Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat menilai hilangnya budaya malu di Minangkabau membuat ibu dan anaknya mau menjalankan bisnis prostitusi berkedok kos-kosan di Jalan Adinegoro Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat M Sayuti Datuak Rajo Pangulu saat dihubungi dari Padang, Selasa mengatakan saat ini masyarakat Minangkabau sudah tidak memiliki rasa malu untuk melakukan suatu pelanggaran dan ia prihatin atas kasus prostitusi yang dijalankan seorang ibu dan anaknya itu.

Baca juga: Jalankan bisnis prostitusi berkedok kos-kosan, ibu dan anak diringkus polisi

"Berita tersebut merupakan salah satu contoh budaya malu yang tidak lagi diterapkan oleh masyarakat, karena jika sang pelaku menanamkan rasa malu dalam dirinya maka tidak akan ada kasus tersebut di Padang," kata dia.

Menurutnya budaya malu ialah menanamkan rasa malu dalam diri. Sehingga seseorang tidak berani melakukan suatu perbuatan menyimpang atau memalukan diri sendiri di hadapan orang lain seperti berbuat zina, mencuri, melakukan prostitusi dan lain sebagainya.

Ia juga mengatakan kasus prostitusi tersebut juga disebabkan karena budaya tegur sapa yang tidak lagi dijalankan oleh masyarakat di Minangkabau.

"Budaya tegur sapa ini maksudnya ialah rasa kepedulian antar sesama, saling bertanya jika terjadi sesuatu hal yang janggal, namun yang sering ditemui saat ini masyarakat Minangkabau tak lagi menunjukkan rasa peduli," kata dia menerangkan.

Menurutnya kasus prostitusi yang terjadi di Lubuk Buaya tersebut merupakan suatu kasus yang telah melanggar aturan adat Minangkabau yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

Baca juga: Pengakuan warga di sekitar lokasi prostitusi modus rumah kos di Kota Padang

"Bahkan aturan adat itu sendiri sudah mulai memudar, jika masyarakat Minangkabau menaati aturan itu mereka tidak akan melakukannya. Karena sebagaimana yang dijelaskan dalam kitabullah sesungguhnya perbuatan itu ialah haram dan sangat dibenci oleh Allah," kata dia.

Ia berharap pada pemerintah setempat agar aturan Minangkabau yang bersandarkan pada adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah kembali ditegakkan.

Kemudian ia juga mengharapkan pada penegak hukum agar terus meningkatkan pengawasan supaya kasus tersebut tidak terulang lagi.

"Tentunya juga dibantu oleh masyarakat dengan meningkatkan dan mengenalkan kembali budaya tegur sapa dan budaya malu ke anak cucu," kata dia.

Pewarta: Laila Syafarud

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020