Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, menyebutkan, data keluarga rawan stunting atau gagal tumbuh di daerah itu mencapai 86.000.
"Di Rejang Lebong ini hasil Survei Status Gizi Indonesia atau SSGI yang dilakukan tahun 2020 untuk dilakukan intervensi ada 26 persen. Kalau jumlah itu diambil, keluarga yang berisiko stunting di Rejang Lebong ini sekitar 86.000," kata Kepala DP3APPKB Rejang Lebong Zulfan Efendi di Rejang Lebong, Rabu.
Dia menjelaskan, jumlah keluarga rawan stunting di daerah tersebut merupakan yang tertinggi di Provinsi Bengkulu, di mana hal ini dilihat berdasarkan ketersediaan sanitasi dalam suatu keluarga, menerima bantuan sosial atau tidak, pola asuh dan lainnya.
"Kalau berdasarkan pendataan kami (DP3APPKB) ukurannya mereka itu ikut program KB atau tidak, menikah terlalu tua, terlalu muda, terlalu rapat. Ada lima terlalu, jika ada maka keluarga itu berisiko dan menjadi sasaran," terangnya.
Menurut dia, penanganan kasus stunting ini harus dilakukan secara konvergensi atau keroyokan mengingat mereka hanya bertindak sebagai koordinator, sedangkan untuk tindakan melibatkan berbagai OPD terkait lainnya.
"Kalau kami ini sasarannya keluarga berisiko stunting, kami sifatnya pencegahan. Untuk anak yang menderita stunting datanya ada di dinas kesehatan, datanya sekitar 12 persen," terangnya.
Sejauh ini pihaknya sudah melakukan tujuh dari delapan tindakan penanganan stunting diantaranya penyiapan data, melakukan rembuk bersama antara OPD terkait, kemudian tindakan apa yang harus diambil, persiapan regulasi dan pada tahapan ke tujuh melaksanakan audit kasus stunting (AKS).
Pada pelaksanaan audit kasus stunting terhadap sejumlah OPD terkait ini dilakukan guna mengetahui apa saja dilakukan dan nantinya diambil sampel dari beberapa warga guna melihat kemajuannya oleh tim pakar yang berasal tenaga dokter ahli ginekolok, ahli gizi dan spesialis anak.
"Saat ini kita belum membuat kesimpulan nantinya evaluasi hasil AKS akan dilaksanakan diseminasi guna memberikan rekomendasi apa saja yang bisa dilakukan, kemudian kasusnya tertinggi di Rejang Lebong ini apa penyebabnya sehingga bisa diberikan penanganan khusus," demikian Zulfan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Di Rejang Lebong ini hasil Survei Status Gizi Indonesia atau SSGI yang dilakukan tahun 2020 untuk dilakukan intervensi ada 26 persen. Kalau jumlah itu diambil, keluarga yang berisiko stunting di Rejang Lebong ini sekitar 86.000," kata Kepala DP3APPKB Rejang Lebong Zulfan Efendi di Rejang Lebong, Rabu.
Dia menjelaskan, jumlah keluarga rawan stunting di daerah tersebut merupakan yang tertinggi di Provinsi Bengkulu, di mana hal ini dilihat berdasarkan ketersediaan sanitasi dalam suatu keluarga, menerima bantuan sosial atau tidak, pola asuh dan lainnya.
"Kalau berdasarkan pendataan kami (DP3APPKB) ukurannya mereka itu ikut program KB atau tidak, menikah terlalu tua, terlalu muda, terlalu rapat. Ada lima terlalu, jika ada maka keluarga itu berisiko dan menjadi sasaran," terangnya.
Menurut dia, penanganan kasus stunting ini harus dilakukan secara konvergensi atau keroyokan mengingat mereka hanya bertindak sebagai koordinator, sedangkan untuk tindakan melibatkan berbagai OPD terkait lainnya.
"Kalau kami ini sasarannya keluarga berisiko stunting, kami sifatnya pencegahan. Untuk anak yang menderita stunting datanya ada di dinas kesehatan, datanya sekitar 12 persen," terangnya.
Sejauh ini pihaknya sudah melakukan tujuh dari delapan tindakan penanganan stunting diantaranya penyiapan data, melakukan rembuk bersama antara OPD terkait, kemudian tindakan apa yang harus diambil, persiapan regulasi dan pada tahapan ke tujuh melaksanakan audit kasus stunting (AKS).
Pada pelaksanaan audit kasus stunting terhadap sejumlah OPD terkait ini dilakukan guna mengetahui apa saja dilakukan dan nantinya diambil sampel dari beberapa warga guna melihat kemajuannya oleh tim pakar yang berasal tenaga dokter ahli ginekolok, ahli gizi dan spesialis anak.
"Saat ini kita belum membuat kesimpulan nantinya evaluasi hasil AKS akan dilaksanakan diseminasi guna memberikan rekomendasi apa saja yang bisa dilakukan, kemudian kasusnya tertinggi di Rejang Lebong ini apa penyebabnya sehingga bisa diberikan penanganan khusus," demikian Zulfan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022