Terik panas mentari pada Jumat sore (12/7/2019) itu terasa begitu menyengat.
Namun sengatan mentari itu bagai tak dirasa oleh masyarakat yang tengah berkunjung ke kawasan Monumen Nasional Jakarta.
Seorang pegawai swasta, Theresia Olivia Itran (28), sengaja datang ke tempat tersebut untuk sekedar berjalan-jalan melepas penat usai kerja.
Olivia berfoto di lapangan Monas sisi barat mencari foto-foto kegiatan masyarakat. Jepretan demi jepretan terdengar dari telepon pintarnya.
Warga yang difotonya pun memilih berbagai gaya termasuk gaya dari jari tangan seperti dua jari berbentuk huruf "V".
Lalu ketika dia memfoto orang yang sedang "jogging", pelari itu mengangkat satu jempolnya ketika melewati Olivia yang ketahuan mengabadikan gambarnya.
Masyarakat kemungkinan tidak mempermasalahkan gaya jempol atau dua jari lagi.
Simbol jempol ataupun dua jari; jari telunjuk dan jari jempol, pada saat berlangsung kontestasi politik merupakan simbol untuk menunjukkan dukungan kepada tokoh politik dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Hanya ada dua peserta dalam pilpres yang lalu, Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sementara Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Secara gampang, lambang dari 01 dan 02 disimbolkan dengan jempol ataupun dua jari.
Memang tidak ada yang menetapkan bahwa jempol yang terangkat ke atas menandakan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf. Begitu juga dua jari (jari tengah dan jari telunjuk atau jari jempol dan jari telunjuk) menunjukkan dukungan kepada Prabowo-Sandi. Tetapi itu terjadi di masyarakat untuk menunjukkan dukungan kepada salah pasangan capres-cawapres.
Olivia mengatakan dirinya sendiri tidak menganggap bahwa satu jempol yang terangkat ataupun dua jari yang terangkat saat berfoto adalah bentuk dukungan.
"Karena saya dari sebelum pemilu pun sebenarnya pose 2 atau jempol saja itu sudah lumrah. Dua jari itu biasanya bentuk huruf 'V' maksudnya 'Peace' atau maksudnya damai," ujar dia.
Namun sebagian masyarakat Indonesia beranggapan bahwa ekspresi tersebut dinilai berpotensi diartikan sebagai bentuk dukungan.
Bahkan tidak jarang dalam sesi foto bersama, ada saja peserta foto ataupun kerabat yang mengatakan salam jempol, atau salam dua jari, erat dikaitkan dengan simbol dukungan kepada capres tertentu.
Olivia memahami bahwa saat pemilu, pose jari tangan kerap dianggap sebagai dukungan kepada salah satu pasangan capres-cawapres. Dia pun pernah dicap sebagai pendukung capres-cawapres tertentu hanya karena berpose dengan jari di depan kamera saat sesi foto bersama.
Olivia berharap waktu dapat mengembalikan stigma tersebut, mengingat proses pemilu yang telah usai. Hal yang lebih penting lagi, yakni kembali bersatunya masyarakat dan tidak lagi terpecah karena perbedaan dukungan politik.
"Harapannya ya sekarang kita tidak lagi memilih teman hanya karena pilihan yang sama. Menurutku itu nggak baik. Kita sama-sama punya pilihan dan teruslah menjadi Indonesia yang satu," kata Olivia.
Ekpresi
Menurut pakar gestur dan mikroekspresi, Monica Kumalasari, kekhawatiran masyarakat mempose jari jempol ataupun dua jari dikarenakan simbol-simbol sementara pilihan politis adalah hal yang wajar.
Penggunaan gaya dengan jari sebagai simbol pun menjadi hal yang secara naluriah dilakukan oleh manusia untuk menunjukkan perasaan. Apalagi saat berfoto.
Monica menjelaskan gestur dari tangan atau emblem merupakan gestur yang paling menunjukkan ekspresi atau emosi seseorang.
"Contohnya Indonesia ketika sedang Pemilihan Presiden lalu maka ketika orang berfoto salah satu emblem tangan saja, itu sudah mengindikasikan bahwa seseorang ini pendukung siapa sehingga hati-hati sekali. Karena pada saat itu apapun menjadi sumber kampanye," ungkap Monica.
Pada saat kampanye, masyarakat memiliki stigma bahwa jari jempol menunjukkan dukungan kepada pasangan nomor urut 01, sementara jari telunjuk dengan jari tengah atau jari telunjuk dengan jari jempol kepada pasangan capres cawapres nomor urut 02.
