Padang (Antara) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Sumatera Barat, mengimbau masyarakat, untuk lebih cerdas menyikapi tradisi "balimau" yang sering dijadikan bagian dari kegiatan memasuki bulan Ramadhan.
Ketua MUI Kota Padang, Duski Samad, di Padang, Rabu, mengatakan, kegiatan jelang Ramadhan seperti "balimau" atau mandi dengan memakai berbagai kembang dan limau, serta pewangi yang disiramkan ke rambut.
Sebenarnya tidak ada kaitannya dengan puasa, harus disikapi dengan cerdas oleh masyarakat, agar tidak menyimpang dari tujuan tradisi tersebut, ujarnya.
"Balimau yang maksudnya adalah membersihkan diri dengan mendekatkan diri kepada sang pencipta, namun saat ini malah lebih banyak mengarah pada perbuatan yang tidak perlu ataupun mubazir, seperti hura-hura, yang tentunya bergeser dari tujuan tradisi itu sendiri," kata Duski.
Ia menambahkan, hal ini harus disikapi semua pihak, dan ingat tidak ada sangkut pautnya tradisi tersebut dengan puasa, yang lebih penting itu, adalah membersihkan diri lahir dan batin ketika menyambut bulan Ramadhan, semoga masyarakat lebih cerdas dalam menyikapi persoalan ini.
MUI menjelaskan, membersihkan diri lahir dan batin dimulai dari diri sendiri, dimana menjaga prilaku yang menjurus pada maksiat, mengendalikan diri dari hawa nafsu, hingga saling memaafkan satu sama lain, mulai dari orang terdekat, yakni orang tua, kerabat, serta sesama umat Islam lainnya.
Tujuan balimau, dalam tradisi tersebut, jika dilakukan dengan benar, menurut MUI setidaknya adalah untuk meningkatkan keimanan, memperoleh manfaat, dan menuju ketenteraman dengan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Namun saat sekarang, tradisi balimau, lebih banyak dimanfaatkan oleh generasi muda, menjelang memasuki bulan Ramadhan dengan pergi ke tempat rekreasi, seperti tempat pemandian, maupun objek wisata lainnya.
"Jika melakukan tradisi tersebut, lakukanlah dengan sewajarnya oleh perorangan di kamar-kamar mandi atau di rumah masing-masing dengan niat menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, dan tidak ada tujuan lainnya," jelas Duski.
Duski menambahkan, memahami makna dari budaya tersebut menjelang bulan Ramadhan perlu, dimana seharusnya masyarakat lebih memperbanyak ibadah, bukan melakukan hal yang mubazir dengan hura-hura.***3***