Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mulai menggulirkan Program Guru Berkunjung sebagai salah satu upaya memastikan bahwa siswa tetap belajar dengan baik meski kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah.
“Tujuan dari program ini adalah untuk mendampingi siswa, lebih ke arah psikologis sehingga anak tidak merasa sendirian belajar dari rumah. Guru akan meyakinkan siswa bahwa mereka sebenarnya sedang bersekolah, tetapi dari rumah,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Ashrori di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, sejumlah guru dari jenjang SD dan SMP sudah mulai menjalankan model pembelajaran tersebut di antaranya di SMP Negeri 15 dan SMP Negeri 16 Yogyakarta, serta di SD Negeri Rejowinangun 3, SD Ngupasan dan SD Keputran 1.
Guru akan memprioritaskan mengunjungi siswa di sekitar sekolah yang diketahui mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah, di antaranya sulit mengakses internet.
“Biasanya, siswa yang dikunjungi oleh guru tersebut juga kerap bermain di sekitar sekolah. Makanya, mereka kami arahkan dan dampingi untuk tetap belajar dari rumah,” katanya.
Budi mengatakan metode yang dipakai dalam program Guru Berkunjung tersebut tidaklah kaku tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi siswa sehingga tidak harus bertemu dengan siswa di rumah siswa.
“Jika ada banyak anak dari lingkungan yang sama dan bersekolah di tempat yang sama, maka mereka bisa saja dikumpulkan di Balai RW atau ruang terbuka publik untuk kemudian didampingi saat belajar,” katanya.
Tentu saja, lanjut Budi, penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19 tetap harus diperhatikan, seperti menjaga jarak, mengenakan masker dan rajin cuci tangan.
“Guru pun harus memperoleh izin dari pengurus di kampung atau di RT/RW untuk melakukan kegiatan itu,” katanya.
Dalam Program Guru Berkunjung tersebut, lanjut Budi, setiap guru tidak mungkin untuk mengunjungi seluruh siswa satu per satu setiap hari. “Ya, paling tidak satu pekan sekali berkunjung ke siswa,” katanya.
Selain memberikan pendampingan saat belajar maupun penguatan dari sisi psikologis, lanjut Budi, dalam program tersebut juga diselipkan upaya untuk penerapan adaptasi kebiasaan baru apabila nantinya kegiatan pembelajaran bisa dilakukan secara tatap muka.
“Jika nanti diperbolehkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka, maka anak-anak juga harus disiapkan. Tidak mungkin juga kegiatan pembelajaran akan langsung berjalan normal seperti saat sebelum pandemi. Tentu ada tahapan-tahapan untuk penyesuaian dan adaptasi,” katanya.
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta juga tetap melakukan persiapan apabila nanti sudah diperbolehkan membuka kembali sekolah dan menggelar pembelajaran tatap muka.
“Prosedurnya sudah disusun. Misalnya ada pembatasan-pembatasan dari jam pelajaran, tidak membuka kantin, hingga pemenuhan sarana dan prasarana pendukung protokol kesehatan. Semua harus disiapkan dulu,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan model pembelajaran Guru Berkunjung merupakan upaya menjawab permasalahan atau kendala dalam pembelajaran secara daring.
“Misalnya ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pembelajaran daring. Siswa SD swasta relatif bisa melakukan pembelajaran daring lebih lancar dibanding sekolah negeri. Namun untuk SMP, permasalahan tersebut lebih banyak ditemui di SMP swasta dibanding SMP negeri,” katanya.
Berdasarkan data survei, Heroe menambahkan sebanyak 46 persen orang tua berkeinginan pembelajaran tatap muka kembali diselanggarakan karena anaknya menghadapi berbagai kendala saat pembelajaran daring, sedangkan sisanya 54 persen orang tua masih berkeinginan melakukan pembelajaran daring karena kekhawatiran tertular virus corona.
Saat ini, di Kota Yogyakarta sudah ada 211 titik wifi publik yang bisa diakses secara gratis oleh masyarakat termasuk untuk mendukung pembelajaran secara daring.