Mukomuko (Antara) - Sejumlah petani di Desa Maju Makmur, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu mengeluhkan sulitnya pemasaran hasil panen kedelai di daerah itu.
"Petani di sini sakarang kebingungan karena hasil panen kedelai tidak bisa dipasarkan," kata Yadi, petani dari Desa Maju Makmur, Kecamatan Penarik di Mukomuko, Jumat.
Ia mengatakan petani di wilayahnya tersebut baru selesai panen kedelai di lahan sekitar tujuh hektare.
Bibit kedelai yang ditanam oleh petani tersebut merupakan bantuan pemerintah yang meluncurkan program padi, jagung, dan kedelai (pajale).
Menurutnya, sebelumnya lahan tanaman kedelai di wilayahnya dan desa terdekat di Kecamatan Penarik cukup luas. Tetapi tidak semua tanaman petani di wilayah itu yang berhasil tumbuh sampai sekarang.
"Di desa kami kedelai yang dapat tumbuh itu di lahan seluas tujuh hektare," ujarnya.
Petani di wilayahnya bersedia menanam kedelai di lahan miliknya karena sudah ada janji awal ada penampungnya tetapi sampai sekarang tidak ada.
Petani di wilayahnya, katanya, sudah mengadukan masalah sulitnya pemasaran kedelai ke dinas tetapi tanggapannya, petani disuruh mengolah sendiri kedela tersebut.
Sementara, katanya, pengusaha tempe dan tahu di daerah ini menggunakan kedelai impor dan bukan kedelai lokal.
Akhirnya, sebagian petani di wilayahnya membuat tempe sendiri dan setelah dijual satu bungkusan kecil tempe terjual seharga Rp300 - Rp500 per bungkus. Padahal biasanya harga satu bungkus kecil tempe itu seharga Rp1.000.
Ia mengatakan, petani di wilayahnya dibuat repot mulai dari menanam dan memelihara tanaman kedelai hingga mengolah sendiri kedelai tersebut.
Ia mengancam, kalau tidak jelas pemasaran kedelai ini, petani tidak mau lagi menanam kedelai di lahannya.***3***
Petani Mukomuko sulit pasarkan kedelai
Jumat, 8 Januari 2016 18:32 WIB 1083