Komisi Yudisial menyatakan pada 2019 untuk pertama kalinya hakim militer dijatuhi hukuman berat berupa pemberhentian dengan hormat karena berselingkuh dengan perempuan bersuami.
Kepala Pengadilan Militer Makassar berinisial HM dipecat setelah Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menggelar sidang majelis kehormatan hakim (MKH) pada akhir Juli 2019.
"Sebagai catatan, untuk hakim militer, ini pertama kalinya bagi KY menangani laporan pihaknya hakim militer dan dibawa ke MKH dengan putusan pemberhentian," ujar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Sukma Violetta dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Selain menjalin hubungan dengan perempuan lain yang masih bersuami, HM juga melakukan intervensi kepada bawahannya terkait dengan pemeriksaan terlapor dan melakukan penyalahgunaan wewenang saat bertugas sebagai hakim kepala pengadilan militer.
Selain hakim HM, selama 2019, terdapat tiga hakim lain yang dijatuhi hukuman berat melalui MKH.
Pada bulan Februari, hakim PN Lembata, Nusa Tenggara Timur, berinisial RMS mendapat sanksi penurunan pangkat selama 3 tahun karena terbukti memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara.
Selanjutnya, pada bulan April, hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang berinisial MYS diberhentikan dengan tidak hormat karena memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di Pengadilan Negeri Menggala dan mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Terakhir, hakim PN Stabat Sumatera Utara berinisial SS yang diajukan ke sidang MKH pada bulan Juni karena melakukan pernikahan siri hingga memiliki anak dari pernikahan tersebut, tanpa izin dari istri sah. Hakim SS dijatuhi sanksi berupa penurunan pangkat jabatan selama 3 tahun.
KY mengajukan usulan untuk dilakukan enam MKH, tetapi baru empat MKH yang digelar, sisanya belum ditanggapi oleh Mahkamah Agung.
MKH terdiri atas tujuh anggota yang terdiri atas komisioner KY dan hakim agung. Dalam MKH, hakim yang dijatuhi rekomendasi sanksi oleh KY dapat melakukan pembelaan diri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Kepala Pengadilan Militer Makassar berinisial HM dipecat setelah Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menggelar sidang majelis kehormatan hakim (MKH) pada akhir Juli 2019.
"Sebagai catatan, untuk hakim militer, ini pertama kalinya bagi KY menangani laporan pihaknya hakim militer dan dibawa ke MKH dengan putusan pemberhentian," ujar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Sukma Violetta dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Selain menjalin hubungan dengan perempuan lain yang masih bersuami, HM juga melakukan intervensi kepada bawahannya terkait dengan pemeriksaan terlapor dan melakukan penyalahgunaan wewenang saat bertugas sebagai hakim kepala pengadilan militer.
Selain hakim HM, selama 2019, terdapat tiga hakim lain yang dijatuhi hukuman berat melalui MKH.
Pada bulan Februari, hakim PN Lembata, Nusa Tenggara Timur, berinisial RMS mendapat sanksi penurunan pangkat selama 3 tahun karena terbukti memberikan konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara.
Selanjutnya, pada bulan April, hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang berinisial MYS diberhentikan dengan tidak hormat karena memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di Pengadilan Negeri Menggala dan mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Terakhir, hakim PN Stabat Sumatera Utara berinisial SS yang diajukan ke sidang MKH pada bulan Juni karena melakukan pernikahan siri hingga memiliki anak dari pernikahan tersebut, tanpa izin dari istri sah. Hakim SS dijatuhi sanksi berupa penurunan pangkat jabatan selama 3 tahun.
KY mengajukan usulan untuk dilakukan enam MKH, tetapi baru empat MKH yang digelar, sisanya belum ditanggapi oleh Mahkamah Agung.
MKH terdiri atas tujuh anggota yang terdiri atas komisioner KY dan hakim agung. Dalam MKH, hakim yang dijatuhi rekomendasi sanksi oleh KY dapat melakukan pembelaan diri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019