Pengrajin batik tulis lokal atau batik Kaganga di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, saat ini membutuhkan bantuan modal untuk mengembangkan usaha mereka.
"Selama ini kami hanya mengandalkan modal sendiri, sejak saya buka usaha batik ini sejak tahun 2000-an lalu sampai sekarang belum pernah dikasih bantuan baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat," kata Mahmudah, pengrajin batik khas Rejang Lebong, Jumat.
Jika saja usaha membuat batik ini mendapat bantuan dari pemerintah atau pihak lainnya, tambah dia, maka mereka bisa memperbanyak hasil produksi terutama untuk pembelian pembelian dasar atau kain untuk dijadikan batik yang saat ini mencapai Rp200 ribu per potong.
Usaha pembuatan batik aksara Kaganga yang dikembangkan Mahmudah bersama dengan empat orang anggota keluarganya itu bertempat di rumahnya yang terletak di Jalan Batu Galing, RT01/01 Kelurahan Batu Galing, Kecamatan Curup Tengah, di mana sejak beroperasi sampai kini sudah menghasilkan ribuan potong batik.
Dirinya memilih membuka usaha dari rumahnya sendiri bukan di pabrik atau lokasi lainnya dengan alasan, dirinya bisa melaksanakan usaha membatik disamping usaha lainnya yakni pembuatan tempe.
"Kalau usaha tempe ini pembelinya sudah pasti, sedangkan batik ini umumnya pesanan orang saja dan waktu pengerjannya bisa memakan waktu dua sampai tiga hari per potong, selain itu kalau tidak ada yang memesan sulit lakunya," ujar dia.
Sementara itu, Saparudin suami Mahmudah menambahkan, batik tulis aksara Kaganga itu memiliki kekhasan sendiri dibandingkan dengan batik lainnya terutama yang menonjol ialah motif aksara Kaganga, kemudian bunga kibut (bunga bangkai), dan bunga Rafflesia.
"Saat ini kebanyakan yang memesan adalah pegawai pemerintah, di mana perpotongnya kami jual Rp350 ribu dengan ukuran sepanjang 2.30 CM, ini cukup untuk pembuatan kemeja lengan panjang," kata Saparudin.
Batik aksara Kaganga yang dibuatnya itu harus bersaing dengan batik print yang banyak diproduksi di Jawa, akibatnya jika tidak ada pesanan dari pelanggan terutama aparatur sipil negara (ASN) batiknya itu tidak laku mengingat harga produksinya masih tinggi perpotongnya mencapai Rp200 ribu.
"Selain dapat bantuan modal usaha, kami inginnya dibantu soal pemasarannya. Kalau ada order pembuatan batik lokal hendaknya diberikan ke kami bukan pabrikan, sehingga usaha kami bisa juga hidup," urainya berharap.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Selama ini kami hanya mengandalkan modal sendiri, sejak saya buka usaha batik ini sejak tahun 2000-an lalu sampai sekarang belum pernah dikasih bantuan baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat," kata Mahmudah, pengrajin batik khas Rejang Lebong, Jumat.
Jika saja usaha membuat batik ini mendapat bantuan dari pemerintah atau pihak lainnya, tambah dia, maka mereka bisa memperbanyak hasil produksi terutama untuk pembelian pembelian dasar atau kain untuk dijadikan batik yang saat ini mencapai Rp200 ribu per potong.
Usaha pembuatan batik aksara Kaganga yang dikembangkan Mahmudah bersama dengan empat orang anggota keluarganya itu bertempat di rumahnya yang terletak di Jalan Batu Galing, RT01/01 Kelurahan Batu Galing, Kecamatan Curup Tengah, di mana sejak beroperasi sampai kini sudah menghasilkan ribuan potong batik.
Dirinya memilih membuka usaha dari rumahnya sendiri bukan di pabrik atau lokasi lainnya dengan alasan, dirinya bisa melaksanakan usaha membatik disamping usaha lainnya yakni pembuatan tempe.
"Kalau usaha tempe ini pembelinya sudah pasti, sedangkan batik ini umumnya pesanan orang saja dan waktu pengerjannya bisa memakan waktu dua sampai tiga hari per potong, selain itu kalau tidak ada yang memesan sulit lakunya," ujar dia.
Sementara itu, Saparudin suami Mahmudah menambahkan, batik tulis aksara Kaganga itu memiliki kekhasan sendiri dibandingkan dengan batik lainnya terutama yang menonjol ialah motif aksara Kaganga, kemudian bunga kibut (bunga bangkai), dan bunga Rafflesia.
"Saat ini kebanyakan yang memesan adalah pegawai pemerintah, di mana perpotongnya kami jual Rp350 ribu dengan ukuran sepanjang 2.30 CM, ini cukup untuk pembuatan kemeja lengan panjang," kata Saparudin.
Batik aksara Kaganga yang dibuatnya itu harus bersaing dengan batik print yang banyak diproduksi di Jawa, akibatnya jika tidak ada pesanan dari pelanggan terutama aparatur sipil negara (ASN) batiknya itu tidak laku mengingat harga produksinya masih tinggi perpotongnya mencapai Rp200 ribu.
"Selain dapat bantuan modal usaha, kami inginnya dibantu soal pemasarannya. Kalau ada order pembuatan batik lokal hendaknya diberikan ke kami bukan pabrikan, sehingga usaha kami bisa juga hidup," urainya berharap.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019