Gubernur negara bagian Florida Ron DeSantis mengerahkan personel tambahan untuk menghadang potensi masuknya imigran ilegal dari Haiti di tengah krisis politik dan keamanan yang pecah di negara Karibia itu.
"Akhir-akhir ini, Negara Bagian Florida telah mengerahkan sumber daya yang signifikan untuk memerangi kapal-kapal ilegal yang datang ke Florida dari negara-negara seperti Haiti," kata DeSantis dalam keterangan yang dimuat di laman resmi pemerintah Florida, Kamis.
"Melihat keadaan di Haiti, saya telah memerintahkan Divisi Manajemen Darurat, Garda Negara Bagian Florida, dan lembaga penegak hukum negara bagian untuk mengerahkan lebih dari 250 petugas dan tentara tambahan serta lebih dari puluhan pesawat udara dan kapal laut ke pantai selatan Florida untuk melindungi negara bagian kita," kata dia.
Baca juga: Status darurat di Haiti diperpanjang hingga April
Saat ini, Negara Bagian Florida telah mengerahkan aset-aset keamanan dan pengawasannya di Florida Selatan dan Kepulauan Keys sebagai bagian dari Operasi Vigilant Sentry untuk menghentikan arus imigran ilegal di perairan setempat.
Pada Rabu, kepala Komando Selatan AS Laura Richardson mengatakan Angkatan Laut AS siap mengirim kapal untuk menanggapi potensi peristiwa migrasi masal di dekat pantai Florida yang dipicu oleh krisis di Haiti.
Pada 29 Februari, geng-geng bersenjata mulai melakukan penembakan di Port-au-Prince dan bandara internasional di ibu kota Haiti itu ketika Perdana Menteri Ariel Henry berkunjung ke luar negeri.
Saat itu, Henry sedang berada di Kenya guna membahas kesepakatan pengerahan tentara asing ke negaranya untuk memerangi kejahatan terorganisir.
Geng-geng tersebut mengatakan tujuan mereka adalah mencegah Henry kembali ke Haiti.
Baca juga: AS awasi ketat situasi Haiti pasca penyerbuan penjara
Sekelompok geng bersenjata menyerbu penjara terbesar di Haiti dan membebaskan ribuan tahanan yang belum terkonfirmasi jumlahnya.
Sejak itu, pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat dan jam malam di Port-au-Prince.
Haiti telah lama terperosok ke dalam krisis sosial dan politik sejak Presiden Jovenel Moise dibunuh pada 7 Juli 2021.
Negara itu mencatat peningkatan aktivitas kelompok kriminal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara situasi kemanusiaan memburuk akibat sejumlah bencana alam.
PM Henry pada Selasa menyatakan setuju untuk mundur dari jabatannya menyusul pertemuan para pemimpin negara-negara Karibia di Jamaika.
Ia mengatakan pemerintahannya akan mundur setelah dewan transisi didirikan di Haiti.
Baca juga: Pesawat jatuh di jalan ramai di Haiti tewaskan 6 orang
Perundingan itu, yang digelar Konferensi Kepala Pemerintahan Komunitas Karibia (CARICOM) dan melibatkan para pemangku kepentingan di Haiti, bertujuan mempercepat transisi politik di negara tersebut, yang dikuasai geng-geng bersenjata setelah presidennya dibunuh hampir dua tahun lalu.
Dewan presidensial transisi akan terdiri dari tujuh anggota yang mewakili berbagai gerakan Haiti dengan hak untuk memilih dan dua pengamat tanpa hak memilih, menurut deklarasi yang dirancang para perwakilan dari Haiti, negara-negara anggota Komunitas Karibia, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, dan Brazil.
Dewan itu akan menjalankan sejumlah kewenangan presiden untuk sementara dan bertindak berdasarkan suara mayoritas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
"Akhir-akhir ini, Negara Bagian Florida telah mengerahkan sumber daya yang signifikan untuk memerangi kapal-kapal ilegal yang datang ke Florida dari negara-negara seperti Haiti," kata DeSantis dalam keterangan yang dimuat di laman resmi pemerintah Florida, Kamis.
"Melihat keadaan di Haiti, saya telah memerintahkan Divisi Manajemen Darurat, Garda Negara Bagian Florida, dan lembaga penegak hukum negara bagian untuk mengerahkan lebih dari 250 petugas dan tentara tambahan serta lebih dari puluhan pesawat udara dan kapal laut ke pantai selatan Florida untuk melindungi negara bagian kita," kata dia.
Baca juga: Status darurat di Haiti diperpanjang hingga April
Saat ini, Negara Bagian Florida telah mengerahkan aset-aset keamanan dan pengawasannya di Florida Selatan dan Kepulauan Keys sebagai bagian dari Operasi Vigilant Sentry untuk menghentikan arus imigran ilegal di perairan setempat.
Pada Rabu, kepala Komando Selatan AS Laura Richardson mengatakan Angkatan Laut AS siap mengirim kapal untuk menanggapi potensi peristiwa migrasi masal di dekat pantai Florida yang dipicu oleh krisis di Haiti.
Pada 29 Februari, geng-geng bersenjata mulai melakukan penembakan di Port-au-Prince dan bandara internasional di ibu kota Haiti itu ketika Perdana Menteri Ariel Henry berkunjung ke luar negeri.
Saat itu, Henry sedang berada di Kenya guna membahas kesepakatan pengerahan tentara asing ke negaranya untuk memerangi kejahatan terorganisir.
Geng-geng tersebut mengatakan tujuan mereka adalah mencegah Henry kembali ke Haiti.
Baca juga: AS awasi ketat situasi Haiti pasca penyerbuan penjara
Sekelompok geng bersenjata menyerbu penjara terbesar di Haiti dan membebaskan ribuan tahanan yang belum terkonfirmasi jumlahnya.
Sejak itu, pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat dan jam malam di Port-au-Prince.
Haiti telah lama terperosok ke dalam krisis sosial dan politik sejak Presiden Jovenel Moise dibunuh pada 7 Juli 2021.
Negara itu mencatat peningkatan aktivitas kelompok kriminal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara situasi kemanusiaan memburuk akibat sejumlah bencana alam.
PM Henry pada Selasa menyatakan setuju untuk mundur dari jabatannya menyusul pertemuan para pemimpin negara-negara Karibia di Jamaika.
Ia mengatakan pemerintahannya akan mundur setelah dewan transisi didirikan di Haiti.
Baca juga: Pesawat jatuh di jalan ramai di Haiti tewaskan 6 orang
Perundingan itu, yang digelar Konferensi Kepala Pemerintahan Komunitas Karibia (CARICOM) dan melibatkan para pemangku kepentingan di Haiti, bertujuan mempercepat transisi politik di negara tersebut, yang dikuasai geng-geng bersenjata setelah presidennya dibunuh hampir dua tahun lalu.
Dewan presidensial transisi akan terdiri dari tujuh anggota yang mewakili berbagai gerakan Haiti dengan hak untuk memilih dan dua pengamat tanpa hak memilih, menurut deklarasi yang dirancang para perwakilan dari Haiti, negara-negara anggota Komunitas Karibia, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, dan Brazil.
Dewan itu akan menjalankan sejumlah kewenangan presiden untuk sementara dan bertindak berdasarkan suara mayoritas.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024