Jambi (ANTARA Bengkulu) - Populasi Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae) di Provinsi Jambi terancam punah akibat makin maraknya alih fungsi lahan di daerah itu.
Padahal populasi harimau Sumatra di daerah itu saat ini berkisar 250-300 ekor dan tersebar di seluruh kabupaten termasuk di Kabupaten Kerinci, kata Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi Rakhmad Hidayat di Jambi, Senin.
"Dari jumlah itu 125 ekor di antaranya berada di kawasan taman nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang membentang antara Provinsi Jambi, Sumatra Selatan dan Bengkulu," ujarnya.
Meski sebagian besar berada di kawasan hutan lindung, kondisi itu tidak menjamin keberlangsungan hidup harimau Sumatra bisa aman, mengingat semakin hari kawasan hutan di Jambi terus tergerus akibat alihfungsi lahan menjadi perkebunan atau perumahan.
Dia mencatat, selama periode 2011 terdapat lima kasus besar konflik masyarakat dengan satwa. Diantaranya adalah munculnya beberapa ekor harimau pemangsa di daerah pemukiman masyarakat salah satunya di daerah Bayung Lincir.
Diduga kuat kawanan harimau tersebut keluar dari Taman Nasional Berbak (TNB) akibat terus berkurangnya habitat harimau di kawasan tersebut. Warsi juga mencatat dua harimau Sumatra mati tersengat listrik di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
"Tidak hanya habitat harimau, konflik dan alih fungsi lahan juga mengancam habitat gajah Sumatra. Hampir setiap tahun konflik masyarakat dengan gajah terus berlanjut," jelasnya.
Terkait hal itu, Rakhmad sangat berharap baik pemerintah pusat maupun daerah bisa lebih memperjelas dan tegas dalam menerapkan aturan pengelolaan kawasan hutan.
"Jadi, pengelolaan sumber daya alam yang membabi buta tidak hanya akan menimbulkan konflik di masyarakat, namun juga bahaya bagi habitat satwa. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa ada penanganan konkret diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun ke depan populasi harimau Sumatra khususnya di Jambi bisa punah," tambah
Rakhmad. (T.KR-BS/D009)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Padahal populasi harimau Sumatra di daerah itu saat ini berkisar 250-300 ekor dan tersebar di seluruh kabupaten termasuk di Kabupaten Kerinci, kata Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi Rakhmad Hidayat di Jambi, Senin.
"Dari jumlah itu 125 ekor di antaranya berada di kawasan taman nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang membentang antara Provinsi Jambi, Sumatra Selatan dan Bengkulu," ujarnya.
Meski sebagian besar berada di kawasan hutan lindung, kondisi itu tidak menjamin keberlangsungan hidup harimau Sumatra bisa aman, mengingat semakin hari kawasan hutan di Jambi terus tergerus akibat alihfungsi lahan menjadi perkebunan atau perumahan.
Dia mencatat, selama periode 2011 terdapat lima kasus besar konflik masyarakat dengan satwa. Diantaranya adalah munculnya beberapa ekor harimau pemangsa di daerah pemukiman masyarakat salah satunya di daerah Bayung Lincir.
Diduga kuat kawanan harimau tersebut keluar dari Taman Nasional Berbak (TNB) akibat terus berkurangnya habitat harimau di kawasan tersebut. Warsi juga mencatat dua harimau Sumatra mati tersengat listrik di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
"Tidak hanya habitat harimau, konflik dan alih fungsi lahan juga mengancam habitat gajah Sumatra. Hampir setiap tahun konflik masyarakat dengan gajah terus berlanjut," jelasnya.
Terkait hal itu, Rakhmad sangat berharap baik pemerintah pusat maupun daerah bisa lebih memperjelas dan tegas dalam menerapkan aturan pengelolaan kawasan hutan.
"Jadi, pengelolaan sumber daya alam yang membabi buta tidak hanya akan menimbulkan konflik di masyarakat, namun juga bahaya bagi habitat satwa. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa ada penanganan konkret diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun ke depan populasi harimau Sumatra khususnya di Jambi bisa punah," tambah
Rakhmad. (T.KR-BS/D009)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012