Bengkulu (Antara) - Perajin tahu di Kota Bengkulu mengeluhkan rendahnya kandungan pati kedelai produksi lokal sementara harganya cukup bersaing dengan kedelai impor.
"Harga tidak jauh berbeda, tapi kandungan pati kedelai lokal sangat rendah, sehingga kami lebih memilih kedelai impor," kata Sofia, perajin tahu di Kelurahan Tanah Patah, Kota Bengkulu, Sabtu.
Ia mengakan, perajin tahu sebenarnya ingin mendukung petani kedelai lokal, namun kualitas kedelai lokal sangat mempengaruhi ongkos produksi perajin.
Meski harga kedelai impor lebih mahal, dimana harga saat ini Rp8.700 per kilogram, namun perajin tetap memilih kedelai impor sebab kandungan patinya lebih tinggi.
"Kami menggunakan kedelai asal Thailand yang kandungan patinya tinggi, dan biji kedelainya juga jauh lebih besar dari kedelai lokal," tambahnya.
Sofia mengatakan bila kandungan pati kedelai rendah, akan mempengaruhi kualitas tahu yang diproduksi.
Meski jumlah kedelai yang direbus banyak, namun patinya sedikit, sehingga tahu yang diproduksi juga menjadi tipis.
"Kami bisa membeli empat ton kedelai untuk keperluan produksi selama sebulan," tambahnya.
Ia menambahkan, bahwa petani lokal sudah pernah berupaya mengembangkan benih kedelai impor tersebut, namun produksinya tidak memuaskan.
Benih kedelai impor itu tetap tumbuh, namun pertumbuhannya tidak optimal sebab batangnya kerdil.
"Kemungkinan benihnya sudah direkayasa sehingga pengembangannya tidak sembarangan, ada perlakukan khusus," ucapnya.
Lebih lanjut perajin yang mempekerjakan tujuh karyawan ini mengatakan bahwa kedelai lokal yang pernah diolahnya antara lain berasal dari Kabupaten Bengkulu Utara, Rejanglebong dan Kabupaten Kepahiang.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
"Harga tidak jauh berbeda, tapi kandungan pati kedelai lokal sangat rendah, sehingga kami lebih memilih kedelai impor," kata Sofia, perajin tahu di Kelurahan Tanah Patah, Kota Bengkulu, Sabtu.
Ia mengakan, perajin tahu sebenarnya ingin mendukung petani kedelai lokal, namun kualitas kedelai lokal sangat mempengaruhi ongkos produksi perajin.
Meski harga kedelai impor lebih mahal, dimana harga saat ini Rp8.700 per kilogram, namun perajin tetap memilih kedelai impor sebab kandungan patinya lebih tinggi.
"Kami menggunakan kedelai asal Thailand yang kandungan patinya tinggi, dan biji kedelainya juga jauh lebih besar dari kedelai lokal," tambahnya.
Sofia mengatakan bila kandungan pati kedelai rendah, akan mempengaruhi kualitas tahu yang diproduksi.
Meski jumlah kedelai yang direbus banyak, namun patinya sedikit, sehingga tahu yang diproduksi juga menjadi tipis.
"Kami bisa membeli empat ton kedelai untuk keperluan produksi selama sebulan," tambahnya.
Ia menambahkan, bahwa petani lokal sudah pernah berupaya mengembangkan benih kedelai impor tersebut, namun produksinya tidak memuaskan.
Benih kedelai impor itu tetap tumbuh, namun pertumbuhannya tidak optimal sebab batangnya kerdil.
"Kemungkinan benihnya sudah direkayasa sehingga pengembangannya tidak sembarangan, ada perlakukan khusus," ucapnya.
Lebih lanjut perajin yang mempekerjakan tujuh karyawan ini mengatakan bahwa kedelai lokal yang pernah diolahnya antara lain berasal dari Kabupaten Bengkulu Utara, Rejanglebong dan Kabupaten Kepahiang.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014