Tapi sekarang masyarakat sudah seharusnya move on dari pandangan itu. "Pasti akan hilang sendiri karena itu bukan universal gesture. Itu gestur yang berlaku hanya saat konteks pemilihan presiden saja," ujar Monica.
Karena memang perbedaan pilihan politik dalam kampanye telah usai lewat Sidang MK, diharap masyarakat tidak lagi dihadapkan dengan ketakutan perbedaan simbol-simbol pilihan politis dalam kehidupan sehari-hari.
Satu bangsa
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang Persengketaan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 dengan amar putusan tidak menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya serta menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Dengan putusan MK tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun telah menetapkan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2019. Selanjutnya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 akan dilaksanakan pada Oktober 2019.
Kedua pasangan capres dan cawapres baik Jokowi dan Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima keputusan MK tersebut.
Kendati Prabowo merasa kecewa dengan putusan MK tersebut, namun dia menghormati hal itu.
"Kami patuh mengikuti jalur konstitusi, yaitu UUD 1945 dan sistem UU yang berlaku. Kami menyatakan menghormati hasil keputusan MK," kata Prabowo dalam konferensi pers di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Prabowo mengapresiasi seluruh pihak di Koalisi Indonesia Adil Makmur atas dukungan dan kerja keras pemenangan Prabowo-Sandiaga.
"Perjuangan kita adalah perjuangan mulia, kita ingin mewujudkan Indonesia Adil Makmur, kita ingin wujudkan Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka secara politik, ekonomi dan budaya," kata Prabowo.
Sedangkan Jokowi dalam pidatonya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, juaga pada Kamis (27/6) malam meyakini sikap kenegarawanan Prabowo serta Sandiaga dalam membangun bangsa.
"Saya meyakini kebesaran hati dan kenegarawanan dari sahabat baik saya Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga Uno. Beliau berdua memiliki visi yang sama dalam membangun Indonesia ke depan. Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang lebih maju, adil dan sejahtera," kata Jokowi.
Jokowi bersama Ma'ruf Amin menyatakan mereka adalah presiden dan wakil presiden bagi seluruh bangsa Indonesia.
Mantan gubernur itu menekankan tidak ada lagi perbedaan pendukung pasangan nomor 01 maupun 02. "Tidak ada lagi 01 dan 02, yang ada hanya persatuan Indonesia," kata Jokowi.
Dia mengajak seluruh rakyat kembali bersatu dan bersama-sama membangun serta memajukan Tanah Air.
Seluruh komponen bangsa, menurut Jokowi, memiliki semangat yang sama, yakni Indonesia yang bersatu. Indonesia yang maju dan mampu bersanding dengan negara-negara besar di dunia.
Sahabat Dekat
Ungkapan-ungkapan persatuan juga diutarakan tatkala pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta pada Sabtu (13/7).
Kedua tokoh itu janjian bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus. Dalam pertemuan itu, Jokowi mengatakan pada saat kontestasi pilpres, harus berkompetisi dalam visi-misi membangun bangsa.
Lalu pemilu telah usai dan Jokowi tetap menganggap Prabowo sebagai sahabat dekat, bahkan saudara.
"Kita berharap agar para pendukung juga melakukan hal yang sama karena kita adalah negara sebangsa dan se-Tanah Air. Tidak ada lagi yang namanya 01, tidak ada lagi yang namanya 02," kata mantan Wali Kota Solo itu.
Prabowo menjelaskan hal yang sama bahwa saat persaingan dan kritikan merupakan tuntutan politik dan demokrasi. Kendati demikian semuanya tetap dilakukan dalam koridor keluarga besar NKRI.
Prabowo membuka diri jika Jokowi hendak sowan (berkunjung) dan akan dimanfaatkan untuk membahas pembangunan bangsa dan negara. "Kita sama-sama patriot dan sama-sama ingin berbuat terbaik untuk bangsa," demikian Prabowo.
Penguatan persatuan dan kesatuan semakin jelas antara Jokowi dan Prabowo. Semuanya didasari untuk membangun bangsa yang dicintai keduanya.
Lantas, rasanya tidak perlu lagi ada kata-kata cebong atau kampret atau emblem-emblem jempol maupun dua jari yang dimaknai perbedaan politik.
"Yang ada adalah Garuda. Garuda Pancasila," demikian Jokowi.
Masyarakat perlu memaknai bahwa kebersamaan dan persatuan lebih penting dan dibutuhkan untuk memacu pembangunan Indonesia ke depan yang tentunya lebih baik.
