Surabaya (ANTARA) - Ragam cerita datang dari petugas pemakaman jenazah pasien COVID-19 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Cerita salah satunya datang dari seorang petugas perempuan bernama Ari Triastutik yang mengaku bekerja tanpa batas waktu.
Ari Astutik adalah salah satu petugas pemakaman jenazah COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih, Surabaya. Di tempat itu, Pemerintah Kota Surabaya menyemayamkan jenazah pasien COVID-19.
Sejak pandemi COVID-19 di Surabaya, Pemkot Surabaya menyiapkan lahan khusus untuk lokasi pemakaman jenazah COVID-19 di TPU Keputih Surabaya. Di lokasi itu, pemakaman jenazah berjalan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.
Petugas diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD), mulai pengantaran hingga proses pemakaman selesai. Para petugas ini merupakan gabungan dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya yang terdiri dari jajaran Dinas Sosial (Dinsos), Petugas Pemakaman Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) hingga tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya.
Minggu sore itu, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Namun, suara Ari Triastutik masih terdengar begitu semangat di ujung telepon.
"Sebentar ya pak, ini ada telepon dari rumah sakit, biasanya mau ada jenazah untuk dimakamkan," kata Ari yang langsung menutup teleponnya.
Beberapa jam kemudian, wanita paruh baya ini telepon balik dan menjelaskan bahwa ada jenazah yang baru selesai dimakamkan. Ia bersama timnya setiap hari biasa memakamkan puluhan jenazah di TPU Keputih. Bahkan, ia mengaku bekerja di pemakaman itu seakan tanpa mengenal batas waktu.
"Normalnya saya bekerja 12 jam. Tapi meskipun malam sudah pulang ke rumah, pihak rumah sakit dan teman-teman biasanya menghubungi saya, jadinya, ya, lebih dari 24 jam, sudah tidak mengenal waktu kalau seperti ini," kata Ari.
Sebagai seorang istri di rumah, ia juga memasak untuk anak dan suaminya. Meskipun memasak, ponselnta selalu dibawa, karena sewaktu-waktu ada telepon dari pihak rumah sakit dan teman-temannya bisa langsung diangkat.
"Bahkan, pernah waktu saya mandi ada telepon, ya mau bagaimana lagi, itu tugas saya," ujarnya.
Awalnya, lanjut dia, saat awal-awal bertugas di pemakaman, Ari merasakan takut karena COVID-19 ini gampang menularnya. Bahkan, setiap kali mau berangkat kerja, ia mengaku masih ada kekhawatiran untuk memakamkan pasien COVID-19 ini.
Namun ia kembali sadar bahwa semua itu sudah menjadi tugasnya. Tapi mungkin itu manusiawi ada rasa takutnya, ada rasa khawatir tertular dan sebagainya, tapi akhirnya Ari tetap berangkat dan terus bertugas hingga saat ini.
Oleh karena itu, ia hanya bisa memohon kepada Allah SWT semoga selalu diberikan kesehatan, sembari terus menjalankan protokol kesehatan yang ketat dan mengkonsumsi vitamin. Bahkan, di sepertiga malam, ia membiasakan ibadah shalat malam dan memohon kesehatan kepada Allah.
Hal yang sama juga dirasakan oleh petugas pemakaman dari Relawan Surabaya Memanggil bernama Gedion Kristian Prasetya. Ia menceritakan pengalamannya saat kali pertama menjadi relawan pemakaman.
Pada saat hari pertamanya bertugas, Gedion kaget karena ia langsung menangani banyak jenazah yang meninggal akibat COVID-19, mulai dari memindahkan, memandikan hingga mengkafani jenazah.
"Saya gabung karena ingin benar-benar membantu. Kalau bukan kita siapa lagi, apalagi kalau lihat berita dan faktanya memang banyak tenaga medis yang bertumbangan," kata Gedion.
Awalnya, Gedion mengaku sempat tidak percaya dengan kondisi pandemi COVID-19. Namun ketika dirinya melihat sendiri kondisi banyaknya nakes yang terpapar dan meninggal, lingkungan sekitarnya banyak yang sakit dan menyaksikan sendiri banyak jenazah yang dimakamkan.
Akhirnya ia semakin yakin bahwa kondisi saat ini sedang butuh pertolongan dari berbagai kalangan. Di situ lah lahir inisiatifnya untuk menjadi relawan.
Ia mengaku tulus dan ikhlas sebagai relawan membantu penanganan COVID-19 di Surabaya. Sebagai relawan, ia bertugas per sift setiap harinya. Untuk jumlahnya itu per hari ada tiga sift, satu siftnya 8 jam.
Bahkan, pada momen itu, Gedion sudah membulatkan tekad untuk bekerja sosial membantu Pemkot Surabaya dalam menangani pandemi COVID-19. Apalagi saat bertugas, ia telah mengenakan APD yang lengkap agar tidak tertular. Selain APD, ia juga menjaga imunitas tubuh dan jangan kebanyakan mikir, supaya tidak tertular.
Relawan
Warga yang mendaftar sebagai Relawan Surabaya Memanggil untuk membantu Pemkot Surabaya dalam upaya percepatan penanganan COVID-19 mencapai 2.000 orang. Para relawan ini tugasnya terbagi menjadi tiga bidang yakni sosialisasi protokol kesehatan (prokes), pembinaan Kampung Wani dan Kedaruratan.
