Hiroshima, Jepang (Antara/AFP) - Puluhuan ribu orang berkumpul dalam upacara damai di Hiroshima, Rabu, memperingati 69 tahun peristiwa serangan bom atom oleh Amerika Serikat di kota tersebut, pada saat sentimen antinuklir meluas di Jepang.

Suara bel berbunyi ketika penyintas yang sudah lanjut usia, para keluarga dan pejabat pemerintah maupun utusan asing bersama-sama mengheningkan cipta di tengah hujan pada pagi hari sekitar pukul 8.15 waktu setempat, mengenang ledakan yang membuat kota itu membara bak neraka.

Walikota Hiroshima, Kazumi Matsui mengajak orang-orang untuk mendengarkan suara para penyintas ketika berpidato pada upacara yang juga dihadiri oleh Perdana Menteri Shinzo Abe dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang, Caroline Kennedy.

"Tolong minta air..." rintihan di ambang kematian masih jelas dalam ingatan bocah laki-laki yang saat itu berumur 15 tahun dan pelajar SMP," kata walikota mengenai kenangan seorang penyintas.

Permohonan itu berasal dari pelajar SMP  adik kelas dan penyintas menggambarkan pemandangan yang memilukan:

"Mereka mengalami luka bakar yang parah, wajahnya bengkak, alis gundul dan seragam sekolah yang compang-camping."

Walikota menambahkan bahwa banyak penyintas yang merasa bersalah karena selamat dalam bencana itu.

"Namun "orang-orang jarang membicarakan masa lalu karena pengalaman yang mengerikan, dan kini mereka sudah lanjut usia, mulai terbuka," katanya.

Pesawat pengebom B-29 milik Amerika Serikat yang berma aEnola Gay menjatuhkan bom atom ke Hiroshima pada 6 Agustus 1945, yang mengakhiri Perang Dunia II.

Ledakan bom atom itu menewaskan 140.000 orang hingga Desember tahun tersebut.

Pada 9 Agustus, kota pelabuhan Nagasaki juga mendapat serangan bom atom, diperkirakan menewaskan 70.000 orang.

Jepang menyerah kalah beberapa hari kemudian -- pada 15 Agustus 1945 -- membuat perang berakhir.

Para ahli sejarah berselisih pendapat, apakah bom kembar itu mempercepat akhir peperangan dengan memaksa Jepang menyerah dan mencegah lebih banyak korban dibandingkan invasi daratan yang direncanakan.    

Kota-kota yang menjadi korban bom itu menyebarkan gerakan antinuklir dan menyebut bom atom sebagai "setan yang nyata".

Pekan lalu, media Amerika Serikat menyiarkan bahwa kematian Theodore Van Kirk, awak Enola Gay terakhir, yang meninggal dalam usia 93 tahun.

Upacara pemakamannya direncanakan pada 5 Agustus di kampung halamannya Northumberland, Pennsylvania, nyaris bertepatan dengan peringatan Hiroshima di Jepang.

Sentimen antinuklir berkembang di Jepang setelah gempa bumi disusul tsunami yang merenggut 19.000 korban jiwa atau hilang, melumpuhkan sistem pendingin pembangkit nuklir Daiichi di Fukushima pada 2011.

Tidak ada korban meninggal yang terjadi akibat langsung dari krisis nuklir, tetapi reaktor yang meleleh menyebarkan radiasi atas lahan yang amat luas sehingga ribuan penduduk harus menyingkir dari rumah-rumah mereka, menjadi bencana atom terburuk setelah Chernobyl pada 1986.

Meskipun mendatang pertentangan keras dari masyarakatm Pemantau Nuklir Jepang bulan lalu menyatakan bahwa dua reaktor nuklir sudah cukup aman untuk dihidupkan kembali.

Keputusan itu menandai langkah besar untuk memulai kembali pembangkit nukli di negara tersebut setelah ditutup akibat bencana dan menyebabkan tudingan bahwa regulator merupakan boneka industri nuklir.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014