolok ukur masyarakat untuk introspeksi diri, mengenai seberapa serius dalam menjalankan Pancasila," kata Yudi yang juga Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Pancasila itu di Jakarta, Senin (30/9).
Ia mengemukakan bahwa ketidakseriusan dalam menjalankan Pancasila memunculkan ketidakpercayaan terhadap Pancasila. Hal itu, terwujud antara lain menjadi praktik korupsi dan bahkan terorisme.
Pada kesempatan itu, ia juga mengemukakan bahwa semangat memperingati Hari Kesaktian Pancasila sudah harus bergeser dari semangat sebelumnya.
"Ini harus bergeser, tidak lagi menjadi alat untuk mengambinghitamkan kelompok tertentu," katanya.
Pada masa yang lalu, katanya, semangat memperingati Hari Kesaktian Pancasila hanya digunakan sebagai alat untuk memojokkan dan mengambinghitamkan golongan tertentu.
Masyarakat Indonesia yang mengaku menganut Pancasila, katanya, seharusnya bisa menerima perbedaan dan menjadikan dasar negara itu sebagai alat pemersatu bangsa.
Oleh sebab itu, katanya, penting bagi masyarakat Indonesia agar memberikan ruang gerak kepada elemen-elemen yang dianggap sebagai minoritas.
Ia menjelaskan kelompok minoritas juga memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati Pancasila dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Kita harus mengubah nilai-nilai nasionalisme yang sifatnya negatif, dalam hal ini yang artinya melawan, menjadi nasionalisme yang lebih progresif atau yang lebih positif," kata Yudi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Pada masa sekarang, Hari Kesaktian Pancasila harus dijadikan tolok ukur masyarakat untuk introspeksi diri, mengenai seberapa serius dalam menjalankan Pancasila," kata Yudi yang juga Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Pancasila itu di Jakarta, Senin (30/9).
Ia mengemukakan bahwa ketidakseriusan dalam menjalankan Pancasila memunculkan ketidakpercayaan terhadap Pancasila. Hal itu, terwujud antara lain menjadi praktik korupsi dan bahkan terorisme.
Pada kesempatan itu, ia juga mengemukakan bahwa semangat memperingati Hari Kesaktian Pancasila sudah harus bergeser dari semangat sebelumnya.
"Ini harus bergeser, tidak lagi menjadi alat untuk mengambinghitamkan kelompok tertentu," katanya.
Pada masa yang lalu, katanya, semangat memperingati Hari Kesaktian Pancasila hanya digunakan sebagai alat untuk memojokkan dan mengambinghitamkan golongan tertentu.
Masyarakat Indonesia yang mengaku menganut Pancasila, katanya, seharusnya bisa menerima perbedaan dan menjadikan dasar negara itu sebagai alat pemersatu bangsa.
Oleh sebab itu, katanya, penting bagi masyarakat Indonesia agar memberikan ruang gerak kepada elemen-elemen yang dianggap sebagai minoritas.
Ia menjelaskan kelompok minoritas juga memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati Pancasila dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Kita harus mengubah nilai-nilai nasionalisme yang sifatnya negatif, dalam hal ini yang artinya melawan, menjadi nasionalisme yang lebih progresif atau yang lebih positif," kata Yudi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013