Sebagian besar relawan memilih bidang prokes. Ada beberapa materi pembekalan yang diberikan kepada para relawan ini, seperti, pemakaian baju hazmat yang sesuai, cara memandikan jenazah COVID-19 hingga menyetir ambulans di jalan raya. Sedangkan untuk bidang kedaruratan memiliki latar belakang medis yang dilatih secara khusus oleh tenaga medis.
Tidak hanya itu, puluhan ibu atau modin Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dari berbagai kecamatan di Kota Surabaya secara ikut terlibat menangani jenazah pasien COVID-19. Tugas penanganan jenazah itu meliputi perawatan jenazah yang terpapar COVID-19 seperti mulai dari mensucikan, membalut dengan kain kafan (mengkafani), menshalatkan, hingga ikut mengantar ke pemakaman.
"Untuk mensucikan dan seterusnya itu dilakukan di halaman krematorium. Ruang krematorium ada di area pemakaman TPU Keputih," kata Ketua II PC Muslimat NU Surabaya Hj. Masfufah Hasyim.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersyukur, panggilan Surabaya Memanggil rupanya langsung direspons positif oleh warga Kota Pahlawan. Bahkan, mayoritas para relawan ini tergolong usia muda.
"Kita akan berjuang bersama untuk mengatasi COVID-19 dan memutus mata rantai pandemi di Surabaya. Karena perjuangan kemerdekaan dulu dilakukan ketika para pemuda turun. Insya Allah kemerdekaan melawan COVID-19 itu bisa selesai ketika pemuda juga turun memerangi COVID-19 di Surabaya," kata Eri.
Selain itu, Eri Cahyadi juga bersyukur karena Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sudah menyiapkan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk merawat jenazah pasien COVID-19 .
Makam Penuh
Kapasitas tempat pemakaman khusus jenazah COVID-19 di TPU Keputih dan TPU Babat Jerawat semakin penuh seiring meningkatnya warga yang meninggal karena terpapar virus corona.
Bahkan warga yang meninggal dunia karena COVID-19 dan dimakamkan di dua TPU ini akhir-akhir ini jumlahnya meningkat atau di kisaran 180 jenazah hingga 200 jenazah setiap harinya. Hal inilah yang menjadikan antrean panjang saat pemakaman.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah meminta pemerintah kota setempat mewujudkan rencana menambah TPU baru di kawasan Waru Gunung. Luas lahan yang diproyeksikan sebagai TPU baru itu sekitar 10 hektare.
Menurutnya, pemakaman umum di Surabaya perlu ditambah. Aset Pemkot Surabaya berupa lahan juga banyak sehingga bisa digunakan dalam situasi seperti ini. Bisa saja rencana awal membuat pemakaman baru di Waru Gunung diwujudkan.
Sementara itu, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono sebelumnya mengatakan, dalam dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Surabaya Senin (12/7), pihaknya mengusulkan kepada pemkot agar pemakaman jenazah COVID-19 bisa dilakukan di makam-makam kampung.
Sehingga tidak selalu di pemakaman khusus, seperti TPU Keputih. Asalkan dengan syarat ada persetujuan RT/RW untuk dimakamkan di kampung dan sesuai prokes yang ketat. Sedangkan petugas yang memakamkan juga wajib mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap
Usulan itu disampaikan karena waktu tunggu pengambilan jenazah selama ini dikeluhkan lama, yakni 1x24 jam, bahkan lebih.
"Karena itu, kami mengusulkan agar jenazah pasien COVID-19 bisa dimakamkan di kampung saja," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya Anna Fajriatin mengatakan, lokasi yang direncanakan akan dibuat makam baru belum bisa dipakai dalam waktu dekat ini. Dari luasan sekitar 10 hektare itu ada sebagian yang masih proses pembebasan lahan.
Mengenai usulan makam kampung, Anna mengatakan jauh-jauh hari, pihaknya sudah mengusulkan kepada camat dan lurah, dimana ada lokasi di wilayahnya yang bisa digunakan sebagai tempat pemakaman.
Hanya saja, permasalahan timbul jika jenazah COVID-19 akan dimakamkan di pemakaman kampung karena tidak semua warga menyetujuinya. Bahkan, jika jenazah itu diketahui positif COVID-19, kebanyakan warga menolak. Ia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena lahan makam kampung bukan aset pemkot sehingga tidak bisa memaksa dibuat tempat pemakaman.
Persoalan penanganan COVID-19 di Surabaya cukup banyak, mulai dari persoalan tempat isolasi atau perawatan pasien COVID-19 dimana hampir semua rumah sakit penuh, beberapa rumah sakit kekurangan bed atau tempat tidur, oksigen, obat terapi langkah, ambulans beserta supirnya yang terbatas, petugas pemakaman jenazah dan lainnya.
Persoalan tersebut tidak bisa hanya ditangani sendiri oleh Pemkot Surabaya, melainkan perlu dukungan dan gotong royong dari semua pihak. Selain itu, kesadaran warga masyarakat dengan mentaati prokes sangat dibutuhkan dalam upaya mempercepat penanganan COVID-19. Dengan ikhtiar lahir dan batin, semoga pandemi ini segera berakhir.
Sepenggal cerita petugas pemakaman jenazah COVID-19
Senin, 19 Juli 2021 8:22 WIB 660