Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur mendampingi asisten rumah tangga asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial DB menjalani sidang perdata di Malaysia untuk menuntut gaji sembilan tahun lebih tak dibayar oleh majikan.
Sekretaris II Fungsi Konsuler KBRI Kuala Lumpur Ardina Desnita Tinaor di Mahkamah Sivil Kota Bharu, Kelantan, Malaysia, Senin, mengatakan dari awal kedutaan menyediakan penampungan dan akses bantuan hukum dengan menyewa pengacara, dan sekarang memastikan semua kewajiban-kewajiban DB di pengadilan selesai.
Baca juga: ART asal Indonesia alami penyiksaan dan tak digaji majikan di Malaysia
Kesaksian DB hari ini di depan majelis hakim sangat penting, ujar dia.
Untuk itu, kedutaan membawanya dari Shelter di KBRI Kuala Lumpur ke Kelantan untuk menjalani proses persidangan.
Pada awal November 2020, KBRI Kuala Lumpur menerima aduan per telepon dari seorang pemilik agensi tenaga kerja di Kota Bharu, Kelantan, terkait seorang pembantu rumah asal NTT, Indonesia, yang melarikan diri dari rumah majikan pada 29 Oktober 2020 karena tidak dibayar gaji selama bekerja sembilan tahun lebih.
Selain itu, agen melaporkan DB sering menerima perlakuan kasar baik kekerasan fisik maupun mental, dipekerjakan di dua lokasi, yakni rumah dan bengkel, waktu kerja yang terlalu panjang serta tidak diizinkan menelepon atau berkomunikasi dengan keluarga di kampung.
Baca juga: Hampir tiga tahun Lina alami perlakuan biadab oleh majikannya di Malaysia
Majikan juga disebut sengaja tidak memperbarui permit DB.
Pada 2 November 2020, agensi tersebut telah melaporkan kasus itu ke Dinas Tenaga Kerja (JTK) Kelantan dan diselidiki sebagai kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pada 22 November 2020, pihak JTK Kelantan dan Kepolisian Malaysia (PDRM) telah berhasil melakukan penangkapan terhadap majikan, dan mengajukannya ke Mahkamah Sesyen Kota Bharu, Kelantan, dengan dua tuntutan kejahatan (pidana).
Pertama, TPPO dalam bentuk kerja paksa berdasarkan pasal 12 Akta Anti Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran (ATIPSOM) dan kedua, atas atas tindak pidana penganiayaan berdasarkan pasal 324 KUHP.
Kasus tersebut berjalan dipimpin oleh Majelis Hakim Mahkamah Sesyen Kota Bharu Ahmad Bazli bin Bahruddin. Tetapi majikan berhasil meyakinkan hakim bahwa mereka tidak bersalah sehingga diputuskan lepas dari tuntutan pidana.
Namun pada Januari 2023 majikan dengan inisial KBA bersama istrinya dinyatakan bersalah melakukan kejahatan ATIPSOM unsur kerja paksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Sesyen Kota Bharu dalam tingkat banding.
Mereka dijatuhi hukuman penjara masing-masing tujuh tahun (KBA) dan tiga tahun (istrinya) serta denda sebesar 30,000 ringgit (RM) atau sekitar Rp98 juta.
Baca juga: Tersangka pembunuh ibu anggota DPR RI seorang ART
Baca juga: Polisi tangkap delapan penganiaya ART di apartemen Jaksel
Tuntut gaji
Pada November 2021, KBRI menunjuk pengacara Y.A. ANWAR & Co untuk melakukan tuntutan perdata DB melalui Mahkamah Sivil di Mahkamah Sesyen Kota Bharu untuk menyelesaikan masalah gaji yang tidak dibayar oleh majikan.
Pada 30 Juni 2022, DB telah menyerahkan Writ Saman tuntutan gaji kepada majikan dan mengajukan ke pengadilan dalam dua tuntutan terpisah yaitu, pertama, tuntutan gaji sebagai pembantu rumah terhadap majikan, sebesar lebih dari RM160.000 (sekitar Rp522,72 juta).
Kedua, tuntutan gaji sebagai pembantu bengkel aksesoris mobil atau mekanik terhadap lebih dari RM170.000 (sekitar Rp555,39 juta).
Hingga saat ini DB masih belum menerima hak gajinya. Demi tuntutan gaji tersebut, ia melakukan tuntutan di Mahkamah Sivil Kota Bharu dan menjadi saksi sidang pemeriksaan pokok perkara di hadapan hakim Mahkamah Sivil Sesyen 3 Kota Bharu pada Senin dan Selasa (5/9).
Majelis Hakim Mahkamah Sivil Kota Bharu Mohd Zul Zakiqudin Bin Zulkifli memimpin sidang tersebut.
Sidang dimulai sekitar pukul 11.25 waktu Malaysia (MYT), menghadirkan DB sebagai saksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023