Bengkulu (Antara) - Lima warga Kecamatan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu, luka tembak dan puluhan lainnya terluka saat unjuk rasa penolakan batu bara dengan sistem pengerukan bawah tanah berakhir bentrok dengan aparat kepolisian.
"Saat ini terdata lima orang yang tertembak, seorang diantaranya kritis. Korban yang kritis sedang dalam perjalanan ke RSUD M Yunus, Bengkulu," kata Niko, salah seorang pengunjuk rasa saat dihubungi dari Bengkulu, Sabtu.
Korban tertembak, kata Niko, antara lain bernama Marta yang mengalami luka serius dan kondisinya kritis, Badrin, Muan, dan Indra.
Niko mengatakan warga berunjuk rasa di areal pertambangan batu bara milik PT Citra Buana Seraya di Desa Lubuk Unen Kecamatan Merigi Kelindang pada Sabtu (11/6) sejak pukul 10.00 WIB.
Sebanyak 500 warga dari sejumlah desa, antara lain Desa Lubuk Unen, Desa Susup, dan Desa Komring berupaya memasuki komplek pertambangan dengan niat menutup aktivitas pertambangan tersebut.
"Saat warga ingin masuk aparat polisi berupaya menghalangi dan seorang pendemo membacok polisi maka kericuhan tak terhindarkan, beberapa pendemo ditembak aparat," kata dia.
Saat ini, kata Niko, pengunjuk rasa sedang beristirahat dan masih berencana melanjutkan aksi mereka hingga pemerintah daerah menutup aktivitas pertambangan itu.
Penolakan warga terhadap aktivitas pengerukan batubara di wilayah itu sudah berlangsung cukup lama. Warga sudah berulang kali mendatangi kantor legislatif dan eksekutif setempat untuk meminta pemerintah menutup pertambangan itu.
"Kami khawatir dampak galiannya akan merusak lingkungan dan membuat desa kami ambles," kata Sutan Ismail, warga Desa Susup, saat diwawancarai Antara pada April 2016.
Menurut Sutan, jarak lokasi pengeboran dengan Desa Susup hanya dua kilometer, sehingga bila pengeboran bawah tanah dilakukan akan berdampak pada struktur tanah di wilayah mereka.
"Kami minta pemerintah bertindak tegas untuk menutup kegiatan pertambangan itu, karena seluruh warga di dua kecamatan menolak keberadaan tambang tersebut," katanya lagi.
Warga Desa Susup lainnya Kasrawati menyatakan sudah berulangkali meminta pemerintah daerah menertibkan tambang bawah tanah itu, tapi belum ada tindak lanjutnya.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016
"Saat ini terdata lima orang yang tertembak, seorang diantaranya kritis. Korban yang kritis sedang dalam perjalanan ke RSUD M Yunus, Bengkulu," kata Niko, salah seorang pengunjuk rasa saat dihubungi dari Bengkulu, Sabtu.
Korban tertembak, kata Niko, antara lain bernama Marta yang mengalami luka serius dan kondisinya kritis, Badrin, Muan, dan Indra.
Niko mengatakan warga berunjuk rasa di areal pertambangan batu bara milik PT Citra Buana Seraya di Desa Lubuk Unen Kecamatan Merigi Kelindang pada Sabtu (11/6) sejak pukul 10.00 WIB.
Sebanyak 500 warga dari sejumlah desa, antara lain Desa Lubuk Unen, Desa Susup, dan Desa Komring berupaya memasuki komplek pertambangan dengan niat menutup aktivitas pertambangan tersebut.
"Saat warga ingin masuk aparat polisi berupaya menghalangi dan seorang pendemo membacok polisi maka kericuhan tak terhindarkan, beberapa pendemo ditembak aparat," kata dia.
Saat ini, kata Niko, pengunjuk rasa sedang beristirahat dan masih berencana melanjutkan aksi mereka hingga pemerintah daerah menutup aktivitas pertambangan itu.
Penolakan warga terhadap aktivitas pengerukan batubara di wilayah itu sudah berlangsung cukup lama. Warga sudah berulang kali mendatangi kantor legislatif dan eksekutif setempat untuk meminta pemerintah menutup pertambangan itu.
"Kami khawatir dampak galiannya akan merusak lingkungan dan membuat desa kami ambles," kata Sutan Ismail, warga Desa Susup, saat diwawancarai Antara pada April 2016.
Menurut Sutan, jarak lokasi pengeboran dengan Desa Susup hanya dua kilometer, sehingga bila pengeboran bawah tanah dilakukan akan berdampak pada struktur tanah di wilayah mereka.
"Kami minta pemerintah bertindak tegas untuk menutup kegiatan pertambangan itu, karena seluruh warga di dua kecamatan menolak keberadaan tambang tersebut," katanya lagi.
Warga Desa Susup lainnya Kasrawati menyatakan sudah berulangkali meminta pemerintah daerah menertibkan tambang bawah tanah itu, tapi belum ada tindak lanjutnya.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016