Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan radiasi nuklir dapat dimanfaatkan untuk mengukur usia air.
Koordinator Kelompok Riset Teknik Nuklir Ekohidrologi Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi BRIN Rasi Prasetio di Jakarta, Rabu, mengatakan radiasi nuklir yang digunakan yakni radioaktif karbon 14.
"Karbon 14 sumbernya dari atmosfer, sehingga ketika sampai tanah akan meluruh, dari situlah kami bisa hitung usia air dari aktivitas karbon 14," ujarnya.
Ia mengemukakan manfaat menghitung usia air, yakni untuk memonitor dan mengevaluasi eksploitasi terhadap suatu sumber air.
Menurut dia, bila kadar usia pada air menjadi jauh lebih muda dalam periode tertentu maka tingkat eksploitasi yang dilakukan sudah melewati batas yang wajar.
"Di Tahun 1998 kami mengecek usia air tanah di beberapa tempat di Jabodetabek dan 19 tahun kemudian pada Tahun 2017, dicek kembali ternyata usianya jauh lebih muda, ada yang 1.500 tahun menjadi 1.000 tahun," katanya.
Ia mengatakan monitoring usia air tanah juga dapat bermanfaat untuk mencegah krisis air akibat eksploitasi berlebihan pada masa yang akan datang.
Selain menggunakan radioaktif karbon 14 untuk mengukur usia air tanah, katanya, lokasi datangnya air juga bisa ditelusuri menggunakan teknologi isotop stabil yakni oksigen 18 serta deuterium.
"Masyarakat Jakarta mungkin tahunya kalau air tanah Jakarta itu berasal dari puncak di Mega Mendung atau di tempat lain yang lebih tinggi, dengan teknologi isotop bisa menunjukkan lokasi asalnya air," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Koordinator Kelompok Riset Teknik Nuklir Ekohidrologi Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi BRIN Rasi Prasetio di Jakarta, Rabu, mengatakan radiasi nuklir yang digunakan yakni radioaktif karbon 14.
"Karbon 14 sumbernya dari atmosfer, sehingga ketika sampai tanah akan meluruh, dari situlah kami bisa hitung usia air dari aktivitas karbon 14," ujarnya.
Ia mengemukakan manfaat menghitung usia air, yakni untuk memonitor dan mengevaluasi eksploitasi terhadap suatu sumber air.
Menurut dia, bila kadar usia pada air menjadi jauh lebih muda dalam periode tertentu maka tingkat eksploitasi yang dilakukan sudah melewati batas yang wajar.
"Di Tahun 1998 kami mengecek usia air tanah di beberapa tempat di Jabodetabek dan 19 tahun kemudian pada Tahun 2017, dicek kembali ternyata usianya jauh lebih muda, ada yang 1.500 tahun menjadi 1.000 tahun," katanya.
Ia mengatakan monitoring usia air tanah juga dapat bermanfaat untuk mencegah krisis air akibat eksploitasi berlebihan pada masa yang akan datang.
Selain menggunakan radioaktif karbon 14 untuk mengukur usia air tanah, katanya, lokasi datangnya air juga bisa ditelusuri menggunakan teknologi isotop stabil yakni oksigen 18 serta deuterium.
"Masyarakat Jakarta mungkin tahunya kalau air tanah Jakarta itu berasal dari puncak di Mega Mendung atau di tempat lain yang lebih tinggi, dengan teknologi isotop bisa menunjukkan lokasi asalnya air," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023