Port-Au-Prince (Antara/AFP) - Kampanye presiden di Haiti dimulai pada Rabu, saat 54 calon bersaing meraih jabatan teratas di tengah peningkatan kecaman terhadap komisi pemilihan negara itu.

Jumlah calon presiden tersebut menjadi rekor, dengan semua berharap menggantikan Presiden Michel Martelly sebagai pemimpin bangsa termiskin di benua Amerika tersebut dan bertarung dalam putaran pertama pemilihan umum pada 25 Oktober.

Musim kampanye dimulai dengan beberapa ratus penentang melakukan unjuk rasa terhadap Dewan Pemilihan Umum Haiti (CEP) di ibu kota, Port-au-Prince.

Dewan tersebut dikecam karena memutuskan mengulang pemilihan anggota legislatif di hampir seperempat wilayah di negara itu setelah pemungutan suara pada 9 Agustus diwarnai kekerasan dan kecurangan.

Banyak orang mempertanyakan kemampuan organasasi itu untuk mengatur pemungutan suara, terutama setelah menahan diri untuk melepaskan penghitungan suara akhir bagi daerah-daerah di mana pemilu dilakukan secara damai.

"CEP berada di bawah pengaruh sektor-sektor politik dan pihak-pihak tertentu," kata Direktur Eksekutif Jaringan Kelompok Nasional Hak Asasi Manusia di Haiti, Pierre Esperance.

Sementara itu, partai oposisi terbesar Haiti, Verite, menyatakan pada Selasa (9/9)bahwa telah  menarik diri dari proses pemilu, menolak untuk "mendukung kekacauan pemilu yang akan meningkatkan ketidakstabilan dan kediktatoran," menurut pemimpinnya Joseph Genard.

Namun, tidak jelas apakah semua calon, terutama mereka yang mungkin telah terpilih, akan menarik diri juga dari proses tersebut.

Pemilihan umum legislatif di Haiti ditandai dengan rasa khawatir yang besar dari para pemilih dengan tingkat partisipasi hanya mencapai 18 persen.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015