Laguboti (ANTARA Bengkulu) - Serikat Tani Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, mengembangkan beras organik di Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, untuk dipasarkan di daerah tersebut.
"Pengembangan beras organik itu, berawal ketika salah seorang anggota kelompok mencoba menanam padi menggunakan sistem Pertanian Selaras Alam (PSA) pada lahan seluas satu rantai di wilayah setempat," ujar Ketua PSA Serikat Tani Toba Samosir (Tobasa), Riston Hutahaean di Laguboti, Selasa.
Menurutnya, sistem pertanian ramah lingkungan itu cukup berhasil di daerah itu, terbukti dengan makin banyaknya anggota kelompok tani yang mengembangkannya, terutama disebabkan minimnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia sehingga biaya produksi relatif lebih murah.
Bahkan untuk saat ini, lanjutnya, anggota kelompok mereka mengalami pertambahan anggota cukup drastis, hingga memiliki tiga belas anggota yang siap menerapkan sistem pertanian organik pada areal seluas enam hektar dan telah berhasil memproduksi gabah sebesar enam ton sekali panen setiap tahunnya.
Selain itu, Riston mengaku cukup terbantu dengan sistem pemasaran yang diterapkan Serikat Tani dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), karena produksi beras organik mereka bisa dijual di atas harga beras konvensional, yakni senilai Rp9.000 per kilogram jauh di atas harga pasar yang hanya sebesar Rp7.000 per kilogram.
"Selain berkurangnya biaya produksi untuk pembelian pupuk dan pestisida, kami juga menikmati keuntungan dari selisih harga yang diberlakukan," sebutnya.
Sementara itu, anggota serikat tani lainnya, Parlindungan Hutajulu menyampaikan keluhan atas minimnya alat-alat dukung penghasil kompos dan pemasaran hasil, karena distribusi bantuan sarana produksi yantg diberikan Dinas Pertanian setempat kurang tepat sasaran.
Sebab, menurutnya, justeru petani yang memahami pola pertanian organik tidak diberi kesempatan untuk memanfaatkan bantuan dari instansi bersangkutan, hingga akhirnya bantuan dimaksud terkesan percuma karena seperti terbuang secara sia-sia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tobasa, Parlindungan Simanjuntak menyebutkan, pihaknya telah menargetkan mencetak 150 hektare lahan pertanian organik untuk komoditas beras pada 2012, guna mewujudkan program Dinas Pertanian menuju visi "go organic 2015".
Untuk merealisasikan program tersebut, kata dia, sarana dan prasarananya akan dipersiapkan dan dananya telah dianggarkan melengkapi alat pendukung, seperti pembuatan rumah kompos, hand tracktor, lumbung padi serta peralatan lain.
Pemerintah daerah setempat, lanjutnya, telah menyusun program pasca panen "two in one" seperti penyediaan mobil pengangkut hasil panen hingga pemasaran produk pertanian organik.
"Pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan pertanian organik dimaksud diharapkan bisa bertambah hingga mencapai 500 hektare, sebab menurut data statistik BPS daerah Tobasa menempati peringkat kedua sebagai penghasil beras di Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang," kata Parlindungan. (KR-JRD/A023)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Pengembangan beras organik itu, berawal ketika salah seorang anggota kelompok mencoba menanam padi menggunakan sistem Pertanian Selaras Alam (PSA) pada lahan seluas satu rantai di wilayah setempat," ujar Ketua PSA Serikat Tani Toba Samosir (Tobasa), Riston Hutahaean di Laguboti, Selasa.
Menurutnya, sistem pertanian ramah lingkungan itu cukup berhasil di daerah itu, terbukti dengan makin banyaknya anggota kelompok tani yang mengembangkannya, terutama disebabkan minimnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia sehingga biaya produksi relatif lebih murah.
Bahkan untuk saat ini, lanjutnya, anggota kelompok mereka mengalami pertambahan anggota cukup drastis, hingga memiliki tiga belas anggota yang siap menerapkan sistem pertanian organik pada areal seluas enam hektar dan telah berhasil memproduksi gabah sebesar enam ton sekali panen setiap tahunnya.
Selain itu, Riston mengaku cukup terbantu dengan sistem pemasaran yang diterapkan Serikat Tani dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), karena produksi beras organik mereka bisa dijual di atas harga beras konvensional, yakni senilai Rp9.000 per kilogram jauh di atas harga pasar yang hanya sebesar Rp7.000 per kilogram.
"Selain berkurangnya biaya produksi untuk pembelian pupuk dan pestisida, kami juga menikmati keuntungan dari selisih harga yang diberlakukan," sebutnya.
Sementara itu, anggota serikat tani lainnya, Parlindungan Hutajulu menyampaikan keluhan atas minimnya alat-alat dukung penghasil kompos dan pemasaran hasil, karena distribusi bantuan sarana produksi yantg diberikan Dinas Pertanian setempat kurang tepat sasaran.
Sebab, menurutnya, justeru petani yang memahami pola pertanian organik tidak diberi kesempatan untuk memanfaatkan bantuan dari instansi bersangkutan, hingga akhirnya bantuan dimaksud terkesan percuma karena seperti terbuang secara sia-sia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tobasa, Parlindungan Simanjuntak menyebutkan, pihaknya telah menargetkan mencetak 150 hektare lahan pertanian organik untuk komoditas beras pada 2012, guna mewujudkan program Dinas Pertanian menuju visi "go organic 2015".
Untuk merealisasikan program tersebut, kata dia, sarana dan prasarananya akan dipersiapkan dan dananya telah dianggarkan melengkapi alat pendukung, seperti pembuatan rumah kompos, hand tracktor, lumbung padi serta peralatan lain.
Pemerintah daerah setempat, lanjutnya, telah menyusun program pasca panen "two in one" seperti penyediaan mobil pengangkut hasil panen hingga pemasaran produk pertanian organik.
"Pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan pertanian organik dimaksud diharapkan bisa bertambah hingga mencapai 500 hektare, sebab menurut data statistik BPS daerah Tobasa menempati peringkat kedua sebagai penghasil beras di Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang," kata Parlindungan. (KR-JRD/A023)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012