Medan (Antara) - Kegiatan survei yang dijalankan sejumlah lembaga dalam pemilihan umum dinilai kontraproduktif karena  berpotensi merusak dan "mengondisikan" hasil pesta demokrasi.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Sohibul Ansor Siregar di Medan, Kamis, mengatakan faktor itu muncul karena ada kesan desain tertentu melalui survei tersebut.

Tanpa diketahui adanya faktor kesengajaan atau kebetulan, sering sekali hasil pemilu yang ditetapkan tersebut hampir sama dengan survei yang ditampilkan.

Padahal, hampir semua kalangan telah memaklumi jika berbagai tahapan pesta demokrasi, baik pemilu mau pun pilkada tidak jarang disertai praktik kecurangan.

"Bahkan, tidak jarang perhitungan suaranya pun tidak dijamin jujur dan adil," katanya.

Uniknya lagi, kata Siregar, berbagai lembaga survei tersebut hanya muncul dalam penyelenggaraan pesta demokrasi seperti pemilu dan pilkada.

Namun untuk menetukan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, hampir tidak ada lembaga yang melakukan survei guna mengetahui program prioritas bagi masyarakat.

Padahal proses survei tentang program yang dibutuhkan rakyat lebih dibutuhkan agar pemerintah mengetahui kebijakan yang perlu dilakukan.

Karena itu, tidak mengherankan jika muncul asumsi survei tersebut bagian dari desain untuk mengatur hasil Pemilu.

"Siapa yang membiayai mereka," katanya.

Selain itu, manfaat proses survei tersebut juga dipertanyakan jika dikaitkan dengan kondisi penyelenggaraan Pemilu yang masih jauh dari kesempurnaan, mulai dari pendistribusian logistik hingga akurasi daftar pemilih.

"Apalah gunanya survei dalam sebuah proses yang tidak jelas, apalagi di suatu negara yang jumlah pasti warga negaranya pun sulit diketahui," ujar Siregar. (Antara)

Pewarta: Oleh Irwan Arfa

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014