Mukomuko (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mengembangkan kasus penjualan dan penyalahgunaan pupuk bersubsidi dari Provinsi Sumatera Barat ke Kabupaten Mukomuko.
"Kami melakukan pengembangan kasus ini melalui pelaku STN, orang yang menjual pupuk bersubsidi dari Sumbar ke Mukomuko," kata Kasat Reskrim Polres Mukomuko, Iptu Achmad Nizar Akbar, di Mukomuko, Jumat.
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mukomuko sebelumnya menggagalkan pengiriman satu mobil pupuk bersubsidi dari Sumatera Barat ke Kabupaten Mukomuko.
Ia mengatakan pihaknya mengamankan dua orang pelaku, yakni STN yang bertindak sebagai pembawa pupuk bersubsidi dan MRM sebagai penerima pupuk tersebut.
Pihaknya juga mengamankan sebanyak 20 sak pupuk bersubsidi jenis urea, 20 sak pupuk ponska, dan 10 sak pupuk nonsubsidi jenis majemuk NPK, serta dua tersangka, yakni STN sebagai pengirim pupuk dan MRM sebagai penerima pupuk.
Ia menambahkan bahwa kedua pelaku ini sudah sering melakukan kegiatan tersebut. Dalam satu tahun terakhir, mereka menjual pupuk bersubsidi dari Sumbar ke Mukomuko.
Selanjutnya, katanya, jika ditemukan alat bukti lain atau keterlibatan pihak lain, instansinya akan menyelidiki lebih lanjut ke Sumatera Barat.
Ia menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat tentang penyalahgunaan pupuk bersubsidi jenis urea dan ponska yang sering dikirim dari Sumbar ke Kabupaten Mukomuko menggunakan mobil pikap pada malam hari.
Kemudian, pihaknya menemukan satu mobil Grand Max warna perak yang dikendarai sopir bernama Gozali. Petugas menghentikan kendaraan tersebut dan memeriksa muatannya.
Modus Curang
Nizar mengatakan setelah kendaraan diperiksa, ditemukan karung berlabel pakan ternak ayam yang ternyata berisi pupuk bersubsidi.
Ia menjelaskan modus operandi para tersangka adalah mengganti karung asli pupuk urea dan ponska dengan karung bekas pakan ternak untuk mengelabui petugas kepolisian. Atas perbuatan kedua tersangka ini, ancaman pidana yang dijatuhkan adalah penjara selama lima tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ia menambahkan bahwa aktivitas ilegal kedua pelaku ini telah berlangsung selama setahun.