Bengkulu (Antara) - Aktivis antikorupsi dari Pusat Kajian Antikorupsi (Puskaki) Bengkulu menyarankan Gubernur Ridwan Mukti mengundurkan diri pasca-penangkapan istrinya Lily Mardiati Maddari oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menerima suap dari kontraktor lokal sebesar Rp1 miliar.

"Sebaiknya Gubernur mundur, karena pakta integritas tidak korupsi jelas sudah dilanggar," kata Koordinator Puskaki Bengkulu Melyansori di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan Gubernur telah menorehkan catatan buruk dalam pemberantasan korupsi setelah beberapa waktu lalu melantik dua orang pejabat eselon III yang merupakan mantan narapidana korupsi.

Padahal, kata Melyansori, pada awal kepemimpinannya, Gubernur mengikrarkan dan menandatangani pakta integritas dengan tiga komitmen, yakni tidak korupsi, tidak terlibat narkoba dan tidak menggunakan kewenangan dalam berbisnis.

"Seluruh pejabat eselon II, III dan IV saat itu menandatangani pakta integritas di depan pimpinan KPK," kata dia.

Namun, pakta tersebut, menurut Melyansori, sudah dilanggar dengan melantik dua pejabat berstatus mantan narapidana kasus korupsi.

Setelah insiden pelantikan pejabat berstatus mantan narapidana korupsi itu, kali ini istri gubernur yang terjerat KPK karena menerima suap.

Pada Selasa (20/6) pagi, tim penindakan KPK menangkap Lily Martiani Maddari, istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti saat menerima suap Rp1 miliar dari dua kontraktor berinisial RDS dan JW.

Penangkapan dilakukan di rumah kediaman pribadi Lily dan Ridwan Mukti di Jalan Hibrida, Kelurahan Sidomulyo, Bengkulu. Setelah sempat diamankan di Mapolda Bengkulu, Ridwan Mukti dan Lily Maddari dibawa ke Kantor KPK di Jakarta.***2***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017