Gunung Slamet yang berada di wilayah Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes, Jawa Tengah, kembali terbangun dari "tidur" panjangnya setelah lima tahun tidak menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik.
Gunung Slamet merupakan gunung api strato berbentuk kerucut dengan tinggi puncak 3.432 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung ini kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik pada Oktober 2023.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi dalam surat bernomor 458.Lap/GL.03/BGV/2023 yang ditandatangani Kepala PVMBG, Hendara Gunawan, menaikkan tingkat aktivitas Gunung Api Slamet dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada) terhitung mulai 19 Oktober 2023, pukul 08.00 WIB.
Berdasarkan evaluasi, kegempaan Gunung Slamet pada Oktober 2023 meningkat yang ditandai dengan peningkatan ampitudo tremor menerus yang diikuti oleh terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang.
Dengan terjadinya peningkatan amplitudo tremor menerus tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal. Sedangkan terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi panjang menunjukkan peningkatan embusan dalam tubuh Gunung Slamet.
Pengukuran deformasi menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Slamet. Dengan adanya inflasi pada Stasiun Tiltmeter Bambangan (Kabupaten Pemalang) yang merupakan Stasiun Tiltmeter terdekat dengan puncak, menunjukkan tekanan telah bergerak menuju puncak Gunung Slamet atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.
Tiltmeter merupakan alat pengukur deformasi gunung yang berfungsi untuk mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh gunung.
Dengan kondisi itu maka menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan di bawah tubuh Gunung Slamet yang dapat memicu gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi freatik.
Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak dalam radius 2 kilometer. Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.
Terkait dengan kondisi tersebut, PVMBG merekomendasikan masyarakat dan pengunjung atau wisatawan untuk tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak Gunung Slamet.
Dengan adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyumas, Budi Nugroho, mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada serta tidak terpengaruh terhadap berita hoaks yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas vulkanik tersebut.
BPBD telah memiliki perencanaan (kontingensi plan) terkait kemungkinan bencana erupsi Gunung Slamet untuk level Jawa Tengah, sehingga pihaknya harus mengikuti perencanaan tersebut
Pihak BPBD akan terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait lainnya seperti Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Slamet di Kabupaten Pemalang dan Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah Serayu Wilayah Slamet Selatan di Purwokerto.
Siklus lima tahunan
Peningkatan aktivitas Gunung Slamet sering kali terjadi hampir setiap lima tahun sekali. Hal itu diakui oleh Sukedi, salah seorang tokoh masyarakat Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, yang juga mantan Kepala Pos PGA Slamet di Gambuhan.
Kendati telah memasuki masa pensiun setelah 38 tahun bertugas di Pos PGA Slamet Gambuhan, Sukedi terkadang masih ikut mengamati aktivitas Gunung Slamet karena rumahnya tidak jauh dari pos pengamatan.
Dengan demikian, dia paham jika peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir setiap lima tahun sekali, dan sering kali oleh masyarakat dikaitkan dengan momentum pemilihan umum, karena hal itu terjadi setiap menjelang pemilu.
Siklus lima tahunan itu terlihat dalam 20 tahun terakhir, karena peningkatan aktivitas Gunung Slamet tercatat pernah terjadi pada tahun 2004-2005, 2008-2009, 2014-2014, 2018-2019, dan pada bulan Oktober 2023 dinaikkan dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada).
Gunung Slamet memiliki sifat dan karakteristik yang tenang, tetapi menghanyutkan. Hal itu harus diketahui dan dipahami oleh semua pihak. Artinya, sepanjang sifat dan karakternya tidak berubah, jika terjadi letusan freatik dan magmatik, letusan Gunung Slamet itu masih sama dengan letusan yang terjadi lima tahun sebelumnya.
Tetapi bisa menghanyutkan ketika tingkat aktivitasnya sampai ke Level III atau Siaga. Sebab, dapat dipastikan akan ada suara dentuman yang bisa menghebohkan masyarakat sekitar seperti yang terjadi pada tahun 2014. Gunung Slamet besar dan tinggi, maka suara dentumannya menggema dan menggemparkan masyarakat sekitar.
Bahkan, pada tahun 1987-1988, Gunung Slamet juga mengeluarkan suara dentuman seperti halnya pada tahun 2014 saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III.
Gunung Slamet merupakan gunung terbesar di Pulau Jawa dan tertinggi kedua di Jawa setelah Gunung Semeru yang berada di Jawa Timur.
Saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III (Siaga) pada bulan Maret-Agustus 2014, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet diikuti erupsi yang menghasilkan material abu dan lontaran material pijar di sekitar kawah (tipe letusan strombolian). Bahkan, suara dentuman dari Gunung Slamet saat itu dilaporkan terdengar hingga wilayah Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Terkait dengan kondisi Gunung Slamet itu, masyarakat diimbau tetap tenang dan waspada serta mengikuti arahan dan petunjuk dari PVMBG.
Masyarakat sekitar Gunung Slamet tetap dapat melakukan aktivitas seperti biasa tetapi tidak boleh naik ke puncak dalam radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet.
Fenomena peningkatan aktivitas yang dialami Gunung Slamet merupakan faktor alam. Tanda awal peningkatan aktivitas Gunung Slamet memang sudah cukup lama, melalui gempa-gempa tremor, gempa-gempa embusan.
Gunung Slamet kini terbangun dari "tidur" panjangnya untuk sekadar melepaskan energi setelah sekian lama "tertidur" dalam status Normal atau Level I.
