Padang (ANTARA) - Hingga saat ini tak kurang dari 39 kali Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menjalani tes usap untuk memastikan ia tak terpapar Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Sebagai orang yang memiliki mobilitas tinggi karena setiap hari harus bertemu orang banyak mulai dari rapat bersama jajaran, memenuhi undangan masyarakat hingga melakukan perjalanan dinas dengan pesawat udara ke Jakarta membuat Irwan rutin menjalani tes usap.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pun membuat kebijakan menyediakan tes usap gratis di Bandara Internasional Minangkabau bagi mereka yang baru saja mendarat untuk memastikan negatif COVID-19.
Termasuk saat orang terdekat yang berinteraksi dengannya terpapar COVID-19, saat dilakukan penelusuran riwayat kontak masuk, Irwan pun kembali menjalani tes usap.
Meskipun ia mengakui sedikit repot, namun demi keselamatan orang terdekat mulai dari keluarga dan staf, Irwan rela dicolok hidungnya hingga puluhan kali.
Ia pun bersyukur kendati puluhan kali melakukan tes usap hasilnya selalu negatif.
Saat akan memenuhi undangan masyarakat, Irwan pun mewanti-wanti ajudan untuk memastikan protokol kesehatan diterapkan di lokasi mulai dari pakai masker, menjaga jarak hingga mencuci tangan.
Pada 14 Januari 2021, saat peluncuran perdana program vaksinasi COVID-19 pada awalnya Irwan menjadi salah satu penerima pertama.
Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan awal petugas, ia dinilai belum memenuhi syarat kesehatan untuk melaksanakan vaksin hari itu sehingga akhirnya diundur.
Kasus COVID-19
Berdasarkan data yang dihimpun dari web corona.sumbarprov.go.id tercatat hingga 23 Januari 2021 sebanyak 26.306 warga Sumbar positif COVID-19, sebanyak 582 orang meninggal dan 24.080 orang telah dinyatakan sembuh.
Sejak diluncurkannya vaksin COVID-19 yang pada tahap awal diperuntukkan bagi tenaga kesehatan terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat.
Tak hanya pro dan kontra, namun juga menjurus kepada disinformasi. Ada pihak yang menerima informasi yang kurang tepat soal vaksin.
Menyikapi hal itu Gubernur Irwan mengemukakan vaksin COVID-19 merupakan salah satu solusi pemecahan masalah pandemi yang saat ini sedang terjadi.
"Kalau misalnya, kita tidak mau divaksin terus pakai apalagi? Apa akan terus begini tidak produktif dalam beraktivitas," kata dia.
Menurutnya, terkait dengan adanya perbincangan soal kandungan vaksin MUI sudah menyatakan halal.
"Lalu siapa lagi yang lebih berhak menyebut halal dan haram kalau bukan MUI, kalau MUI sudah menyatakan halal, ya, sudah ikut saja," ujarnya.
Ia menemukan di media sosial ada yang menyatakan kandungan vaksin tersebut haram dan yang menyampaikan bukan ustadz bukan pula ulama.
"Ini yang saya tidak mengerti, bukan ahlinya yang bicara," ujarnya.
Irwan menyampaikan berita soal vaksin yang beredar di masyarakat banyak yang hoaks membuat orang menolak untuk divaksin hingga ada banyak info yang perlu diluruskan agar masyarakat tidak mendapatkan informasi yang menyesatkan.
Ia pun mengajak para pakar, pemangku kepentingan dan semua pihak bersama-sama berperan meluruskan informasi keliru soal vaksin.
Kemudian terkait keamanan BPOM juga sudah menyatakan aman sehingga syarat untuk diedarkan sudah cukup.
Terkait ada hal-hal yang belum sempurna soal vaksin ia mengatakan lebih baik apa yang sudah ada saat ini dikerjakan sebagai bentuk ikhtiar untuk menghentikan pandemi ini.
