Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanes Tuba Helan, MHum menilai, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tidak percaya pada Mahkamah Konstitusi karena mereka tidak percaya diri sendiri.
"Mengapa BPN tidak percaya pada MK, karena mereka tidak percaya diri sendiri bahwa mereka jujur mengungkap adanya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Selasa.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan sikap Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang menolak untuk mengadu kecurangan pemilu ke MK, dengan alasan lembaga peradilan pemilu itu dinilai sudah tidak adil dalam mengadili sengketa pemilu.
KPU RI pada Selasa (21/5) dini hari telah mengumumkan bahwa pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin meraih suara terbanyak sebagai calon presiden-wakil presiden dengan mengumpulkan 50,55 persen dari pasangan calon 02 Prabowo-Sandiaga 40,55 persen.
Menurut dia, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"BPN tidak memiliki bukti yang cukup dan itulah yang membuat mereka tidak percaya diri untuk membawa hasil pilpres ini ke MK," kata mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT ini.
Johanes Tuba Helan menambahkan, pelaksanaan Pemilu 2019 ini memang ada kecurangan, tetapi tidak mempengaruhi hasil karena semua sudah diselesaikan secara berjenjang.
"Soal hasil, jika tidak diterima segera ajukan kepada MK untuk diselesaikan," kata Johanes Tuba Helan.
Dia mengatakan, dalam negara hukum, politik/demokrasi semua harus tunduk pada hukum.
Mahkamah Konstitusi (MK) diadakan berdasarkan konstitusi yang dibentuk oleh lembaga politik dan hakimnya juga diseleksi oleh DPR.
Karena itu, politisi harus percaya bahwa Mahkamah Konstitusi yang dibentuk oleh mereka sendiri bisa bertindak adil dalam menyelesaikan sengketa pemilu.
"Jika politisi yang membuat MK tidak percaya, bagaimana dengan kita warga negara biasa," kata Johanes Tuba Helan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Mengapa BPN tidak percaya pada MK, karena mereka tidak percaya diri sendiri bahwa mereka jujur mengungkap adanya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Selasa.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan sikap Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang menolak untuk mengadu kecurangan pemilu ke MK, dengan alasan lembaga peradilan pemilu itu dinilai sudah tidak adil dalam mengadili sengketa pemilu.
KPU RI pada Selasa (21/5) dini hari telah mengumumkan bahwa pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin meraih suara terbanyak sebagai calon presiden-wakil presiden dengan mengumpulkan 50,55 persen dari pasangan calon 02 Prabowo-Sandiaga 40,55 persen.
Menurut dia, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"BPN tidak memiliki bukti yang cukup dan itulah yang membuat mereka tidak percaya diri untuk membawa hasil pilpres ini ke MK," kata mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT ini.
Johanes Tuba Helan menambahkan, pelaksanaan Pemilu 2019 ini memang ada kecurangan, tetapi tidak mempengaruhi hasil karena semua sudah diselesaikan secara berjenjang.
"Soal hasil, jika tidak diterima segera ajukan kepada MK untuk diselesaikan," kata Johanes Tuba Helan.
Dia mengatakan, dalam negara hukum, politik/demokrasi semua harus tunduk pada hukum.
Mahkamah Konstitusi (MK) diadakan berdasarkan konstitusi yang dibentuk oleh lembaga politik dan hakimnya juga diseleksi oleh DPR.
Karena itu, politisi harus percaya bahwa Mahkamah Konstitusi yang dibentuk oleh mereka sendiri bisa bertindak adil dalam menyelesaikan sengketa pemilu.
"Jika politisi yang membuat MK tidak percaya, bagaimana dengan kita warga negara biasa," kata Johanes Tuba Helan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019