Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Aktivis Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Perisai Keadilan Bengkulu mempersoalkan bongkar-muat atau "transhipment" batubara di sekitar perairan Pulau Tikus sebab membahayakan kelestarian terumbu karang pulau dengan daratan hanya 0,6 hektare itu.

"Belum ada aturan yang memperbolehkan bongkar-muat batubara di perairan Pulau Tikus tapi kami menyaksikan satu kapal tongkang sedang bongkar-muat di sana," kata Anggota Tim Investigasi Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Perisai Keadilan Bengkulu (LBH-APKB) Melyansori di Bengkulu, Kamis.

Ia mengatakan tim litigasi LBH-APKB menyaksikan dan mendokumentasikan bongkar-muat batubara tersebut di sekitar perairan Pulau Tikus pada Kamis pagi.

Di sisi tongkang yang berisi batubara yang dimuat ke kapal besar itu tertulis Titan38, yang diduga merupakan nama salah satu perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara.

Sedangkan di kapal besar tertulis Global Harmony Monrovia IMO 0473573 yang melepaskan jangkarnya di sekitar perairan Pulau Tikus.

Melyan mengatakan, Pemprov Bengkulu pada 2012 telah melarang bongkar-muat batubara di perairan Pulau Tikus untuk menyelamatkan ekosistem pulau tersebut.

Larangan bongkar-muat itu ditegaskan dalam Surat Gubernur Bengkulu Nomor 552.3/245/Dishub pada 18 Juli 2012 tentang Penghentian Kegiatan Muat Batubara di Perairan Pulau Tikus.

"Bahkan legislatif sudah membuat Peraturan Daerah tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang salah satu isinya melarang "ranshipment" di Pulau Tikus," katanya.

Karena itu, tim LBH-APKB akan melaporkan tindakan pemilik kapal tongkang dan kapal besar yang melakukan bongkar-muat batubara di perairan Pulau Tikus tersebut.

Mereka juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran yang dilakukan pemilik kapal tongkang itu.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018