Tekan angka terpapar
Sementara Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Nasional Prof. Rizanda Machmud mengemukakan tujuan imunisasi COVID-19 yang utama adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian warga yang terinfeksi.
Selain itu vaksin juga bertujuan membentuk kekebalan kelompok yang pada akhirnya memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh.
Menurutnya, vaksin akan membentuk kekebalan secara kelompok yang pada akhirnya terbentuk perlindungan lintas kelompok.
Saat pemberian vaksin akan melindungi kelompok lain seperti usia dewasa dan risiko tinggi.
Ketika sebuah populasi banyak mendapatkan vaksin maka penyebaran virus dapat ditekan, lalu risiko orang tertular oleh penyakit yang sama menjadi lebih kecil bahkan kebal.
Dalam skema kekebalan massal, orang yang divaksin berperan layaknya tembok pelindung bagi orang lain yang belum terinfeksi dalam suatu populasi.
Terkait dengan kelompok masyarakat yang pertama kali divaksin, dia menyampaikan di seluruh dunia semua sepakat yang pertama kali adalah petugas kesehatan karena merupakan kelompok yang paling rentan.
Kemudian petugas publik yang berhadapan langsung dengan masyarakat mulai dari TNI, Polri, petugas bandara, stasiun kereta api, pelabuhan, dan petugas yang bekerja di lapangan.
Berikutnya kelompok risiko tinggi lainnya yaitu pekerja produktif yang berkontribusi pada sektor ekonomi dan pendidikan hingga penduduk yang tinggal di tempat berisiko tinggi seperti kawasan padat penduduk.
Pada sisi lain ia mengingatkan imunisasi COVID-19 tidak menggantikan protokol kesehatan karena itu masyarakat tetap harus disiplin memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Dalam penanganan pandemi COVID-19 tersebut ada kewajiban pribadi dan ada kewajiban bersama.
Ia menguraikan kewajiban pribadi mulai dari jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menerapkan etika bersin saat batuk hingga tidak memegang wajah dengan tangan secara langsung.
Sedangkan kewajiban bersama meliputi menjauhi kerumunan, tanggap melakukan testing dan tracing, menjamin sirkulasi udara yang baik, mendapatkan dukungan pembiayaan kesehatan, karantina dan isolasi serta vaksin.
Tahap I penentu
Sementara Ahli epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang Defriman Djafri Phd. berpendapat keberhasilan vaksinasi COVID-19 akan ditentukan oleh sejauh mana keberhasilan pelaksanaan tahap I.
Tahap I menyasar tenaga medis dan mereka adalah orang yang memiliki akses informasi yang baik, jika pelaksanaan berjalan baik maka tahap selanjutnya akan lebih mudah.
Oleh sebab itu ia mengingatkan pemerintah, vaksinasi tahap I dengan menyasar 10 persen populasi harus berjalan dengan baik dengan angka partisipasi yang tinggi.
Kalau tahap I berhasil tidak ada lagi masyarakat yang takut, kata dia, malah orang akan berbondong-bondong, tapi kalau tahap satu ada kendala dampaknya sistemik.
Ia melihat saat ini untuk menyukseskan vaksin, strateginya memastikan tingkat partisipasi tinggi sehingga kekebalan kelompok tercipta dan bisa melindungi diri dan orang terdekat dari COVID-19.
Kendati efikasi sudah tinggi, kalau yang divaksin rendah percuma, ujar dia, kuncinya adalah efikasi tinggi dan partisipasi tinggi.
Kemudian terkait adanya kejadian pasca imunisasi, ia mengingatkan, perlu dibedakan antara reaksi yang disebabkan karena komponen vaksin, cacat mutu vaksin, kesalahan prosedur dalam vaksin, hingga kecemasan karena takut disuntik.
Ia mengemukakan yang banyak dikhawatirkan adalah komponen vaksin karena masyarakat ragu dengan vaksin yang berasal dari China.
