Jenewa (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (28/11) menegaskan pentingnya membangun kembali layanan kesehatan di Lebanon bagian selatan dan timur, seiring dengan kembalinya satu juta orang pascakesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon.
Perwakilan WHO di Lebanon, Abdinasir Abubakar, menyambut baik tercapainya kesepakatan tersebut.
Ia mengatakan dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, bahwa perjanjian tersebut memberikan "kesempatan dan momen krusial" untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak.
“Tantangan dalam sektor kesehatan sangat besar, dan dari sekarang hingga beberapa bulan ke depan, kita harus berupaya membangun kembali layanan kesehatan di wilayah yang terdampak konflik,” ujar Abubakar.
Ia menambahkan bahwa hampir satu juta orang kini kembali ke bagian selatan dan timur Lebanon.
Kesepakatan gencatan senjata tersebut mulai berlaku pada Rabu (27/11) dini hari, dan diharapkan akan mengakhiri lebih dari 14 bulan peperangan lintas perbatasan antara tentara Israel dan Hizbullah.
Menurut otoritas kesehatan Lebanon, sedikitnya 3.800 orang terbunuh akibat serangan Israel di Lebanon dan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi sejak Oktober 2023.
Ketika menanggapi pertanyaan dari Anadolu, Nabil Tabbal, pejabat bidang informasi kesehatan dan penilaian risiko WHO, mengatakan bahwa lembaga tersebut mencatat 160 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak awal peperangan.
Rentetan serangan tersebut mengakibatkan 241 orang tewas dan hampir 300 orang terluka, kata Tabbal.
Ia juga menyebutkan bahwa hampir 10 persen rumah sakit terdampak akibat serangan tersebut hingga membuat beberapa rumah sakit sepenuhnya tidak beroperasi, sementara lainnya hanya mampu beroperasi sebagian.
Fokus harus segera beralih ke Gaza
Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Michael Ryan, juga menyambut baik gencatan senjata itu, namun menegaskan perlunya perhatian segera dialihkan ke Gaza karena situasi di sana “sangat buruk.”
“Fokus kini harus segera beralih ke Gaza. Kita harus menghentikan pertempuran di Gaza,” ujar Ryan.
“Situasinya sangat memprihatinkan. Sistem (kesehatan) berada di bawah tekanan yang luar biasa.”
“Yang sangat penting adalah apa yang telah dicapai bagi konflik Lebanon-Israel ini dapat dipertahankan, tetapi kita juga harus mencapai proses yang sama secepat mungkin untuk Gaza,” katanya menambahkan.
Israel telah menewaskan lebih dari 44.300 orang sejak kelompok perjuangan Palestina, Hamas, menyerbu Israel pada 7 Oktober 2023.
Dampak gempuran Israel ke Jalur Gaza, yang meninggalkan wilayah tersebut dalam kehancuran, diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun untuk dapat dibenahi kembali.
Upaya mencapai gencatan senjata di wilayah tersebut hingga kini belum berhasil.
Sumber: Anadolu