Jakarta (Antara) - Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Gde Pradnyana, mengingatkan bahwa sumber daya migas di Indonesia relatif kecil karena sebagian besar sudah habis dikeruk.

Pemanfaatan sumber daya migas yang ada harus segera dikendalikan, apalagi peningkatan konsumsi tidak cukup diatasi dengan produksi, kata Gde pada acara diskusi "Apa Kabar Kedaulatan Migas Indonesia di 2014...?" Di Universitas Moestopo, Jakarta, Rabu (22/1).

"Sebagian besar migas kita sudah habis dikeruk, cadangannya pun tinggal sedikit. Selama ini kita 'Ge-eR' punya sumber daya migas banyak," ucapnya.

Sebenarnya, menurut Gde, sistem di Indonesia sudah sangat nasionalis, jauh dari praktik liberal. "Tapi kondisinya memang negara yang menganut sistem tersebut semuanya berada dalam peringkat terbawah dari urutan negara eksportir migas," tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Gde, eksplorasi migas sangat penting bagi penambahan cadangan karena cadangan minyak di Indonesia tersisa 3,6 miliar barel. Maka, untuk menambah cadangan harus dilakukan pengeboran sumur.

"Dari sisi volume kita terbentur cadangan, maka kita kampanye di mana-mana supaya kegiatan eksplorasi ini harus gencar. Tujuannya menambah cadangan," jelas Gde.

Namun, kegiatan eksplorasi saat ini banyak mengalami kendala. Ia mengungkapkan tiga kendala kegiatan eksplorasi yakni perpajakan, perizinan, dan kepastian hukum.

"Perpajakan belum beres, peralatan yang masuk masih dikenakan pajak. Kalau perizinan, soal birokrasi. Ada 281 jenis izin yang harus dilalui investor," ujarnya.

Banyaknya berbagai perizinan menjadi halangan bagi para perusahaan migas sehingga membuat proyek pengeboran terus tertunda karena harus memenuhi semua perizinan terutama dari pemerintah daerah.

Setiap perusahaan minyak yang akan melakukan eksplorasi hingga produksi harus memenuhi 281 perizinan seperti izin pemakaian genset, izin pinjam pakai kawasan hutan, izin penggunaan alat berat dan sebaginya. Ditambah lagi proses untuk memenuhi satu izin memerlukan waktu yang cukup lama.

"Saat ini sedang proses pemangkasan izin menjadi 9 cluster (kelompok). Sedangkan soal undang-undang migas, harus cepat disahkan. Memang tidak ada tren penurunan investasi, tetapi akan lebih elok kalau undang-undangnya cepat disahkan sehingga lebih memberi keyakinan pada investor," jelas Gde.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif LKP Moestopo Didik Triana Hadi mengatakan perlu adanya sosialisasi kondisi migas Indonesia saat ini agar publik tidak terbuai dengan gaung yang selama ini menggambarkan Indonesia kaya akan penghasilan migas.

"Perlu adanya kesadaran dari diri kita bahwa energi itu harus diberdayagunakan secara maksimal dan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, tanpa dihambur-hamburkan karena cerita mimpi bahwa negara kita masih kaya akan migas," kata Didik.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Boby Rizaldi menilai perlu adanya bentuk ideal SKK Migas yang mengutamakan keseimbangan "Check and Balance" antara legislatif dan eksekutif.

"Potensi penyelewengan selama ini bukan pada APBN, tetapi melalui konsesi teknologi, operasi, transportasi, komersial, dan lainnya," kata Boby.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014