Pontianak (Antara) - Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan mencatat izin pengelolaan tambang di wilayah Kalimantan mencapai 16 juta hektare.
"Namun, yang dibuka untuk tambang baru 500 ribu hektare," kata Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Tuti Hendrawati Mintarsih di Pontianak, Kalbar, Jumat.
Ia melanjutkan, kondisi itu menunjukkan bahwa masih akan ada pembukaan lahan untuk keperluan tambang di Kalimantan.
"Perusahaan-perusahaan itu akan mengajukan pembukaan lahan, secara bertahap," kata dia.
Ia menambahkan, pertambangan yang diajukan itu beragam seperti batu bara, bauksit, timah, zircon dan mangaan.
Sedangkan di Kalbar, lanjut dia, yang dominan yakni bauksit, mangaan dan puyak.
Ia mengakui, untuk perusahaan pertambangan dalam skala besar terbilang lebih tertib. "Yang kecil-kecil malah kurang tertib," ucap Tuti Hendrawati.
Namun, ia mengatakan, untuk 78 persen lahan yang belum dikelola masih dapat diselamatkan melalui pengawasan yang ketat.
"Ada program proper yang diawasi secara kontinyu, dan pengolahan limbah sesuai dengan yang diawasi atau tidak," tuturnya.
Ia juga tidak memungkiri bahwa kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh kebijakan.
Untuk itu, ia mengingatkan, diperlukan kesepakatan dan kerja sama lintas sektoral guna mengatasi ancaman kerusakan lingkungan di Kalimantan secara keseluruhan. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
"Namun, yang dibuka untuk tambang baru 500 ribu hektare," kata Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Tuti Hendrawati Mintarsih di Pontianak, Kalbar, Jumat.
Ia melanjutkan, kondisi itu menunjukkan bahwa masih akan ada pembukaan lahan untuk keperluan tambang di Kalimantan.
"Perusahaan-perusahaan itu akan mengajukan pembukaan lahan, secara bertahap," kata dia.
Ia menambahkan, pertambangan yang diajukan itu beragam seperti batu bara, bauksit, timah, zircon dan mangaan.
Sedangkan di Kalbar, lanjut dia, yang dominan yakni bauksit, mangaan dan puyak.
Ia mengakui, untuk perusahaan pertambangan dalam skala besar terbilang lebih tertib. "Yang kecil-kecil malah kurang tertib," ucap Tuti Hendrawati.
Namun, ia mengatakan, untuk 78 persen lahan yang belum dikelola masih dapat diselamatkan melalui pengawasan yang ketat.
"Ada program proper yang diawasi secara kontinyu, dan pengolahan limbah sesuai dengan yang diawasi atau tidak," tuturnya.
Ia juga tidak memungkiri bahwa kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh kebijakan.
Untuk itu, ia mengingatkan, diperlukan kesepakatan dan kerja sama lintas sektoral guna mengatasi ancaman kerusakan lingkungan di Kalimantan secara keseluruhan. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014