"Atlet yang hebat itu punya rasa cinta dan loyalitas tinggi kepada daerahnya," demikian kalimat yang terlontar dari pelatih renang artistik Sulawesi Selatan, Shelvy Melowa.

Dengan penuh rasa bangga, Shelvy memperkenalkan tiga atlet lokal binaannya yang menyabet emas dalam lomba nomor duet renang artistik Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.

Mereka adalah Mutiara Nur Azisah, Nabila Putri Giswatama, dan Nurfa Nurul Utami yang mendapat nilai tertinggi dalam perlombaan yang bergulir di Arena Akuatik Kampung Harapan, Kabupaten Jayapura, Rabu (6/12/2021).

Shelvy membuktikan bahwa atlet lokal hasil binaan bisa berprestasi di level nasional. Bahkan ada kebanggaan tersendiri yang tak ternilai dengan hanya dengan sekeping medali.

Dia mengungkapkan prosesnya memang panjang. Namun, kata Shelvy, untuk mendapatkan "mutiara" tidak ada yang instan.

"Saya rasa atlet yang hebat itu punya rasa cinta dan loyalitas tinggi kepada daerahnya. Dengan begitu mereka akan menjadi bintang atlet nasional," ujar Shelvy mengulang kalimat di atas dengan tegas.



Ketika mendapatkan sesuatu dari hasil kerja keras dan usaha sendiri, pastinya memunculkan kepuasan yang tak terkira.

Shelvy Melowa merasakan betul hal tersebut. Dia pun optimistis atlet binaannya bisa menjadi bintang dan mampu mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia.

"Tiga atlet asal Sulawesi Selatan itu adalah calon bintang. Kami sendiri selalu menargetkan melahirkan atlet senam artistik untuk pentas di Olimpiade," kata Shelvy.

Shelvy sendiri adalah seorang mantan atlet renang artistik asal Sulawesi Selatan yang pada PON 2012 di Riau menggagalkan ambisi DKI Jakarta menyapu bersih emas pada renang artistik.

Kala itu, dia menghentikan dominasi skuad Ibu Kota dengan meraih emas pada nomor solo yang diperlombakan pada hari terakhir.

Kini, Shelvy sudah pensiun sebagai atlet. Namun pengalaman dan kecintaannya terhadap renang artistik dia tularkan ke generasi muda, khususnya yang berasal dari daerah asalnya.

Dia mengaku bangga bisa mengabdi dan bisa mengharumkan nama daerah di pentas nasional.

"Dulu saya jadi atlet dan dibiayai Sulawesi Selatan untuk berlatih ke luar negeri dan itu proses pembinaan dimulai pada usia 5-6 tahun," katanya.

"Jadi ketika saya berhenti menjadi atlet, saya kembali ke Sulawesi Selatan dan saya melakukan hal yang sama ketika saya diperlakukan sebagai atlet," kata Shelvy. 



Pembuktikan atlet muda

Kedepan, Shelvy berharap atlet-atlet Sulawesi Selatan bisa lebih berprestasi lagi. Selain mengedepankan atlet lokal, tim renang artistik Sulawesi Selatan juga turut mengirim atlet muda untuk memberikan kesempatan menimba pengalaman.

Misalnya, Mutiara Nur Azisah. Dia turut berkontribusi untuk Sulawesi Selatan meraih emas pada nomor duet.

Bahkan dia menjadi kunci kemenangan Sulawesi Selatan setelah mendapat nilai tertinggi bersama Nabila Putri Giswatama saat duet free routine.

Keduanya mencetak nilai tertinggi 72.83. Selain itu, Mutiara juga turun di technical routine bersama Nurfa Nurul dan mendapat nilai 70.22.

Berkat dua penampilannya tersebut, Sulawesi Selatan akhirnya meraih emas dengan total nilai tertinggi 71,52.

Dari total peserta yang tampil di nomor duet, Mutiara adalah peserta termuda yakni, 15 tahun.

Dengan usia yang masih belia, atlet yang lahir pada 24 April 2006 itu telah mampu mendulang emas di pesta olahraga terbesar di Tanah Air tersebut.

Tak ayal, Shelvy menyebut Mutiara adalah salah satu bintang masa depan renang artistik Indonesia.



Selain Mutiara, Sulawesi Selatan juga menurunkan dua atlet kelahiran 2009 pada nomor team yang bergulir Kamis (7/10/2021).

Mereka adalah Nawrah Qanita Zhafirah dan Auliya Mustika Putri yang tahun ini baru berusia 12 tahun.

Saat berlomba di Arena Akuatik Kampung Harapan, mereka meraih medali perak.

Tim renang artistik Sulawesi Selatan berani memberikan kesempatan kepada mereka yang muda demi menjaga regenerasi, bukan semata karena gengsi untuk sekeping medali.

Mereka pun membuktikan menjadi yang terbaik dalam daftar perolehan medali renang artistik dengan raihan satu emas, satu perak, dan satu perunggu.

Jika melihat daftar perolehan medali secara keseluruhan, Sulawesi Selatan hingga tulisan ini diturunkan masih berada di urutan ke-10 dengan torehan tujuh emas, tujuh perak, dan delapan perunggu.

Jauh dibandingkan dengan kontingen lainnya yang sudah menyabet puluhan medali emas. Seperti Jawa Barat yang berada di urutan pertama dengan 73 emas, 64 perak, dan 69 perunggu.

Pun demikian Jawa Timur yang berada di urutan kedua dengan raihan 65 emas, 54 perak, dan 50 perunggu.

Sedangkan DKI Jakarta di urutan ketiga dengan 65 emas, 53 perak, dan 67 perunggu. Tuan rumah Papua berada di bawahnya dengan mengoleksi 56 emas, 30 perak, 58 perunggu.

Namun dibalik itu semua, jika memang tujuannya regenerasi dan demi kemajuan olahraga di Tanah Air, rasanya sedikit medali lebih layak mendapat apresiasi dibanding banyak tapi karena sebatas gengsi.



Peran pemerintah

Pemerintah perlu mengambil langkah tegas terkait regulasi atlet. Sebab, regulasi saat ini masih abu-abu karena ada peraih medali Olimpiade yang turun di PON.

Menurut Dosen Ilmu Keolahragaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Tommy Apriantono, dalam keterangan resmi yang diterima ANTARA belum lama ini, hal tersebut dapat mematikan regenerasi atlet.

Dia pun mengambil contoh negara Jepang yang juga memiliki ajang seperti PON.

"Jepang punya Japan Institute of Sports Science (JISS) yang terafiliasi dengan Kementerian, seperti Deputi IV Kemenpora kalau di Indonesia," kata Tommy.

Menurut dia, JISS merupakan semacam dewan pengawas yang berisi sejumlah ahli dan independen. Mereka mengatur siapa saja yang boleh turun di National Sports Festival atau semacam PON versi Indonesia.

"Mereka tegas, tidak boleh atlet Olimpiade, apalagi yang peraih medali turun di sana,” jelas Tommy.

Di sisi lain, Tommy juga menyinggung soal "pembajakan atlet" dan bonus yang tidak diatur.

"Sehingga akhirnya terkesan daerah ingin buahnya saja, dan tidak ada yang membina sejak awal," pungkas Tommy. 


 

Pewarta: Muhammad Ramdan

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021