Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung optimis Partai Golkar mampu meraih kemenangan pada Pemilu 2024 berbekal dari pengalaman sejarah selama dua dasawarsa yang dimiliki menjadi modal besar meraih kembali kepercayaan masyarakat Indonesia.
"Kalau 2004 adanya hambatan dengan jargon-jargon ingin membubarkan Golkar, tapi Golkar bisa menjadi nomor dua. Maka di 2024 ini bisa gunakan waktu sungguh-sungguh, masih ada 2022, 2023 untuk menyiapkan diri, tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan tema politik sejalan dengan aspirasi rakyat, saya yakin jadi pemenang," kata Akbar Tandjung dalam Seminar Daring Nasional Dua Dasawarsa Kemenangan Golkar 2004-2024, Sabtu.
Golkar, kata Akbar, telah melewati berbagai tekanan sejak awal reformasi, tapi pengurus Partai Golkar tidak gentar dan bersikap tegas dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut dengan keyakinan bahwa perjuangan Golkar dalam perspektif nasional, perspektif kebangsaan, perspektif Pancasila, tidak lain adalah melaksanakan pembangunan dalam rangka mensejahterakan rakyat.
"Pembangunan yang dilaksanakan oleh Partai Golkar tidak lain adalah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, karena pembangunan yang diinginkan rakyat adanya kemajuan-kemajuan dan semangat Pancasila," ujar aktifis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut.
Akbar pun menceritakan perjuangan Golkar dari sebuah kelompok politik menjadi partai politik yang mengikuti kontestasi pemilihan umum pertama era reformasi yakni tahun 1999.
Pemilu pertama di era reformasi tersebut menjadi pembuktian bahwa keberadaan Partai Golongan Karya (Golkar) ditengah desakan pembubaran, mampu memperoleh suara rakyat nomor dua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Waktu itu Golkar memperoleh 120 kursi sedangkan PDIP memperoleh 153 kursi.
Kemenanganan di Pemilu 1999, kata Akbar, menyakinkan Pengurus Partai Golkar untuk memperoleh suara lebih banyak lagi di pemilu berikutnya dengan melakukan perubahan-perubahan segala lini, termasuk perubahan paradigma.
"Kami mengenalkan Partai Golkar kepada masyarakat bahwa Partai Golkar sudah berubah, dengan paradigma baru, membuktikan kepada publik perjuangan kami selaras dengan reformasi, dan kami kenalkan sistem rekruitmen calon presiden Indonesia dengan adanya konvensi," kata Akbar.
Menurut Akbar, dengan cara konvensi ini meyakinkan masyarakat bahwa Partai Golkar sudah berubah, lalu menyiapkan kader-kader partai. Lahirnya Kader Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (Ampi) menjadi andalan Partai Golkar menghadapi Pemilu 2004.
"Dan Alhamdulillah Pemilu 2004 Partai Golkar menjadi pemenang, justru jadi pemenang dapat kuris 128 kursi, PDIP yang Pemilu 1999 mendapat kursi pertama turun menjadi kedua. Penurunnya cukup signifikan, tapi kami bersyukur kami bisa menjadi pemenang pada waktu itu, yaitu pemilu setelah reformasi, dan itu menjadi andalan kami dalam menghadapi berbagai agenda politik terutama dalam era reformasi," ujar Akbar.
Namun, Akbar juga mencatat kemunduran Partai Golkar dalam beberapa Pemilu setelah 2004. Suara Partai Golkar terus menurun, pada Pemilu 2009 perolehan suara turun 22 kursi, lalu tahun 2014 turun lagi menjadi 91 kursi, dan Pemilu 2019 hanya memperoleh 85 kursi.
Akbar menyebutkan, masa-masa itu Partai Golkar mengalami penurunan sangat tajam sejak awal reformasi sampai awal 2019.
Meski mengalami penurunan perolehan suara, Golkar selalu berada di peringat tiga besar partai politik, hal ini membuat partai berlambang pohon beringin ini mendapat posisi politik yang cukup penting. Seperti pada Pemilu 2019, kader partainya menduduku jabatan Wakil Ketua DPR RI, dan Ketua MPR RI.
"Ini jadi kepercayaan diri Partai Golkar, Pemilu 2024 harus menyiapkan diri sungguh-sungguh, kalau 2004 Golkar bisa jadi pemenang, Inshaa Allah 20 tahun kemudian bisa menjadi pemenang," kata Akbar.
Akbar Tandjung tampil sebagai pembicara kunci dalam Seminar Daring Nasional bertajuk Dua Dasawarsa Kemenangan Golkar 2004-2024.
