Bengkulu (Antara) - Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu menyebutkan luas areal persawahan di wilayah itu menyusut hingga 30 ribu hektare akibat alih fungsi lahan pangan untuk mengembangkan komoditas tanaman perkebunan hingga kebutuhan perumahan.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu, Muslih Zaini di Bengkulu, Kamis, mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa luas areal persawahan di daerah ini mencapai 99 ribu hektare.

"Kami melakukan pemotretan lewat satelit pada 2015 yang menunjukkan luas areal persawahan hanya tersisa 69 ribu hektare," katanya.

Ia mengatakan penyusutan persawahan di daerah ini sebagian besar akibat penggantian fungsi lahan menjadi tanaman tahunan, terutama sawit.

Kondisi ini menurut dia harus direspon serius, sebab hasil analisis BKP menemukan tiga kabupaten masuk dalam lampu kuning produksi padi yakni Kabupaten Mukomuko, Kepahiang dan Rejanglebong.

"Lampu kuning artinya kalau tidak ada upaya menyelamatkan lahan pangan maka daerah ini sangat rawan bergantung pada impor untuk pemenuhan pangan," katanya.

Salah satu solusi yang ditawarkan pihaknya adalah pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang lahan pangan abadi dan larangan alih fungsi pertanian. Pemerintah kabupaten dan kota diminta memprioritaskan kebijakan tersebut.

Pemerintah provinsi kata dia sudah menerbitkan kebijakan larangan alih fungsi lahan tanaman pangan melalui Peraturan Gubernur nomor 1 tahun 2010 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian.

Pemerintah pusat sudah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi lahan pertanian dari alih fungsi yaitu Undang-Undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selanjutnya, PP nomor 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Ia menambahkan, kebutuhan pangan untuk 1,8 juta jiwa penduduk di Provinsi Bengkulu mencapai 190 ribu ton beras per tahun. Berdasarkan data Dinas Pertanian provinsi menyebutkan produksi padi per tahun mencapai 600 ribu ton.

Dengan posisi produksi padi tersebut, kebutuhan pangan untuk warga Bengkulu masih dapat dipenuhi dari produksi domestik, dengan kata lain swasembada.

"Tapi kalau lahan pangan menyusut otomatis produksi juga akan terganggu, ini yang perlu diwaspadai," ujarnya.

Apalagi konsumsi beras masyarakat Bengkulu pada 2015 juga meningkat dari 101 kilogram per kapita per tahun menjadi 106 kilogram per kapita per tahun.

Terkait diversifikasi atau penganekaragaman pangan menurut Muslih terkendala dengan harga pangan alternatif seperti ubi-ubian yang justru lebih mahal dari beras.***4***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016