Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr. Panji Suminar menyebutkan dua partai politik yaitu PAN dan PPP berpotensi tidak lolos ambang batas parlemen pada Pemilu legislatif 2024.
"PAN dan PPP bisa tidak lolos ambang batas parlemen melihat arah kebijakan pengurus pusat dengan arus bawah atau akar rumput dua parpol ini," kata Dr. Panji Suminar di Bengkulu, Rabu.
Arah kebijakan DPP dua parpol tersebut lanjut dia lebih mendekat pada politik kekuasaan sedangkan arus bawahnya bergerak sebaliknya. DPP dua parpol itu lanjut Panji Suminar lebih condong pada sosok Ganjar sebagai calon presiden di Pemilu 2024 seperti sikap yang ditujukan oleh para elite mereka.
"Sedangkan akar rumput lebih ke Prabowo dan Anies Baswedan, ini tentu memengaruhi perolehan suara dua parpol tersebut nantinya. PPP dan PAN pun tidak akan efektif kalau mengharapkan efek ekor jas dari sosok Ganjar," ucap dia.
Apalagi, PAN kata dia juga akan dipusingkan dengan hadirnya Partai Ummat yang juga lolos berkontestasi pada Pemilu 2024 ini. PAN dan Partai Ummat sama-sama memperebutkan ceruk suara yang sama, pengaruhnya Partai Ummat pun tidak bisa dipandang enteng.
"Dengan adanya Partai Ummat suka tidak suka pangsa pasar PAN itu diambil sebagian, di Partai Ummat ada Amien Rais yang basis massa-nya juga besar waktu di PAN, nah menjadi kesulitan PAN karena lambat mencari pangsa pasar baru. PAN itu tidak punya kader yang militansi seperti PKS, PDIP atau Gerindra, jadi PAN lebih mudah tergerus dibandingkan parpol yang punya kader militan," ujarnya.
Sesuai regulasi, besaran ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yaitu persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen yakni sebesar 4 persen.
Ambang batas parlemen mulai diterapkan pada Pemilu 2009 dengan tujuan menciptakan sistem multipartai sederhana. Namun, kinerja ambang batas parlemen yang diterapkan dalam menyederhanakan parpol di parlemen turun naik.
Pada Pemilu 2009 penerapan ambang batas parlemen dengan dasar hukum UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional.
Ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen pada Pemilu 2014, dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Dan pada Pemilu 2019, besaran ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen.
"PAN dan PPP bisa tidak lolos ambang batas parlemen melihat arah kebijakan pengurus pusat dengan arus bawah atau akar rumput dua parpol ini," kata Dr. Panji Suminar di Bengkulu, Rabu.
Arah kebijakan DPP dua parpol tersebut lanjut dia lebih mendekat pada politik kekuasaan sedangkan arus bawahnya bergerak sebaliknya. DPP dua parpol itu lanjut Panji Suminar lebih condong pada sosok Ganjar sebagai calon presiden di Pemilu 2024 seperti sikap yang ditujukan oleh para elite mereka.
"Sedangkan akar rumput lebih ke Prabowo dan Anies Baswedan, ini tentu memengaruhi perolehan suara dua parpol tersebut nantinya. PPP dan PAN pun tidak akan efektif kalau mengharapkan efek ekor jas dari sosok Ganjar," ucap dia.
Apalagi, PAN kata dia juga akan dipusingkan dengan hadirnya Partai Ummat yang juga lolos berkontestasi pada Pemilu 2024 ini. PAN dan Partai Ummat sama-sama memperebutkan ceruk suara yang sama, pengaruhnya Partai Ummat pun tidak bisa dipandang enteng.
"Dengan adanya Partai Ummat suka tidak suka pangsa pasar PAN itu diambil sebagian, di Partai Ummat ada Amien Rais yang basis massa-nya juga besar waktu di PAN, nah menjadi kesulitan PAN karena lambat mencari pangsa pasar baru. PAN itu tidak punya kader yang militansi seperti PKS, PDIP atau Gerindra, jadi PAN lebih mudah tergerus dibandingkan parpol yang punya kader militan," ujarnya.
Sesuai regulasi, besaran ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yaitu persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen yakni sebesar 4 persen.
Ambang batas parlemen mulai diterapkan pada Pemilu 2009 dengan tujuan menciptakan sistem multipartai sederhana. Namun, kinerja ambang batas parlemen yang diterapkan dalam menyederhanakan parpol di parlemen turun naik.
Pada Pemilu 2009 penerapan ambang batas parlemen dengan dasar hukum UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional.
Ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen pada Pemilu 2014, dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Dan pada Pemilu 2019, besaran ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen.