Grup band asal Inggris Coldplay mengganti bendera pelangi dengan bendera berwarna putih bertuliskan “Love” yang berarti cinta, pada konsernya di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Rabu (15/11) malam.
Pada sebagian besar konser Coldplay di berbagai negara dalam rangkaian tur “Music of the Spheres Tour 2023”, Chris mengibarkan bendera pelangi sebagai dukungan terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), umumnya saat lagu “People of the Pride”.
Namun pada konsernya di Jakarta, mereka nampak memahami kondisi dan budaya setempat, dengan memilih untuk menggambarkan cinta dengan simbol yang lain.
“Terima kasih banyak untuk mengizinkan kami bermain di negaramu,” kata vokalis Chris Martin.
“Terima kasih untuk pemerintahmu telah memberi kami izin untuk datang ke sini,” tambahnya.
Usai menyanyikan lagu yang berpesan tentang hak tiap manusia untuk menjadi dirinya sendiri itu, Coldplay melanjutkan aksi panggungnya dengan lagu “Clocks”.
“Kami sangat jatuh cinta dengan masyarakatmu (Indonesia), dengan negaramu, kami sangat bahagia untuk berada di sini,” kata Martin.
Adapun konser Coldplay di Jakarta kali ini merupakan rangkaian tur “Music of the Spheres Tour 2023” dan merupakan penampilan perdana grup band asal Inggris tersebut di Indonesia sejak band itu didirikan pada 1997.
Malam itu, Coldplay tampil selama lebih dari dua jam menyanyikan sekitar 20 lagu terpopulernya, seperti “Adventure of a Lifetime”, “Paradise”, “The Scientist”, “Viva La Vida”, “A Sky Full of Stars”, “Fix You”, hingga “Yellow”.
“Kami melihat orang-orang bernyanyi bersama dan tidak saling bertarung, berlaku baik pada sesama, dan melihat sisi terbaik manusia, jadi, terimakasih telah menunjukan betapa indahnya manusia dapat bersama, itu sesuatu yang besar,” ujar Martin.
Beberapa hari menjelang konser di Jakarta, kehadiran Coldplay masih menuai kontra dari kelompok masyarakat anti-LGBT. Bahkan, beberapa jam sebelum konser, demo penolakan grup band tersebut sempat berlangsung di depan area GBK.
“Kami sebagai band tidak mendukung terorisme, penindasan, atau semacamnya, kami percaya setiap orang bebas untuk menjadi dirinya sendiri dan dapat bekerja sama, meski terkadang tidak selalu saling setuju,” Martin menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023