Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa mendesak junta Myanmar untuk membuka kembali akses untuk bantuan kemanusiaan ke wilayah-wilayah yang dilanda Topan Mocha.

PBB menuding pihak berwenang di negara itu menghambat bantuan kemanusiaan yang penting bagi masyarakat setempat.

“Kami mendesak Dewan Administrasi Negara (Myanmar) untuk mempertimbangkan lagi keputusan ini dan kembali ke persetujuan awal terhadap rencana distribusi bantuan dan transportasi,” kata juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Jens Laerke, dalam pengarahan pers di Jenewa.

Sebulan setelah Mocha melanda Negara Bagian Rakhine di Myanmar, Dewan Administrasi Negara telah menangguhkan akses kemanusiaan.

Keputusan itu melumpuhkan distribusi bantuan penting seperti makanan, air minum, peralatan berlindung, dan bantuan lain kepada masyarakat terdampak, kata Laerke.

Penutupan akses juga dinilai sebagai "kemunduran yang menghancurkan" terhadap lebih dari satu juta orang yang menjadi sasaran penerima bantuan di Rakhine.

Laerke mengatakan bahwa sejak topan itu melanda pada 14 Mei, badan-badan bantuan telah menjangkau lebih banyak orang meski harus menggunakan otorisasi perjalanan terbatas, yang diberikan oleh junta.

Pada saat itu, hampir 110.000 orang mendapat tempat berlindung (shelter) dan bantuan lain, katanya, sedangkan bantuan makanan telah menjangkau hampir 300.000 orang di Rakhine saja.

Namun, Dewan Administrasi Negara Myanmar malah mencabut keputusannya untuk membuka akses kemanusiaan, kata Laerke.

Distribusi bantuan dan transportasi bahkan telah dihentikan di Negara Bagian Chin.

Penolakan akses itu "sulit untuk dipahami" dan kemungkinan dapat meningkatkan risiko kerawanan pangan dan penyakit bawaan air, kata Laerke, mengutip Kepala Perwakilan PBB dan Koordinator Kemanusiaan di Myanmar, Ramanathan Balakrishnan.

Topan Mocha telah menghancurkan sebagian besar tempat penampungan sementara bagi para pengungsi di wilayah utara Myanmar. Curah hujan yang lebih tinggi diperkirakan akan terjadi dan dapat meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor.

Sumber: Anadolu

Pewarta: Shofi Ayudiana

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023