Selain Akbar Tandjung, hadir sejumlah pembicara lainnya yang berasal dari internal Partai Golkar seperti Dedi Mulyadi, Sobhirin Noor, Sarmudji, Doli Kurnia Tandjung, dan pengamat dari luar seperti Prof Azyumardi Azhar dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Siti Zuhro dari LIPI, serta Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Kalau 2004 adanya hambatan dengan jargon-jargon ingin membubarkan Golkar, tapi Golkar bisa menjadi nomor dua. Maka di 2024 ini bisa gunakan waktu sungguh-sungguh, masih ada 2022, 2023 untuk menyiapkan diri, tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan tema politik sejalan dengan aspirasi rakyat, saya yakin jadi pemenang," kata Akbar Tandjung dalam Seminar Daring Nasional Dua Dasawarsa Kemenangan Golkar 2004-2024, Sabtu.
Golkar, kata Akbar, telah melewati berbagai tekanan sejak awal reformasi, tapi pengurus Partai Golkar tidak gentar dan bersikap tegas dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut dengan keyakinan bahwa perjuangan Golkar dalam perspektif nasional, perspektif kebangsaan, perspektif Pancasila, tidak lain adalah melaksanakan pembangunan dalam rangka mensejahterakan rakyat.
"Pembangunan yang dilaksanakan oleh Partai Golkar tidak lain adalah pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, karena pembangunan yang diinginkan rakyat adanya kemajuan-kemajuan dan semangat Pancasila," ujar aktifis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut.
Akbar pun menceritakan perjuangan Golkar dari sebuah kelompok politik menjadi partai politik yang mengikuti kontestasi pemilihan umum pertama era reformasi yakni tahun 1999.
Pemilu pertama di era reformasi tersebut menjadi pembuktian bahwa keberadaan Partai Golongan Karya (Golkar) ditengah desakan pembubaran, mampu memperoleh suara rakyat nomor dua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Waktu itu Golkar memperoleh 120 kursi sedangkan PDIP memperoleh 153 kursi.
Kemenanganan di Pemilu 1999, kata Akbar, menyakinkan Pengurus Partai Golkar untuk memperoleh suara lebih banyak lagi di pemilu berikutnya dengan melakukan perubahan-perubahan segala lini, termasuk perubahan paradigma.
"Kami mengenalkan Partai Golkar kepada masyarakat bahwa Partai Golkar sudah berubah, dengan paradigma baru, membuktikan kepada publik perjuangan kami selaras dengan reformasi, dan kami kenalkan sistem rekruitmen calon presiden Indonesia dengan adanya konvensi," kata Akbar.
Menurut Akbar, dengan cara konvensi ini meyakinkan masyarakat bahwa Partai Golkar sudah berubah, lalu menyiapkan kader-kader partai. Lahirnya Kader Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (Ampi) menjadi andalan Partai Golkar menghadapi Pemilu 2004.
"Dan Alhamdulillah Pemilu 2004 Partai Golkar menjadi pemenang, justru jadi pemenang dapat kuris 128 kursi, PDIP yang Pemilu 1999 mendapat kursi pertama turun menjadi kedua. Penurunnya cukup signifikan, tapi kami bersyukur kami bisa menjadi pemenang pada waktu itu, yaitu pemilu setelah reformasi, dan itu menjadi andalan kami dalam menghadapi berbagai agenda politik terutama dalam era reformasi," ujar Akbar.
Namun, Akbar juga mencatat kemunduran Partai Golkar dalam beberapa Pemilu setelah 2004. Suara Partai Golkar terus menurun, pada Pemilu 2009 perolehan suara turun 22 kursi, lalu tahun 2014 turun lagi menjadi 91 kursi, dan Pemilu 2019 hanya memperoleh 85 kursi.
Akbar menyebutkan, masa-masa itu Partai Golkar mengalami penurunan sangat tajam sejak awal reformasi sampai awal 2019.
Meski mengalami penurunan perolehan suara, Golkar selalu berada di peringat tiga besar partai politik, hal ini membuat partai berlambang pohon beringin ini mendapat posisi politik yang cukup penting. Seperti pada Pemilu 2019, kader partainya menduduku jabatan Wakil Ketua DPR RI, dan Ketua MPR RI.
"Ini jadi kepercayaan diri Partai Golkar, Pemilu 2024 harus menyiapkan diri sungguh-sungguh, kalau 2004 Golkar bisa jadi pemenang, Inshaa Allah 20 tahun kemudian bisa menjadi pemenang," kata Akbar.
Akbar Tandjung tampil sebagai pembicara kunci dalam Seminar Daring Nasional bertajuk Dua Dasawarsa Kemenangan Golkar 2004-2024.
Selain Akbar Tandjung, hadir sejumlah pembicara lainnya yang berasal dari internal Partai Golkar seperti Dedi Mulyadi, Sobhirin Noor, Sarmudji, Doli Kurnia Tandjung, dan pengamat dari luar seperti Prof Azyumardi Azhar dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Siti Zuhro dari LIPI, serta Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021