Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu akan mengaktifkan sebanyak 1.471 anggota satuan tugas mitigasi bencana yang tersebar di seluruh desa dan kelurahan di daerah itu.
"Kita sudah memiliki 1.471 anggota satgas mitigasi bencana dan mereka kembali akan diaktifkan untuk kesiapsiagaan karena Bengkulu termasuk daerah rawan bencana," kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto di Bengkulu, Rabu.
Ia mengatakan anggota satgas mitigasi bencana itu sesuai dengan jumlah desa dan kelurahan yang terdapat di 10 kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu.
Perekrutan anggota satgas mitigasi bencana itu dilakukan oleh BPBD pada 2009, setelah gempa besar berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Padang, Sumatra Barat.
"Keberadaan satgas ini untuk koordinasi dan berbagi informasi tentang kebencanaan, terutama di wilayah pesisir Pantai Barat Sumatra," katanya.
Ia mengatakan terdapat 241 desa di wilayah pesisir yang rawan bencana gempa dan tsunami.
Pada awal perekrutan anggota satgas mitigasi bencana ini, pemerintah menyediakan honor sebesar Rp400 ribu.
"Tapi ini sifatnya sukarela atau relawan jadi honor sebenarnya tidak wajib, hanya mereka dilengkapi alat komunikasi untuk mendukung koordinasi soal kebencanaan," katanya.
Anggota satgas itu memiliki tugas utama yakni mendeteksi sedini mungkin ancaman bencana alam yang terjadi di desa atau kelurahan mereka masing-masing.
Secara rutin mereka akan melaporkan pada BPBD Bengkulu mengenai segala bentuk ancaman bencana, sehingga petugas dari provinsi cepat merespon untuk mengambil langkah yang perlu dilakukan secepatnya.
Selain memperkuat peran anggota satgas mitigasi bencana, BPBD Provinsi Bengkulu juga akan mendirikan radio siaga bencana untuk menyiapkan masyarakat yang sadar bencana.
"Hampir 80 persen penduduk Bengkulu ada di desa dan mereka biasa membawa radio kecil ke kebun dan itu sasaran dan target membentuk radio ini," katanya.
Budaya membaca yang masih rendah kata dia juga menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan radio siaga bencana tersebut sehingga budaya tutur atau mendengar yang masih dominan di masyarakat bisa dijangkau.
Pendirian radio tersebut masih berkoordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bengkulu. (K-RNI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Kita sudah memiliki 1.471 anggota satgas mitigasi bencana dan mereka kembali akan diaktifkan untuk kesiapsiagaan karena Bengkulu termasuk daerah rawan bencana," kata Kepala Bidang Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto di Bengkulu, Rabu.
Ia mengatakan anggota satgas mitigasi bencana itu sesuai dengan jumlah desa dan kelurahan yang terdapat di 10 kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu.
Perekrutan anggota satgas mitigasi bencana itu dilakukan oleh BPBD pada 2009, setelah gempa besar berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Padang, Sumatra Barat.
"Keberadaan satgas ini untuk koordinasi dan berbagi informasi tentang kebencanaan, terutama di wilayah pesisir Pantai Barat Sumatra," katanya.
Ia mengatakan terdapat 241 desa di wilayah pesisir yang rawan bencana gempa dan tsunami.
Pada awal perekrutan anggota satgas mitigasi bencana ini, pemerintah menyediakan honor sebesar Rp400 ribu.
"Tapi ini sifatnya sukarela atau relawan jadi honor sebenarnya tidak wajib, hanya mereka dilengkapi alat komunikasi untuk mendukung koordinasi soal kebencanaan," katanya.
Anggota satgas itu memiliki tugas utama yakni mendeteksi sedini mungkin ancaman bencana alam yang terjadi di desa atau kelurahan mereka masing-masing.
Secara rutin mereka akan melaporkan pada BPBD Bengkulu mengenai segala bentuk ancaman bencana, sehingga petugas dari provinsi cepat merespon untuk mengambil langkah yang perlu dilakukan secepatnya.
Selain memperkuat peran anggota satgas mitigasi bencana, BPBD Provinsi Bengkulu juga akan mendirikan radio siaga bencana untuk menyiapkan masyarakat yang sadar bencana.
"Hampir 80 persen penduduk Bengkulu ada di desa dan mereka biasa membawa radio kecil ke kebun dan itu sasaran dan target membentuk radio ini," katanya.
Budaya membaca yang masih rendah kata dia juga menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan radio siaga bencana tersebut sehingga budaya tutur atau mendengar yang masih dominan di masyarakat bisa dijangkau.
Pendirian radio tersebut masih berkoordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bengkulu. (K-RNI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012