Padahal tidak juga jaminan ketika vaksin itu berasal dari luar China seperti Eropa dan Amerika Serikat tidak ada kendala.
Menurut dia, semua vaksin itu standar pembuatan sama dan BPOM sudah melakukan uji mutu, semua orang di dunia juga memantau.
Dinas Kesehatan, diingatkan untuk meminimalkan kesalahan prosedur dalam melakukan vaksin dengan melatih tenaga vaksinator yang andal.
Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan awal orang yang akan divaksin memastikan kondisinya layak untuk mencegah dampak
Ia menilai saat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno batal divaksin karena berdasarkan hasil pemeriksaan awal belum memenuhi syarat, malah baik sebab jika diteruskan dan ada dampak malah jadi preseden lagi. Artinya, skrining tenaga medisnya baik.
Kendala
IDI Sumbar menilai faktor geografis berupa luas wilayah dan beratnya medan yang harus dilalui dalam mendistribusikan vaksin menjadi salah satu tantangan.
Ketua IDI Sumbar Pom Harry Satria menilai distribusi jadi tantangan terbesar karena daerah yang dijangkau bukan perkotaan saja, namun juga daerah perbatasan hingga terisolir hingga kepulauan.
Distribusi dan penyimpanan harus dilakukan sedemikian rupa agar vaksinasi tetap efektif.
Ini yang kerap terjadi, seperti kesalahan prosedur penyiapan, penanganan dan penyimpanan sehingga menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi.
Oleh sebab itu ia mengingatkan Dinas Kesehatan selaku penanggung jawab vaksin agar memperhatikan hal ini sehingga jika ada dampak bisa terkendali dengan baik agar kepercayaan masyarakat tinggi.
Ia memberi contoh kesalahan prosedur vaksinasi mulai dari jarum suntik tidak steril, salah lokasi penyuntikan hingga pemberian vaksin yang masih beku.
Kemudian terkait dengan kejadian lain setelah vaksinasi, namun tidak disebabkan oleh vaksin atau prosedur pemberiannya biasanya gejala yang timbul bersifat sementara.
Ada juga reaksi terkait kecemasan sebagai akibat dari suntikan imunisasi seperti pingsan, hiperventilasi, muntah dan kejang.
Ia menerangkan idealnya vaksin tidak menimbulkan efek simpang, kalau pun ada sangat ringan.
Reaksi lokal dan sistemik seperti rasa sakit dan demam bisa muncul setelah imunisasi sebagai bagian dari proses reaksi kekebalan.
Terkait dengan adanya peluang terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi masyarakat dapat melapor pada puskesmas dan fasilitas kesehatan.
Pelibatan tokoh
Ulama Sumatera Barat Buya Masoed Abidin berpendapat pelibatan komponen adat dan agama menjadi salah satu kunci keberhasilan vaksinasi.
Sebagaimana diketahui, Sumbar itu kuat adatnya, kokoh agamanya, jika dua komponen ini dilibatkan menjadi salah satu kunci keberhasilan vaksinasi.
Kendala terbesar vaksinasi di masyarakat saat ini adalah adanya keraguan dan banyak beredar informasi hoaks.
Untuk menghapus keraguan menjadi keyakinan dan diterima masyarakat, harus diawali dengan memberikan contoh dari pemimpinan itu sendiri dengan pertama kali divaksin.
Para dai dan ulama saat berceramah hendaknya turut mengedukasi masyarakat agar pandemi ini bisa berkurang.
Sekarang masih ada yang tidak percaya COVID-19 dengan mengatakan jangan takut pada corona baru dan takutlah hanya pada Allah. Padahal dalam hidup ini ada iman dan ada ikhtiar, dan upaya yang dilakukan lewat vaksin adalah ikhtiar agar masyarakat Indonesia sehat.*
Berikhtiar lewat vaksinasi melawan pandemi
Minggu, 24 Januari 2021 19:52 WIB 2343