Peningkatan status aktivitas vulkanik Gunung Slamet itu diharapkan hanya sampai di Level II (Waspada) dan tidak sampai ke Level III (Siaga), atau bahkan hingga Level IV (Awas). Meski demikian, semua pihak tetap harus waspada.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Gunung Slamet merupakan gunung api strato berbentuk kerucut dengan tinggi puncak 3.432 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung ini kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik pada Oktober 2023.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi dalam surat bernomor 458.Lap/GL.03/BGV/2023 yang ditandatangani Kepala PVMBG, Hendara Gunawan, menaikkan tingkat aktivitas Gunung Api Slamet dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada) terhitung mulai 19 Oktober 2023, pukul 08.00 WIB.
Berdasarkan evaluasi, kegempaan Gunung Slamet pada Oktober 2023 meningkat yang ditandai dengan peningkatan ampitudo tremor menerus yang diikuti oleh terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang.
Dengan terjadinya peningkatan amplitudo tremor menerus tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal. Sedangkan terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi panjang menunjukkan peningkatan embusan dalam tubuh Gunung Slamet.
Pengukuran deformasi menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Slamet. Dengan adanya inflasi pada Stasiun Tiltmeter Bambangan (Kabupaten Pemalang) yang merupakan Stasiun Tiltmeter terdekat dengan puncak, menunjukkan tekanan telah bergerak menuju puncak Gunung Slamet atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.
Tiltmeter merupakan alat pengukur deformasi gunung yang berfungsi untuk mendeteksi pengembungan atau pengempisan tubuh gunung.
Dengan kondisi itu maka menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan di bawah tubuh Gunung Slamet yang dapat memicu gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi freatik.
Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak dalam radius 2 kilometer. Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.
Terkait dengan kondisi tersebut, PVMBG merekomendasikan masyarakat dan pengunjung atau wisatawan untuk tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak Gunung Slamet.
Dengan adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyumas, Budi Nugroho, mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada serta tidak terpengaruh terhadap berita hoaks yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas vulkanik tersebut.
BPBD telah memiliki perencanaan (kontingensi plan) terkait kemungkinan bencana erupsi Gunung Slamet untuk level Jawa Tengah, sehingga pihaknya harus mengikuti perencanaan tersebut
Pihak BPBD akan terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Slamet serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait lainnya seperti Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Slamet di Kabupaten Pemalang dan Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah Serayu Wilayah Slamet Selatan di Purwokerto.
Siklus lima tahunan
Peningkatan aktivitas Gunung Slamet sering kali terjadi hampir setiap lima tahun sekali. Hal itu diakui oleh Sukedi, salah seorang tokoh masyarakat Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, yang juga mantan Kepala Pos PGA Slamet di Gambuhan.
Kendati telah memasuki masa pensiun setelah 38 tahun bertugas di Pos PGA Slamet Gambuhan, Sukedi terkadang masih ikut mengamati aktivitas Gunung Slamet karena rumahnya tidak jauh dari pos pengamatan.
Dengan demikian, dia paham jika peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir setiap lima tahun sekali, dan sering kali oleh masyarakat dikaitkan dengan momentum pemilihan umum, karena hal itu terjadi setiap menjelang pemilu.
Siklus lima tahunan itu terlihat dalam 20 tahun terakhir, karena peningkatan aktivitas Gunung Slamet tercatat pernah terjadi pada tahun 2004-2005, 2008-2009, 2014-2014, 2018-2019, dan pada bulan Oktober 2023 dinaikkan dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada).
Gunung Slamet memiliki sifat dan karakteristik yang tenang, tetapi menghanyutkan. Hal itu harus diketahui dan dipahami oleh semua pihak. Artinya, sepanjang sifat dan karakternya tidak berubah, jika terjadi letusan freatik dan magmatik, letusan Gunung Slamet itu masih sama dengan letusan yang terjadi lima tahun sebelumnya.
Tetapi bisa menghanyutkan ketika tingkat aktivitasnya sampai ke Level III atau Siaga. Sebab, dapat dipastikan akan ada suara dentuman yang bisa menghebohkan masyarakat sekitar seperti yang terjadi pada tahun 2014. Gunung Slamet besar dan tinggi, maka suara dentumannya menggema dan menggemparkan masyarakat sekitar.
Bahkan, pada tahun 1987-1988, Gunung Slamet juga mengeluarkan suara dentuman seperti halnya pada tahun 2014 saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III.
Gunung Slamet merupakan gunung terbesar di Pulau Jawa dan tertinggi kedua di Jawa setelah Gunung Semeru yang berada di Jawa Timur.
Saat tingkat aktivitasnya dinaikkan ke Level III (Siaga) pada bulan Maret-Agustus 2014, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet diikuti erupsi yang menghasilkan material abu dan lontaran material pijar di sekitar kawah (tipe letusan strombolian). Bahkan, suara dentuman dari Gunung Slamet saat itu dilaporkan terdengar hingga wilayah Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Terkait dengan kondisi Gunung Slamet itu, masyarakat diimbau tetap tenang dan waspada serta mengikuti arahan dan petunjuk dari PVMBG.
Masyarakat sekitar Gunung Slamet tetap dapat melakukan aktivitas seperti biasa tetapi tidak boleh naik ke puncak dalam radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet.
Fenomena peningkatan aktivitas yang dialami Gunung Slamet merupakan faktor alam. Tanda awal peningkatan aktivitas Gunung Slamet memang sudah cukup lama, melalui gempa-gempa tremor, gempa-gempa embusan.
Gunung Slamet kini terbangun dari "tidur" panjangnya untuk sekadar melepaskan energi setelah sekian lama "tertidur" dalam status Normal atau Level I.
Peningkatan status aktivitas vulkanik Gunung Slamet itu diharapkan hanya sampai di Level II (Waspada) dan tidak sampai ke Level III (Siaga), atau bahkan hingga Level IV (Awas). Meski demikian, semua pihak tetap harus waspada.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023