Bahkan cuitan-cuitan di media sosial pun memberi tagar (tanda pagar) baru, bukan lagi 01 atau 02, tapi #03PersatuanIndonesia yang merupakan sila ketiga Pancasila.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Namun sengatan mentari itu bagai tak dirasa oleh masyarakat yang tengah berkunjung ke kawasan Monumen Nasional Jakarta.
Seorang pegawai swasta, Theresia Olivia Itran (28), sengaja datang ke tempat tersebut untuk sekedar berjalan-jalan melepas penat usai kerja.
Olivia berfoto di lapangan Monas sisi barat mencari foto-foto kegiatan masyarakat. Jepretan demi jepretan terdengar dari telepon pintarnya.
Warga yang difotonya pun memilih berbagai gaya termasuk gaya dari jari tangan seperti dua jari berbentuk huruf "V".
Lalu ketika dia memfoto orang yang sedang "jogging", pelari itu mengangkat satu jempolnya ketika melewati Olivia yang ketahuan mengabadikan gambarnya.
Masyarakat kemungkinan tidak mempermasalahkan gaya jempol atau dua jari lagi.
Simbol jempol ataupun dua jari; jari telunjuk dan jari jempol, pada saat berlangsung kontestasi politik merupakan simbol untuk menunjukkan dukungan kepada tokoh politik dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Hanya ada dua peserta dalam pilpres yang lalu, Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sementara Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Secara gampang, lambang dari 01 dan 02 disimbolkan dengan jempol ataupun dua jari.
Memang tidak ada yang menetapkan bahwa jempol yang terangkat ke atas menandakan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf. Begitu juga dua jari (jari tengah dan jari telunjuk atau jari jempol dan jari telunjuk) menunjukkan dukungan kepada Prabowo-Sandi. Tetapi itu terjadi di masyarakat untuk menunjukkan dukungan kepada salah pasangan capres-cawapres.
Olivia mengatakan dirinya sendiri tidak menganggap bahwa satu jempol yang terangkat ataupun dua jari yang terangkat saat berfoto adalah bentuk dukungan.
"Karena saya dari sebelum pemilu pun sebenarnya pose 2 atau jempol saja itu sudah lumrah. Dua jari itu biasanya bentuk huruf 'V' maksudnya 'Peace' atau maksudnya damai," ujar dia.
Namun sebagian masyarakat Indonesia beranggapan bahwa ekspresi tersebut dinilai berpotensi diartikan sebagai bentuk dukungan.
Bahkan tidak jarang dalam sesi foto bersama, ada saja peserta foto ataupun kerabat yang mengatakan salam jempol, atau salam dua jari, erat dikaitkan dengan simbol dukungan kepada capres tertentu.
Olivia memahami bahwa saat pemilu, pose jari tangan kerap dianggap sebagai dukungan kepada salah satu pasangan capres-cawapres. Dia pun pernah dicap sebagai pendukung capres-cawapres tertentu hanya karena berpose dengan jari di depan kamera saat sesi foto bersama.
Olivia berharap waktu dapat mengembalikan stigma tersebut, mengingat proses pemilu yang telah usai. Hal yang lebih penting lagi, yakni kembali bersatunya masyarakat dan tidak lagi terpecah karena perbedaan dukungan politik.
"Harapannya ya sekarang kita tidak lagi memilih teman hanya karena pilihan yang sama. Menurutku itu nggak baik. Kita sama-sama punya pilihan dan teruslah menjadi Indonesia yang satu," kata Olivia.
Ekpresi
Menurut pakar gestur dan mikroekspresi, Monica Kumalasari, kekhawatiran masyarakat mempose jari jempol ataupun dua jari dikarenakan simbol-simbol sementara pilihan politis adalah hal yang wajar.
Penggunaan gaya dengan jari sebagai simbol pun menjadi hal yang secara naluriah dilakukan oleh manusia untuk menunjukkan perasaan. Apalagi saat berfoto.
Monica menjelaskan gestur dari tangan atau emblem merupakan gestur yang paling menunjukkan ekspresi atau emosi seseorang.
"Contohnya Indonesia ketika sedang Pemilihan Presiden lalu maka ketika orang berfoto salah satu emblem tangan saja, itu sudah mengindikasikan bahwa seseorang ini pendukung siapa sehingga hati-hati sekali. Karena pada saat itu apapun menjadi sumber kampanye," ungkap Monica.
Pada saat kampanye, masyarakat memiliki stigma bahwa jari jempol menunjukkan dukungan kepada pasangan nomor urut 01, sementara jari telunjuk dengan jari tengah atau jari telunjuk dengan jari jempol kepada pasangan capres cawapres nomor urut 02.
