Sepasang suami-istri beserta seorang wanita paruh baya dan balita di Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bertahan hidup di dalam ruang jamban sempit yang tertimbun longsor tanah setinggi 2 meter.

Peristiwa itu terjadi saat gempa Bumi bermagnitudo 5,6 mengguncang seisi rumah Syifa Laila (22) di RT03/RW01 Desa Cijedil, pada 21 November 2022 pukul 13.21 WIB.

Kesaksian korban menyebut, kejadian diawali guncangan pertama yang diiringi empat kali suara serupa dentuman yang menyeruak dari dalam tanah, berikut dua kali gempa susulan.

Beberapa detik kemudian, langit yang semula cerah, seketika gelap tertutup kepulan asap hitam pekat yang tidak diketahui asalnya.

Siang itu Syifa berada di dalam rumah menemani putranya bernama Nazril (3), ditemani suaminya, Ramdhan Fahri (20), serta ibu mertua, Iis (50).

Guncangan gempa memaksa mereka berlari sekuat tenaga mencari tempat berlindung, menyusuri gang sempit padat bangunan di antara reruntuhan puing dan retakan tanah.

Langkah kaki keempat korban mengarah menuju ruang jamban milik tetangganya yang berjarak kurang dari tiga meter dari tempat tinggal. Ruangan berukuran sekitar 1 x 1 meter itu pun cukup untuk menampung keempat korban, meski tubuh mereka saling berimpitan.

Tak lama berselang, atap ruang jamban setinggi 3 meter pun ambruk diterjang tanah longsor yang datang dari dataran yang lebih tinggi, menindih tubuh keempat korban. Mereka pun terkubur hidup-hidup.


Bertahan hidup

Dalam suasana mencekam itu, jeritan tangis sang anak, teriakan minta tolong dari suami yang diiringi sayup doa dari ibu mertua, membuat Syifa yakin jika mereka masih dalam keadaan hidup.

Beruntung, impitan puing bangunan dan material kayu penyangga atap ruangan yang roboh membuka celah-celah kecil yang membawa oksigen masuk ke dalam ruang sempit yang sesak ditimbun tanah berlumpur.

Di tengah keterbatasan ruang gerak, Ramdhan berteriak meminta pertolongan. Suaranya terdengar hingga permukaan tanah dari rongga kecil ruang jamban.

Selama 2 jam keempat korban berteriak meminta pertolongan, hingga akhirnya salah seorang korban yang selamat mendengar teriakan itu dan bergegas mencari sumber suara.

Kakak ipar korban, Nur Wanta, menceritakan kondisi keempat korban saat terkubur mengalami sejumlah luka. Syifa mengalami patah tulang di bagian kedua bahu dan lengan serta tulang punggung, sementara sang putra, Nazril, terluka goresan benda tajam di kepala.

 
Kakak ipar korban Nur Wanta saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (29-11-2022). ANTARA/Andi Firdaus
 

Ramdhan mengalami lebam di bagian kaki karena tergencet puing, sedangkan kaki kanan Iis luka tertembus besi panjang.

Setelah memastikan seluruh korban dalam keadaan selamat, seorang tetangga yang berniat untuk menolong bergegas memanggil bantuan dari tujuh polisi yang bertugas di Polsek Cugenang.

Aksi penyelamatan dilakukan secara manual itu mesti ekstrahati-hati, sebab kondisi puing yang tidak stabil serta tanah yang rawan longsor susulan.

Evakuasi berjalan selama lebih dari sejam dengan cara mengangkat satu persatu puing dan menggali timbunan tanah dengan cangkul dan mengeruk tanah dengan jari tangan.

Setelah para korban terangkat, mereka pun segera dilarikan menuju Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat, untuk menjalani perawatan intensif.


Episentrum gempa

Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, mulai dikenal secara luas karena menjadi titik pusat terjadinya bencana gempa Bumi Cianjur yang menewaskan 323 jiwa, sebanyak sembilan jiwa lainnya masih dalam pencarian hingga saat ini.

Berdasarkan laporan Basarnas, total korban longsor yang telah ditemukan hingga Senin (29-11) di Desa Cijedil mencapai 20 jenazah dari total laporan orang hilang berkisar 30-an jiwa.

Jenazah tersebut berhasil dievakuasi pada Jumat (25-11) sebanyak delapan jiwa, Sabtu (26-11) enam jiwa, Minggu (27-11) tiga jiwa, dan Senin (28-11) siang dua jiwa.

Kawasan itu berada pada kontur lahan perbukitan berkelok di antara jurang yang curam di sisi jalan raya yang menghubungkan Cianjur dengan Cipanas. Kawasan itu dikenal dengan sebutan tapal kuda.

Sepanjang ujung lereng, berjajar rapat bangunan permanen yang difungsikan sebagai tempat usaha seperti warung, perbankan, sekolah TK dan SD, serta Kantor PGRI. Beberapa meter di bawah lereng terdapat permukiman padat penduduk.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut sesar Cimandiri menjadi sebab atas terjadinya gempa tektonik.

Hingga hari kedelapan setelah kejadian atau Senin ini, tercatat 703 orang korban luka gempa Cianjur, 73.693 orang pengungsi, 323 orang meninggal dunia, dan sembilan orang dalam pencarian.

Gempa terjadi berkekuatan Magnitudo 5,6 di sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur pada tanggal 21 November 2022 pukul 13.21 WIB. Pusat gempa Bumi berada di darat pada kedalaman 10 km di koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.

Badan SAR Nasional (Basarnas) memperpanjang operasi pencarian korban gempa Cianjur selama 3 hari atau dari 28--30 November 2022.

Pencarian dipusatkan pada tiga lokasi, yakni Warung Sate Sinta dengan melibatkan 176 personel, lima regu anjing pelacak, dan empat personel pemindai kehidupan (life detector), Desa Cijedil RT03/RW01 Kecamatan Cugenang dengan 134 personel, empat tim anjing pelacak, dan empat personel life detector, dan Kampung Cicadas Desa Cijedil Kecamatan Cugenang dengan 62 personel, dua tim anjing pelacak, dan empat personel life detector.


Editor: Achmad Zaenal M
 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Celah udara selamatkan satu keluarga di ruang jamban

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022