Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengatakan bahwa wacana pemberian tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) hingga 50 tahun akan mengacu kepada peraturan yang ada.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan bahwa pihaknya berada dalam tataran operasional, sehingga penegakan hukum akan mengacu regulasi saat ini.
Baca juga: Kejagung: Jaksa telah ajukan banding soal putusan Harvey Moeis
“Jadi, harus dikembalikan kepada peraturan yang ada. Ya tentu Undang-Undang Tipikor (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi),” kata Harli di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa.
Harli menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons Presiden Prabowo Subianto agar koruptor dihukum berat hingga 50 tahun.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pemikiran Presiden tersebut dalam konteks pemikiran filosofis kemaslahatan.
Baca juga: Majelis hakim kurangi hukuman Harvey Moeis jadi 6,5 tahun, tuntutan 12 tahun dinilai terlalu berat
Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin (30/12), mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor, terlebih jika potensi nilai kerugian negara akibat aksi rasuah itu mencapai ratusan triliun.
"Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun)," kata Presiden di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam Musrenbangnas.