Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) memvonis terdakwa mantan Kalpolres Bukittinggi Dody Prawiranegara dengan hukuman penjara selama 17 tahun dan denda Rp2 miliar atau lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 17 tahun dan denda sebesar Rp2 miliar, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih dalam persidangan vonis itu di Jakarta, Rabu.
Menurut Jon, terdakwa Dody Prawiranegara bin H Maman Supratman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan satu bukan tanaman yang melebihi lima gram.
Namun, ia menyampaikan beberapa alasan yang meringankan terdakwa Dody Prawiranegara.
Saragih mengatakan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan dan terdakwa belum pernah dihukum.
Sementara itu, menurut Saragih ada beberapa alasan yang memberatkan pidana dari mantan Kapolres Bukittinggi tersebut.
Yang pertama, lanjut Saragih, adalah terdakwa (Dody) bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba, kedua terdakwa meresahkan masyarakat.
Lebih lanjut Saragih mengatakan, ketiga terdakwa merupakan anggota kepolisian Republik Indonesia yang memegang jabatan Kapolres Bukittinggi.
Seharusnya, kata Hakim Jon, terdakwa sebagai aparat penegak hukum memberantas peredaran narkotika.
Namun, terdakwa melibatkan diri dalam peredaran narkotika sehingga tidak mencerminkan aparat hukum yang baik bagi masyarakat.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum khususnya institusi kepolisian," kata Saragih.
Perintah Teddy
Kasus ini, bermula saat Teddy memerintahkan Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan kembali.
Saat itu, Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu hasil tangkapan, namun, perintah Teddy adalah menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
Teddy lalu memerintahkan Doddy membawa sabu tersebut ke Jakarta untuk dijual ke seorang saksi bernama Anita alias Linda.
Setelah sabu tersebut sampai di Jakarta, Linda bertugas menjualkan barang haram tersebut secara acak melalui mantan Kapolsek Kalibaru, Kasranto.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.
Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya disita oleh petugas.
PN Jakbar pada Selasa (9/5) telah memvonis Teddy penjara seumur hidup atau lebih rendah dari tuntutan jaksa dengan hukuman mati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 17 tahun dan denda sebesar Rp2 miliar, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih dalam persidangan vonis itu di Jakarta, Rabu.
Menurut Jon, terdakwa Dody Prawiranegara bin H Maman Supratman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan satu bukan tanaman yang melebihi lima gram.
Namun, ia menyampaikan beberapa alasan yang meringankan terdakwa Dody Prawiranegara.
Saragih mengatakan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan dan terdakwa belum pernah dihukum.
Sementara itu, menurut Saragih ada beberapa alasan yang memberatkan pidana dari mantan Kapolres Bukittinggi tersebut.
Yang pertama, lanjut Saragih, adalah terdakwa (Dody) bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba, kedua terdakwa meresahkan masyarakat.
Lebih lanjut Saragih mengatakan, ketiga terdakwa merupakan anggota kepolisian Republik Indonesia yang memegang jabatan Kapolres Bukittinggi.
Seharusnya, kata Hakim Jon, terdakwa sebagai aparat penegak hukum memberantas peredaran narkotika.
Namun, terdakwa melibatkan diri dalam peredaran narkotika sehingga tidak mencerminkan aparat hukum yang baik bagi masyarakat.
"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum khususnya institusi kepolisian," kata Saragih.
Perintah Teddy
Kasus ini, bermula saat Teddy memerintahkan Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan kembali.
Saat itu, Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu hasil tangkapan, namun, perintah Teddy adalah menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
Teddy lalu memerintahkan Doddy membawa sabu tersebut ke Jakarta untuk dijual ke seorang saksi bernama Anita alias Linda.
Setelah sabu tersebut sampai di Jakarta, Linda bertugas menjualkan barang haram tersebut secara acak melalui mantan Kapolsek Kalibaru, Kasranto.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.
Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya disita oleh petugas.
PN Jakbar pada Selasa (9/5) telah memvonis Teddy penjara seumur hidup atau lebih rendah dari tuntutan jaksa dengan hukuman mati.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023