Tapi sekarang masyarakat sudah seharusnya move on dari pandangan itu. "Pasti akan hilang sendiri karena itu bukan universal gesture. Itu gestur yang berlaku hanya saat konteks pemilihan presiden saja," ujar Monica.
Karena memang perbedaan pilihan politik dalam kampanye telah usai lewat Sidang MK, diharap masyarakat tidak lagi dihadapkan dengan ketakutan perbedaan simbol-simbol pilihan politis dalam kehidupan sehari-hari.
Satu bangsa
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang Persengketaan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 dengan amar putusan tidak menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya serta menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Dengan putusan MK tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun telah menetapkan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2019. Selanjutnya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 akan dilaksanakan pada Oktober 2019.
Kedua pasangan capres dan cawapres baik Jokowi dan Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima keputusan MK tersebut.
Kendati Prabowo merasa kecewa dengan putusan MK tersebut, namun dia menghormati hal itu.
"Kami patuh mengikuti jalur konstitusi, yaitu UUD 1945 dan sistem UU yang berlaku. Kami menyatakan menghormati hasil keputusan MK," kata Prabowo dalam konferensi pers di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Prabowo mengapresiasi seluruh pihak di Koalisi Indonesia Adil Makmur atas dukungan dan kerja keras pemenangan Prabowo-Sandiaga.
"Perjuangan kita adalah perjuangan mulia, kita ingin mewujudkan Indonesia Adil Makmur, kita ingin wujudkan Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka secara politik, ekonomi dan budaya," kata Prabowo.
Sedangkan Jokowi dalam pidatonya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, juaga pada Kamis (27/6) malam meyakini sikap kenegarawanan Prabowo serta Sandiaga dalam membangun bangsa.
"Saya meyakini kebesaran hati dan kenegarawanan dari sahabat baik saya Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga Uno. Beliau berdua memiliki visi yang sama dalam membangun Indonesia ke depan. Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang lebih maju, adil dan sejahtera," kata Jokowi.
Jokowi bersama Ma'ruf Amin menyatakan mereka adalah presiden dan wakil presiden bagi seluruh bangsa Indonesia.
Mantan gubernur itu menekankan tidak ada lagi perbedaan pendukung pasangan nomor 01 maupun 02. "Tidak ada lagi 01 dan 02, yang ada hanya persatuan Indonesia," kata Jokowi.
Dia mengajak seluruh rakyat kembali bersatu dan bersama-sama membangun serta memajukan Tanah Air.
Seluruh komponen bangsa, menurut Jokowi, memiliki semangat yang sama, yakni Indonesia yang bersatu. Indonesia yang maju dan mampu bersanding dengan negara-negara besar di dunia.
Sahabat Dekat
Ungkapan-ungkapan persatuan juga diutarakan tatkala pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta pada Sabtu (13/7).
Kedua tokoh itu janjian bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus. Dalam pertemuan itu, Jokowi mengatakan pada saat kontestasi pilpres, harus berkompetisi dalam visi-misi membangun bangsa.
Lalu pemilu telah usai dan Jokowi tetap menganggap Prabowo sebagai sahabat dekat, bahkan saudara.
"Kita berharap agar para pendukung juga melakukan hal yang sama karena kita adalah negara sebangsa dan se-Tanah Air. Tidak ada lagi yang namanya 01, tidak ada lagi yang namanya 02," kata mantan Wali Kota Solo itu.
Prabowo menjelaskan hal yang sama bahwa saat persaingan dan kritikan merupakan tuntutan politik dan demokrasi. Kendati demikian semuanya tetap dilakukan dalam koridor keluarga besar NKRI.
Prabowo membuka diri jika Jokowi hendak sowan (berkunjung) dan akan dimanfaatkan untuk membahas pembangunan bangsa dan negara. "Kita sama-sama patriot dan sama-sama ingin berbuat terbaik untuk bangsa," demikian Prabowo.
Penguatan persatuan dan kesatuan semakin jelas antara Jokowi dan Prabowo. Semuanya didasari untuk membangun bangsa yang dicintai keduanya.
Lantas, rasanya tidak perlu lagi ada kata-kata cebong atau kampret atau emblem-emblem jempol maupun dua jari yang dimaknai perbedaan politik.
"Yang ada adalah Garuda. Garuda Pancasila," demikian Jokowi.
Masyarakat perlu memaknai bahwa kebersamaan dan persatuan lebih penting dan dibutuhkan untuk memacu pembangunan Indonesia ke depan yang tentunya lebih baik.
Bahkan cuitan-cuitan di media sosial pun memberi tagar (tanda pagar) baru, bukan lagi 01 atau 02, tapi #03PersatuanIndonesia yang merupakan sila ketiga Pancasila.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019