Jakarta (Antara) - Mantan menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng mengklaim bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki bukti bahwa dirinya korupsi proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

"Tidak adanya bukti-bukti keras yang dapat dipaparkan untuk menjerat saya. Jaksa KPK harus mencari suatu pegangan, sesuatu yang dapat dijalin menjadi dasar tuntutan terhadap saya. Dalam hal inilah KPK merangkai-rangkai cerita sesuai dengan apa yang mereka kehendaki," kata Andi saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Dalam perkara ini, Andi dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,5 miliar subider 2 tahun kurungan.

"Begitu banyak kesaksian yang ada dalam persidangan ini mengatakan hal yang berbeda. Terkadang pula jaksa KPK menggunakan suatu fakta yang sebenarnya sederhana, tetapi kemudian ditafsirkan secara liar untuk memojokkan saya," tambah Andi.

Mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut mengaku bahwa selama dua tahun KPK memeriksa kasus Hambalang, penyidik KPK ternyata tidak menemukan apapun dari dirinya, istrinya maupun anak-anaknya.

"Karena memang saya, istri dan anak-anak saya tidak pernah mencari, menerima, atau mempercakapkan dana-dana yang tidak semestinya," ungkap Andi.

Andi dalam pledoinya juga membantah semua rangkaian perbuatan yang didakwakan jaksa kepadanya.

Misalnya pertemuann antara Andi dengan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhammad Noor  dan Arief Taufiqurrahman yang datang bertamu di rumahnya saat baru dilantik sebagai Menpora.

"Saudara Teuku Bagus dan temannya adalah tamu bersama ratusan tamu lainnya yang datang ke rumah saya, tanpa undangan saya, hanya untuk memberi selamat dan simpati," ungkap Andi.

Selanjutnya mengenai rapat perencanaan, dana Hambalang, dan pertemuan dengan anggota DPR menurut Andi adalah bagian tugasnya sebagai Menpora.

"Setelah menjadi Menpora, tugas saya adalah sebagai pembuat kebijakan, bukan perencanaan teknis proyek. Tidak sekalipun saya memutuskan atau merasa perlu mengatur hal-hal yang bersifat mikro dan operasional, seperti penunjukan atau lelang pekerjaan kontraktor perencana maupun kontraktor manajemen konstruksi," tambah Andi.

Rapat kerja yang ia lakukan bersama staf di Gedung DPR RI, Senayan, adalah bagian dari tugas utamanya, termasuk kedatangan rombongan anggota DPR Komisi X yang dipimpin ketua Komisi Mahyuddin menurut Andi sebagai interaksi eksekutif legislatif yang sehat.

Kemudian tentang penerimaan uang dari adiknya Choel Mallarangeng sebesar 550 ribu dolar AS yang dikirimkan oleh mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam melalui mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Deddy Kusdinar dan Rp2 miliar yang diberikan Herman Prananto menurut Andi tidak diterimanya.

"Jaksa KPK menganggap bahwa sayalah sesungguhnya penerima dana dana tersebut. Istilah kunci yang selalu digunakan jaksa adalah kata 'melalui' padahal  saya tidak pernah tahu akan hal itu. Tidak ada bukti lisan maupun tulisan. Tidak ada rekaman pembicaraan," jelas Andi.

Dana itu digunakan untuk  keperluan operasional Menpora seperti jamuan makan dan kegiatan operasional Kemenpora lain yang dikoordinasikan melalui sekretaris Andi, Iim Rohimah, Toni Poniman, Wafid Muharam dan Poniran; selanjutnya pembayaran tunjangan hari raya untuk protokoler Menpora, pembantu dan pengawal di rumah dinas menpora dan rumah kediaman Andi.

Serta ketiga akomodasi dan pembelian tiket pertandingan sepak bola piala AFF di Senayan dan Malaysia serta pertandingan tim Manchester United untuk rombongan Menpora serta anggota Komisi X DPR seperti dari tagihan travel sebesar 30.410 dolar AS dan kelebihan bagasi Rp6 juta.

"Saya jarang mengecek secara rinci berapa persisnya pos dana pribadi ini yang terakumulasi sejak saya menjadi menteri. Tapi jumlahnya pasti mencukupi jika digunakan hanya untuk pembelian tiket ibu dan anak saya, atau pembayaran hotel dua atau tiga hari di luar negeri, yang jumlahnya pasti tidak akan mencapai puluhan juta rupiah," jelas Andi.

Andi dituntut berdasarkan pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan yang ada padanya jabatan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014