Paju, Korea Selatan (Antara/AFP) - Korea Utara, Jumat, mengancam menjadikan Korea Selatan "lautan api" kecuali pegiat Korsel berhenti melepaskan selebaran propaganda melintasi perbatasan, yang dijaga ketat.
Peringatan itu diberikan beberapa jam setelah polisi Korsel mencegah pegiat melepaskan selebaran di tengah peningkatan ketegangan militer di semenanjung tersebut.
"Pasukan boneka seharusnya tidak melupakan sedetik pun bahwa seluruh Korsel bisa berubah menjadi lautan api karena penyebaran gila-gilaan selebaran itu," kata Korut memperingatkan, dalam pernyataan disiarkan lembaga resmi Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Pernyataan yang dipublikasikan bersama dengan unit militer garis depan itu mengatakan Korsel seharusnya tidak menguji kesabaran tentara-tentara Korut.
Mereka menuduh para pegiat Korsel menggunakan taktik serang-lari di kawasan perbatasan untuk mengirimkan selebaran anti-Pyongyang ke Korut puluhan kali lebih pada Juni, Juli dan Agustus.
Pelepasan selebaran itu merupakan "pernyataan terbuka untuk perang" melawan Korea Utara, kata pernyataan itu.
Sekitar 100 petugas polisi Korsel membentuk pagar betis untuk mencegah kendaraan yang membawa sekitar 30 pegiat ke kota Paju di perbatasan, dimana mereka akan melepaskan balon-balon helium membawa selebaran menuju Korut.
Selebaran itu mengkritisi dan mencemooh dinasti Kim yang berkuasa dan mengecam serangan ranjau yang dituduhkan kepada Pyongyang dan melukai dua tentara patroli perbatasan Korsel bulan ini.
Korsel bertekad bahwa Korut akan membayar mahal untuk serangan ini dan pekan ini telah memulai kembali --setelah selama satu dekade terhenti-- penyiaran pesan-pesan propaganda ke arah Korut menggunakan pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan.
Seoul juga mengumumkan sejumlah latihan militer bersama AS menggunakan persenjataan berat dan peluru hidup, tidak jauh dari perbatasan.
Pernyataan perang
Korut pada Jumat membantah berada dibalik ledakan ranjau, dengan Komisi Pertahanan Nasional (NDC) mengatakan tuduhan Korsel bahwa tentaranya menyelinap masuk perbatasan dan menanamkan ranjau di sepanjang rute patroli merupakan tuduhan "konyol".
"Jika militer kami benar-benar akan mencapai satu tujuan militer, kami akan menggunakan senjata berat, bukannya tiga ranjau," kata komisi tersebut dalam pernyataannya di KCNA.
Ledakan ranjau itu terjadi saat ketegangan lintas batas sudah memanas menjelang latihan perang selama dua minggu antara AS dan Korsel dengan simulasi adanya invasi oleh Korut.
Pada Kamis, Korut menyebut latihan tahunan bertajuk "Ulchi Freedom" itu sebuah "pernyataan perang" dan memperingatkan kemampuannya untuk melancarkan aksi balas melawan Seoul dan Gedung Putih.
Di samping ketegangan itu, pegiat anti-Korut yang kembali dari Paju berpendapat bahwa aksi pelepasan balon mereka seharusnya diperbolehkan.
"Korut layak mendapat hukuman tanpa ampun karena menanamkan ranjau," kata seorang pegiat Choi Woo-Won.
Park Sang-Hak yang memimpin sekelompok penyeberang bernama Pejuang untuk Korut Merdeka, mengklaim bahwa mereka berhasil melepaskan sekitar 200 ribu selebaran sebelumnya dalam sebuah operasi yang tidak dipublikasikan di Paju timur.
Pyongyang sejak lama mengecam aksi pelepasan selebaran dan mengancam akan meledakkan lokasi pelepasan sebagai pembalasan.
Pada Oktober 2014, penjaga perbatasan Korut mencoba menembak jatuh beberapa balon helium, sehingga memicu baku tembak antara kedua belah pihak.
Insiden itu menggagalkan rencana dimulainya kembali pembicaraan tingkat tinggi antara kedua negara.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015