Indonesia yang merupakan negara maritim memiliki potensi perikanan cukup melimpah. Termasuk di Provinsi Bengkulu.
    Hasil tangkapan nelayan di provinsi tersebut selain memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, juga dijual ke provinsi lain seperti Sumatera Barat, Jambi, serta Sumatera Selatan.
    Selain dalam bentuk segar, hasil olahan berupa ikan kering atau ikan asin pun menjadi primadona. Bahkan, Pulau Enggano yang menjadi batas daerah terluar Wilayah Indonesia dari Provinsi Bengkulu pun memiliki industri rumah tangga yakni memproduksi ikan asin.
    Begitu pula, warga di Pesisir Pantai Panjang, Kota Bengkulu, tepatnya di Kelurahan Malabro ada yang memproduksi ikan asin lantaran sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
    Candra Arif (29), salah satu pembuat ikan kering di kelurahan tersebut mengatakan proses pembuatan produk olahan ikan tersebut berbeda dengan yang lain.
    "Prosesnya pun sangat mudah. Hanya dengan mencuci ikan tersebut dengan air garam, kemudian dijemur selama satu  sampai tiga hari tanpa melalui proses perebusan terlebih dahulu," ujar nya.
    Untuk proses pembuatan ikan tawar seperti ikan teri, ikan  beledang, ikan geleber, dan ikan lidah-lidah, melalui proses pencucian dengan air laut terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pencucian dengan garam sebanyak dua kilogram jika ikan yang  akan dikeringkan tersebut sebanyak 10 kilogramdan terakhir dilakukan penjemuran selama satu hari.
    Namun berbeda untuk proses pembuatan ikan asin. Terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat ikan. Jika beratnya mencapai 10 kilogram maka kadar garam yang digunakan untuk proses pencuci sebanyak 5 kilogram.
    "Atau dua berbanding satu antara berat ikan dan kadar garam yang digunakan dalam proses pencucian. Kemudian dilakukan juga proses penjemuran selama tiga hari," kata dia.
     Jenis ikan laut yang sering diolah menjadi ikan asin oleh penjual di Wilayah Kelurahan Malabro ialah  kakap merah, tongkol, hiu dan lainnya.
    Ia menjelaskan juga bahwa ikan asin dan ikan tawar yang dijual oleh beberapa warga di kios sederhana di tepi pantai,  sudah menjadi perburuan wisatawan yang datang ke Kota Bengkulu untuk dijadikan oleh-oleh. Selain itu, ikan tersebut memiliki keawetan selama 6 bulan.
    Candra mengaku memulai usaha tersebut sejak tahun 2012, dengan alasan selain ingin mendapatkan penghasilan juga membantu
membantu para nelayan setempat untuk menambah pendapatan mereka.
    Hal tersebut, lanjut dia, didasari karena  hasil tangkapan nelayan setempat  bisa melebihi dari keinginan para pedagang pengumpul ikan.
    Sehingga, lanjut dia, para nelayan harus menjual ikan ke provinsi lain dengan patokan harga di bawah standar dibandingkan penjualan di Kota Bengkulu.
    Kemudian sebagian nelayan dan keluarganya mengolah ikan tersebut agar lebih awet dan memiliki nilai ekonomis tinggi yakni dibuat ikan kering dan ikan asin.
    Omzet penjualan ikan asin tiap kios berbeda, namun rata-rata mereka mengantongi rupiah berkisar 200 ribu hingga 500 ribu dalam sehari.
    Namun, jika hari libur seperti pergantian tahun atau hari raya omzet mereka bisa berkisar satu juta hingga 1,5 juta rupiah per hari.
    Sementara itu, harga ikan asin dan ikan kering yang ditawarkan bervariasi, namun rata-rata Rp60 ribu per kilogram dan penjual pun ada yang telah mengemas dengan ukuran seperempat kilogram dengan harga Rp15 ribu per bungkus.    
    Sedangkan untuk ikan asin dengan ukuran besar seperti ikan gebur, ikan capa, ikan tongkol harganya berkisar Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per ekor. (*)



Pewarta: Oleh Arif Dharma Putra

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014